#05

1.5K 222 11
                                    

"Aku tidak bisa berdiri bang" —adhikari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Aku tidak bisa berdiri bang"
—adhikari

"Adhikari?" Laki-laki itu terbangun dari tidurnya, dia berada di atas sofa.

"Mama? Ayah?" Anak itu terduduk.

"Kamu hebat, kami bangga sama kamu"

"Mama, ayah, apakah nanti aku di akhirat sama seperti ini, lemah"

"Tidak sayang, ayo ikut kami" jenaka mengulurkan tangannya.

"ADEKKK!!!" teriak dari lawan arah. Adhikari mengenal suara itu, suara abangnya—arka.

"A-bang"

Arka menggeleng kuat. "Jangan, jangan pergi, ayo ikut Abang kesini ayo"

Adhikari mencoba untuk berdiri. "Akhhh!!!" Teriak dia. "Bang, aku gak bisa berdiri ayo tolong aku"

Arka mencoba untuk mendekati adhikari, tetapi tubuh adiknya bukannya makin mendekat tetapi malah menjauh.

"Abang.. jangan di paksa ya" suara Adhikari terdengar lembut.

"Engga!! Kamu harus ikut Abang, kamu jangan tinggalin Abang" arka kembali berlari sambil menangis.

"Sudah bang, penyesalan tetaplah penyesalan" Adi berbicara.

"Bang arka, aku sangat menyayangimu bang, aku akan melakukan apa pun agar kamu tidak terluka" kata Adhikari.

"Dek, iya Abang tau.. tolong jangan pergi"

Adhikari tersernyum. "Aku sangat menyayangimu bang"

"Ayo nak sini ikut kami" lagi-lagi jenaka mengulur kan tangannya.

"ENGGAKK!!! ADHIKARI, KAMU JANGAN TINGGALIN ABANG" tangisan pilu terdengar sangat sakit.

Adhikari menggapai tangan sang mama. Dan mereka pergi secara perlahan

















Tiiiiiiiiiiiittt

"Suster tolong ambilkan alat AED" pinta dokter.

"Dokter... Adik saya dok.." rintih Arka sambil menangis.

"Iya.. saya akan lakukan yang terbaik, kamu hanya berdoa saja" jawab dokter.

"Sus, tolong pasangkan 250 jouel" perintah dokter.

Dokter menggesekan kedua alat itu lalu menempelkan ke dada Adhikari.

Tidak ada respon dari tubuhnya. "Sus, naikan menjadi 360 jouel"

Suster melaksanakan apa yang di perintahkan dokter. Lalu dokter melakukan apa yang tadi dia lakukan.

Namun, tubuh Adhikari tidak merespon apapun. Tubuhnya masih tetap tidak bernyawa.

"Sus, jam kematian 20.00 kst"

Mendengar perkataan dokter membuat arka lebih emosional. Dia berlari mendekati tubuh sang adik. Menangisi tubuh yang sudah tidak bernyawa.

"kenapa kamu tinggalin Abang dek?" tangis arka sangat pecah.

"Dek.. bangun, kamu jangan bercanda" arka menggoyang kan tubuh adiknya.

"Yang tabah, ikhlasin adik kamu" dokter mencoba menenangkan.

Arka menggeleng kenceng. "Engga.. dokter pasti bohong, adik saya masih hidup, pasti dokter bercanda"

Dokter menepuk pundak Arka lalu meninggalkan anak itu yang sedang menangisi makhluk yang sudah tidak bernyawa.

"Dek... Maafin Abang, maafin Abang gak bisa jaga kamu, maafin Abang" entah berapa kali kata maaf terucap di mulut Arka.

Dunia arka hancur seketika, hatinya patah berkeping-keping. Matanya tak berhenti mengeluarkan tetesan air mata. Dia baru menyadari bahwa adiknya—adhikara adalah dunianya.









Hari ini, di pemakaman umum, rumah terakhir sang adik menjadi saksi bisu penyesalan arka. di tempat ini, terakhir kali dia memeluk adiknya. Di tempat ini terakhir kali arka menjaga adiknya. Dan terakhir kali arka mengantar sang adik ke pelukan tuhan—rumah terakhir nya.

"Dek, kamu tega banget sama Abang" air mata yang terus membasahi pipinya.

"Jangan, tinggalin Abang"

Pada akhirnya, arka mengetahui mengapa adiknya harus selalu di jaga, mengapa tangan adiknya sering bergetar, mengapa adiknya sering memegangi dadanya, mengapa sang adik begitu lemah, iya.. karena adiknya—Ali Adhikari istimewa. Sangat istimewa.

Dari kejauhan arka milihat seseorang laki-laki menggunakan pakaian serba putih berlari mendekati nya.

"A-abang" suara lembut laki-laki itu terdengar sangat lembut.

"adhikari!!" Arka memeluk tubuh sang adik.

"Abang mengapa menangis?"

"Dek.. jangan tinggalin Abang" arka mempererat pelukannya.

Adhikari melepaskan pelukannya, lalu memegang bahu lebar sang abang. "Liat aku" pintanya.

"Sekarang aku udah bisa lari bang, aku udah gak sakit lagi" perkataan Adhikari bukan membuat sang abang tenang melainkan tangisnya semakin pecah.

"Jangan nangis" Adhikari menghapus air mata arka dengan kedua tangannya.

"Aturan Abang bahagia, pinta Abang di kabulkan oleh tuhan, sekarang aku udah pergi, sekarang gak ada lagi yang harus Abang jaga, gak ada lg yang mengganggu Abang, Abang sekarang bebas, jadi Abang harus senang"

Arka menggeleng kuat.

"Abang, bang arka yang paling ganteng, Abang yang paling baik sedunia, jangan nangis, ikhlasin aku... Aku gak akan bahagia kalau liat Abang nangis, jadi ku mohon untuk tidak menangis, bahagia terus ya bang" lalu Adhikari memeluk tubuh aneka yg sedang bergetar hebat.

"Dek, Abang sendiri..."

"Abang gak akan sendiri, aku selalu sama Abang, aku selalu ada di hati Abang, jangan nangis ya.. aku tidak apa-apa"

"Bang, janji ya.. sering kesini, temani aku di sini, aku akan merindukan mu bang, dan ingat aku selalu menyayangi mu" Adhikari melepas pelukannya lalu berlari meninggalkan sejuta kesedihan yang berada di diri Arka.

"DEKKK!!!!"

"ADEKKK!!!! JANGAN PERGI!!!!" arka menangis pilu memeluk nisan yang bertulisan nama sang adik—ali Adhikari.


(・–・;)ゞ

Aku nulis ini sambil nangis kejer tau, (tp emg aku alay si)
Happy reading 💚

[Sorry for typo]

[✓]adhikari || Doren Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang