29. Dear Jeno

7.2K 572 104
                                    

Joy & Mark - Dream Me.

Aku akan melakukannya tapi kau harus memberiku waktu sampai Jeno benar-benar menyukaiku. Setelah itu aku akan meninggalkan Jeno agar dia bisa merasakan lagi bagaimana sakitnya di tinggalkan orang yang dia cintai.

Terkadang kejadian tidak terduga bisa terjadi di hari-hari paling biasa. Suasana di tempat itu berubah secepat udara yang menguap. Layaknya tombak api yang mampu memberikan rasa kejut besar. Rekaman suara di ponsel Changbin sukses membuat semuanya tercengang. Tidak terkecuali Mark—satu-satunya yang mungkin berada di pihak lelaki itu— matanya ikut membulat saat tahu gadis sebaik Jaemin bisa mengatakan kalimat begitu kejam.

Jeno tak berkutik, ia tetap memperhatikan satu titik di kejauhan sana. Riuh tawa bahagia dari orang-orang yang sedang menikmati festival lambat laun memudar dan tergantikan oleh ingatan masa lalu paling menyakitkan.

Rasanya hampir sama seperti saat Jeno menyaksikan Ibunya sudah tidak bernyawa. Ketika akhirnya dia tahu, sakit yang paling sulit sembuh bukan karena di pukuli, melainkan di tinggalkan oleh seseorang yang sangat dia cintai. Jeno melepaskan tangan gadis itu dalam genggamannya, bulir bening merosot di satu pipinya.

“Jeno..”

Lutut Jaemin seketika melemas, air matanya kembali merebak. Ia jatuh terduduk saat lelaki itu mulai bergerak pergi dari tempatnya.

“Bagaimana rasanya Jeno? Sakit bukan,” Namun kembali di tahan oleh suara Changbin.

Changbin berjongkok di hadapan Jaemin untuk melihat betapa menyedihkannya gadis itu tapi tidak lebih menyedihkan dari Jung Jeno yang selalu jadi pengecut ketika tengah sedih.

“...saat tahu gadis yang kau cinta ternyata bersekongkol untuk menghancurkanmu, tsk,” dengus lelaki itu lantas menyingkirkan helaian rambut yang menempel di pipi basah Jaemin.

Changbin mendengar geraman marah dari bibir gadis di hadapannya, dia membalasnya dengan senyuman ejekan.

“Kau yang memaksaku! A-aku sebenarnya tidak ingin melakukannya! T-tapi kau memaksaku brengsek!” teriak gadis itu sambil mencengkram kerah jaket Changbin sangat berani.

“Woah, Na Jaemin ternyata pandai mengatai orang? Apa dalam rekaman suara ini terdengar ada pemaksaan? Tidak, kau mengatakannya seakan memang memiliki amarah terpendam padanya, jalang..”

"Changbin!" bunyi seseorang menggebrak meja terdengar.

Lelaki yang di panggil kembali berdiri dan melepaskan secara kasar cengkraman Jaemin di jaketnya. Renjun orang pertama yang peka akan tindakan kurang ajar Changbin, gadis itu tidak ingin ikut campur karena tidak mengerti apa masalahnya, dia lebih memilih menenangkan sahabatnya.

Changbin memperhatikan sekelilingnya, teman-teman Jeno sudah mengeluarkan tatapan tajam dan lelaki itu rasanya seperti di kepung oleh para lintah darat.

Termasuk Mark si pelaku pemukulan meja. Kini tengah berdiri dengan bahu naik-turun karena emosi.

“Kenapa?” tanya Changbin pada kawan dekatnya, “Jangan berlagak membelanya, lakukan saja peranmu seperti yang kusuruh tempo lalu, kau ingin jalang hamil itu bukan?”

Mark semakin merematkan tangan mendengar Jaemin lagi dan lagi di katai Jalang.

“Oh, jadi kau mengajakku berkencan karena merencanakan ini semua, Mark Lee?!” bentak Haechan bertolak pinggang, matanya seakan hendak lepas dari rongganya.

Kamu akan menyukai ini

          

“Kau pikir dia mau berkencan denganmu?” Changbin mengolok, nada suara lelaki itu terdengar seperti memiliki dendam terselubung pada mantan kekasihnya. “Kau hanya gadis tidak begitu cantik yang sok jual mahal, masih untung lelaki populer sepertiku mau padamu”

Saat air mata menggenang di kelopak si gadis kuat. Itu tandanya dia tengah berada di level terendah menahan diri dari rasa sakit. Memang ini bukan pertama kali Haechan mendengar hal menyakitkan itu. Sudah dari sekolah dasar dia selalu di ledek karena warna kulit. Tapi mendengar hal itu dari seseorang yang pernah menemani hidupnya bertahun-tahun rasanya seperti luka basah yang di taburi perasan jeruk.

Lucas sama emosinya seperti Mark dia seakan menghitung mundur untuk meninju wajah memuakan teman sekelasnya, jika hal itu tidak di dahului oleh Mark dan langsung membuat tubuh Changbin terhuyung kebelakang.

“Aku paling tidak suka jika ada seseorang merendahkan wanita!” Teriak Mark marah.

Changbin meludah sambil memegangi rahang yang terkena pukul.

“Cuih, persetan! Baru beberapa jam bergabung dengan mereka saja kau sudah menunjukan penghianatanmu. Apa cantiknya Na Jaemin, keparat!” Ia membalas pukulan Mark tapi seketika di halau oleh tangan seseorang.

Si pemuda Jung yang sejak tadi diam-diam menahan amarah, membiarkan mantan sahabatnya itu bersungut sesuka hati. Kini berdiri di antara Changbin dan Mark dengan wajah tanpa ekspresi. Kondisi yang sangat Jaemin tahu adalah paling mengerikan dari hal apapun karena tindakan kejam lelaki itu sulit terdeteksi.

“Inilah yang aku tunggu sejak tadi. Akhirnya aku berhadapan dengan lawan yang sesungguhnya. Kau ternyata lebih tidak suka sahabatmu di hina dari pada aku menghina Jaemin? Wah, benar-benar keterlaluan. Dia sedang hamil anakmu..”

Bugh.

Satu pukulan dari Jeno mengenai hidung Changbin anggap saja permulaan karena terlalu banyak bicara.

...

Ada sebuah mitos, konon katanya pertengkaran antar sahabat justru akan memperkuat hubungan keduanya tapi hal itu tidak berlaku untuk dua orang yang memiliki sifat egois.

Mendapatkan pukulan bertubi-tubi yang bisa saja membuat giginya patah, lelaki dengan hidung dan ujung bibir terluka parah itu masih saja mengembangkan senyum mengejek. Seolah-olah tinjuan yang di keluarkan Jeno malam ini belum seberapa.

Jeno bangkit dari tubuh di bawahnya ketika wajah Changbin nampak lebih mengenaskan sedangkan dirinya hanya terluka di bagian lengan dan pelipis. Kakinya terasa tak memiliki tenaga entah karena terlalu bersemangat meluapkan semua emosinya atau karena otaknya tengah memproses kenyataan paling menyakitkan yang hari ini dia terima.

Tanpa sadar Changbin yang sudah babak belur ikut bangkit, mengambil sebuah gitar milik Mark di dalam tenda dan kepala si pemuda Jung di pukul oleh benda itu dari belakang.

“Andwae!!!”  Jaemin berteriak menyaksikan lelaki yang di cintainya langsung terkapar. Ia tidak bisa berbuat apa-apa karena lengannya segara di tahan oleh Renjun.

“Jangan Jaemin, lelaki itu sedang emosi. Kau hanya akan celaka jika menghampiri Jeno!” Cegah si gadis Huang.

“Apa aku harus menyaksikan Changbin menghajar Jeno sampai sekarat?” Jaemin panik, tangisannya semakin tak terkontrol “Aku sedang hamil Renjun, di dalam perutku ada anak Jeno.. hiks..

Mata seseorang berembun mendengar hal itu. Kalimat ‘Aku sedang hamil anak Jeno’ membuat hati lelaki itu terserang perasaan bersalah. Kejadian malam ini mutlak adalah kesalahan Mark. Ia terlalu egois menginginkan Jaemin menjadi miliknya tanpa sedikitpun berpikir bahwa dia akan memisahkan satu nyawa yang tengah berjuang hidup, dengan Ayahnya.

Love a bastard [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang