BRUK
Haura tak sengaja menabrak seseorang. Ia memegang kepalanya yang terbentur olehnya.
"Aww." Ringis Haura kesakitan.
Seseorang itu masih berdiri menatap Haura. Ia meletakkan tangannya di kedua sisi pinggangnya. Haura mendongak, ia lihat seorang laki-laki telah tersenyum kecil kepadanya. Wajah itu terasa familiar baginya. Haura meringis melihatkan sederet giginya, tangannya masih menempel di puncak kepalanya.
"Aww." Ringis Haura kembali.
Tak lain, dan tak bukan laki-laki itu adalah Azzam. Azzam yang tadinya tersenyum seketika menciut dengan cepat, ia menatap Haura heran.
"Manja." Kata Azzam singkat namun terdengar jelas.
Haura melongo mendengar perkataan Azzam barusan, kini tangannya mengelus-elus rambutnya yang terikat rapi. Itu sungguh di luar dugaan Haura.
Azzam menghela nafas pendek, lalu kembali tersenyum kepada Haura yang masih membulatkan matanya. Ia lihat wajah Haura berkeriput karena kesal. Tangan Azzam terulur mendarat di puncak kepala Haura.
"Lain kali hati-hati." Kata Azzam. Tangannya menepuk-nepuk puncak kepala Haura.
Nafas Haura seketika menjadi sesak, ia kembali menunduk, memejamkan matanya.
"Dia bukan laki-laki itu Ra." Batin Haura menahan badannya yang hampir gemetar. Ia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat.
Azzam merendahkan badannya, hingga ia lihat wajah Haura yang berkeringat.
"Lo habis lari?." Tanya Azzam menyelidik.
"Bukannya tadi lo bareng pak Haikal ya?." Lanjutnya.
Haura membuka matanya pelan, sejenak ia mengatur nafasnya yang sempat drop. Haura memukul dadanya berkali-kali, mengapa harus seperti ini?.
"Ra." Panggil Azzam.
"Eh, i__ya apa?." Jawab Haura gugup.
"Kenapa sih?."
Haura menunjuk dirinya sendiri, memutar pertanyaan yang Azzam berikan kepadanya.
"Anu__aww, sakit Zam." Kata Haura, ia kembali meringis kesakitan, Matanya terpejam satu sisi. Ia hanya ingin mengalihkan pertanyaan itu.
Haura lihat ekspresi Azzam biasa saja. Haura memang sengaja, sebenarnya tidak sakit sama sekali, lagipula hanya seorang Azzam yang ia tabrak bukan batu.
Azzam menaikkan sudut bibir kirinya, merasa tidak nyaman. Ia mencubit hidung Haura singkat.
"Merengek terus aja kayak anak TK minta es krim." Tukas Azzam.
Kini tangan Haura merosot memegang hidungnya, menatap Azzam tanpa berkedip. Haura menghela nafas cepat, dia Azzam.
"Beneran sakit Zam." Kesal Haura.
"Terus?."
"Baikin kek, minta maaf kek."
"Yang nabrak duluan siapa?." Tanya Azzam, kedua tangannya terlipat di depan dadanya.
"Ka_mu." Jawab Haura bohong, jelas-jelas dirinya bukan Azzam.
Azzam mengerutkan dahinya hingga membentuk beberapa tingkat, matanya terlihat masih menyelidik ke arah Haura.
"Iya-iya, aku yang nabrak duluan." Serah Haura, ia sungguh tak ingin memperpanjang perdebatan yang tidak berfaedah ini.
Azzam tersenyum kecil melihat Haura melengoskan wajahnya ke arah lain, seakan mencari objek pelarian diri dari tatapan Azzam.
KAMU SEDANG MEMBACA
bumi luka
Teen Fictionaku tak pernah tahu kapan luka itu datang. Tak pernah tahu kapan bahagia itu pergi. seketika, tanpa aba-aba... teruntuk bumi luka. cepatlah pulih.. seperti hatiku yang tersayat-sayat tanpa ampun. ku mohon. cepatlah kembali seperti adanya dulu..