10 (END)

1.1K 75 10
                                    

[Writer]

"Kau ini iseng sekali sih?"

Jaemin menyodok kacamata minusnya santai. Di sampingnya tangan Jeno tak pernah lepas dari genggaman.

"Dia jadi introvert, tahu! Kadang-kadang nyaris persis anak autis malah." Jaemin lagi. Gemas dia pada pria yang dulu pernah membimbangkan pilihan hatinya. Walau pada akhirnya Jeno menang.

"Iya, hyung. Kasihan Haechan." Jeno melepas genggaman Jaemin sekejap untuk menyamankan sunglass hitamnya.

"Begitukah? Pasti akan lucu jika aku bisa melihatnya sekonyol itu," lalu Mark tertawa.

Kening sepasang sejoli itu mengernyit bersamaan. Heran pada sahabat mereka yang pulang dari Kanada makin terlihat gila.

"Ya sudah. Jadi? Besok?" Jeno menengahi sebelum Jaemin memulai ceramahnya lagi soal cinta dan pengorbanan. Menurutnya pria di hadapan mereka berdua ini minus sekali soal itu. Dalam kasus Haechan. Kebalikan sekali saat ia mengejar-ngejar Jaemin dulu.

Setiap kali ditanya kenapa kau kejam sekali pada Haechan? Mark hanya akan menjawab, "Karena ia Haechan. Karena setiap ekspresi dan reaksinya selalu memancingku untuk mengeksplorasi lebih." Jika Jaemin mulai mengatai Mark sinting, pria itu akan menjawab begini, "Ini salahnya sendiri kenapa selalu membuatku gugup ketika berada di dekatnya, sejak dulu. Gugup yang tak terdefinisikan dan tak bisa dihentikan. Aku butuh persiapan untuk menatap wajahnya lagi."

Setelah itu Jaemin tidak akan berkomentar lagi biasanya. Setengah tahun setelah pergi ke Kanada, Mark menghubungi Jeno untuk minta maaf sekali lagi. Tadinya ia tidak berminat memberikan nomornya pada siapa-siapa lagi. Tapi Jaemin yang berubah posesif pada Jeno memeriksa kontak misterius siapa yang sering sekali menghubungi? Begitu tahu itu Mark, pria itu diceramahi selama tiga jam dan Jaemin nyaris memberikan telepon pada Haechan jika Mark tidak memohon-mohon dengan suara sok-sok hampir menangis. Walaupun itu hanya akting. Tapi cukup untuk mengelabui.

Mark butuh waktu. Baginya untuk menghadapi Haechan yang mencintai bertahun-tahun tanpa ia tahu, bukan Haechan yang biasa ia hadapi. Haechan yang mendesahkan namanya dengan begitu bergairah malam itu, bukan Haechan yang biasa ia hadapi. Ia butuh waktu untuk mendengar suara lelaki itu lagi.

Jadi ia memutuskan untuk menulis beberapa surat. Tapi saking gugupnya perangko untuk mengirim surat itu sudah kebasahan duluan. Tangannya yang berkeringat dingin tidak bisa memberi pengertian.

Haechan berbeda dengan Jaemin. Jaemin tidak membuat Mark segugup ini dulu. Jaemin membuatnya membayangkan hal-hal manis. Tapi Haechan membuatnya tak bisa mengkhayalkan apapun lagi. Karena Haechan pada dunia nyata selalu melebihi khayalan yang bisa Mark buat tentang seorang lelaki yang ia ingin cintai.

Setidaknya bagi Jeno mendengar cerita cinta Mark dan Haechan mengobati luka terkhianatinya. Untuk kasus Haechan, Mark benar-benar tak cukup perkasa untuk mengontrol keadaan. Untuk kasus mencintai kekasihnya, pria ini harus diacungi jempol karena bisa ikhlas melepas pria yang ia tunggu selama tujuh tahun. Jeno bersyukur untuk itu.

"Ya, aku sudah menyiapkan ini masak-masak, masa tidak jadi?" Mark pulang dari Kanada, Jeno dan Jaemin berpikiran sama bahwa wajahnya bertambah maskulin. Penampilannya sekarang rapi dengan jas ala buisinessman sukses di masa muda. Tambah tampan.

Jeno bersyukur bukan Jaemin-nya saja yang datang kemari menjemput pria ini. Akumulasi penampilan pria ini memperbesar kemungkinan Jaemin berbuat khilaf lagi.

"Oke, kami pulang dulu. Terlalu lama nanti Haechan curiga."

Pria itu tersenyum manly. Kedua pria itu menggegaskan langkah. Excited dengan apa yang akan terjadi besok. Benar-benar tidak sabar menanti besok.

Devotion [MARKHYUCK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang