Bab 43 : Cemburu

19.8K 1.1K 298
                                    

Happy reading

Tolong tinggalkan sebuah jejak!

Bakti mengedarkan pandang, menelisik setiap inci mencari sesuatu yang tidak kunjung ditangkap oleh mata. Apa lagi jika bukan selain Bilqis yang ia cari. Sejak tadi ia tidak melihat batang hidung gadis nakal tersebut.

Merogoh sesuatu di dalam kantong. Sebuah telpon. "Di mana? Gue cari ke mana-mana kok gak ada?" semburnya tanpa jeda sesekali melirik kiri kanan, siapa tahu ada Bilqis.

"Di parkiran."

"Ngapain?" tanya pria tersebut sambil memasukkan tangannya ke dalam celana abu-abu yang tengah dikenakan.

"Nemenin Galang," sahut dari arah seberang tersebut dengan sedikit ragu.

Berdecak sebal. "Tungguin gue di sana! Lu gerak satu inci dari sana gue gorok lu, ya!" peringat Bakti dengan geraman tertahan.

Setelah mengatakan kalimat tersebut ia dengan segera menuju arah parkiran guna menjemput sang kekasih yang sedang bersama Galang—wakilnya alias partner dalam organisasi.

•••

"Bakti, ya?" tebak Galang yang sialnya tepat sasaran untuk sebuah jawaban.

Bilqis mengangguk dengan malas. "Iye, Bakti. Tunggu di sini mau, kan? Bentar lagi dia nongol," tutur Bilqis berniat untuk memohon agar Galang bisa mengulur waktu lebih lama menunggu Bakti muncul dari permukaan.

Galang mengangguk, ia acuh, kembali menatap layar ponsel dengan serius sesekali mencuri pandang kepada Bilqis yang tengah celinguk kiri kanan menunggu Bakti. Beberapa menit menunggu akhirnya yang ditunggu telah tiba.

Bakti berjalan dengan wajah angkuh, menatap tajam Galang memberi peringatan agar menjaga jarak kepada Bilqis.

"Lu mau ke mana?" Sesampainya di sana Bakti berlagak acuh padahal di dalam hati sudah mengumpat sederet hewan kebun binatang.

"Emm–"

"Mau ke tempat gue!" sela Galang memotong perkataan Bilqis, membuat mata Bilqis sedikit melotot.

"Ngapain?" ulangnya memulai sesi interogasi terhadap dua manusia yang ada di depan.

"Mau an–"

"Mau main lah! Terus apa lagi?" sanggah Galang dengan sedikit ketus memakai nada sewot.

Bakti melayangkan tatapan sinis kepada Galang. "Gue nanya Bilqis bukan nanya lu!" tukas laki-laki tersebut dengan galak, menatap Galang penuh dendam.

"Gunanya mulut buat apa? Ya, buat ngomong!" sahut Galang dengan santai tanpa memedulikan ekspresi wajah Bakti yang sudah merah padam menahan marah.

Bilqis yang kebetulan ada di samping Galang berdehem, memberi aba-aba agar Galang diam dan memberikan ia luang untuk menjawab.

"Mau ke rumah Galang bentar gapapa, kan?" Meminta izin, menatap Bakti penuh permohonan agar diberi izin untuk pergi.

Menggeleng dengan tegas. "Gak, gak, gak! Hari ini lu sama gue gada penolakan. Ayo!" Menarik tangan Bilqis dengan segera, menjauhkan dari Galang yang menurutnya sedikit meresahkan.

Bilqis menoleh, memandang Galang dengan tak enak hati. Lalu berucap tidak bersuara, hanya mengucapkan kalimat lewat gerakan bibir dengan tujuan meminta maaf. Galang mengangguk, ia tersenyum maklum. Wajar saja Bakti marah kalau Bilqis itu pacarnya. Kalau Bilqis bukan kekasih Galang tapi Galang marah itu baru yang tidak wajar.

Setelah kejadian tersebut Bilqis tidak henti-hentinya mendumel membuat gendang telinga Bakti mendadak panas, seperti sedang mendapat wejangan.

"Berhenti ngomel bisa? Berisik!" tegur Bakti dengan mendengus. Ia sudah kesal dengan Galang ditambah kesal dengan kelakuan Bilqis yang sedari tadi selalu memancing emosi.

Secret boyfriend☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang