69.

75K 5.9K 330
                                    

Aku menempelkan keningku.

Setelah aku mengantar Laura Marsudi ke mobilnya, aku menutup pintu rumah ibuku dan menempelkan keningku pada permukaan pintu.

Aku memejamkan mataku lalu menghembuskan nafasku sangat panjang. Aku mengatur nafasku yang sekarang terasa tidak teratur dengan membuka mulutku dan menarik nafasku melaluinya.

Dadaku sesak.

Kepalaku tiba-tiba saja pening. Memikirkan bagaimana ternyata semua ini menjadi seperti ini. Maksud aku, kenapa Geralt menikah dengan Mitha kalau dia tidak bahagia?

Apa laki-laki itu bodoh?

Sebenarnya apa yang mereka berdua lakukan sepanjang lima bulan ini? Permainan apa yang mereka lakukan?

Dan kenapa aku harus merasa seperti ini?.

"Jovie?"

Aku memutar tubuhku dengan terkejut ketika mendengar suara Dokter David memanggilku "Dave," kataku dengan nafas berat.

Dokter David terdiam sembari memandangiku untuk benerapa saat. Kemudian ia berjalan menghampiriku, sembari mengulum bibirnya masuk ke dalam "Perempuan tadi itu-"

"Iya, it's his mother," selakku, hampir berbisik.

Dokter David menghembuskan nafasnya panjang "are you oke?"

Aku menahan nafasku "i dont know,"

"Apakah tadi dia berbicara tentang laki-laki itu?"

Aku menatap mata Dokter David tanpa berkedip "..."

"Isn't it enough? Setelah semua hal yang mereka lakukan kepada kamu. Apa keluarga itu masih belum cukup menyakiti kamu? Apa sebenarnya yang dia harapkan?"

Aku menggelengkan kepalaku pelan, menyiratkan kepadanya kalau aku juga tidak tahu maksud dari kedatangannya ke sini. Dan kenapa ia mengatakan itu semua kepada aku.

"Aku,"

"Lupakan saja Jovelyn. Lupakan semua hal tentang dia," kata Dokter David dengan alis yang sedikit menurun.

"Aku sudah mencoba," kataku setengah frustasi.

Dokter David membelai pipiku, ia mendekatkan wajahnya ke arahku hingga hidung kami bersentuhan

"Forget him, Jovelyn. Dan mulai hidup baru kamu dengan aku," bisiknya. Terpaan nafasnya terasa di wajahku ketika laki-laki itu menghembuskan nafasnya.

Aku menatap matanya dengan serius ketika laki-laki itu memejamkan matanya dan hendak mencium bibirku.

Rasanya ini salah, aku tidak mungkin mencium Dokter David. Tidak, bukan, bukan tidak mungkin.

Aku tidak mau.

Aku menolehkan kepalaku kesamping ketika bibirnya hampir saja menyentuh bibirku "Dave aku-"

"Masih tidak bisa melupakannya," Timpal Dokter David dengan setengah berbisik.

"Aku minta maaf,"

Dokter David menjauhkan wajahnya sedikit dari wajahku, kemudian laki-laki itu mencium keningku.

"It's oke, aku bisa menunggu,"

"Dave,"

"He's married, Jovelyn. Mau sampai kapanpun kamu menunggu dia, dia tidak bisa menjadi milik kamu. Dia sudah menikah dengan Mitha,"

"Tidak, bukan itu. Maksud aku, you deserve better. Dan kamu pasti bisa mendapatkannya. I'm broken,"

"I don't care,"

Kamu akan menyukai ini

          

"Dave..."

Aku mendengar suara hembusan nafas yang sangat keras dari arah belakanh tubuh Dokter David, dan ketika aku menoleh aku benar-benar terkejut ketika menemukan ibu sedang bersandar pada sisi-sisi tembok.

"Ibu," kataku tercekat.

Apa dia dengar pembicaraanku dengan Dokter David?

Ibu mendengus sembari melipat kedua tangannya di depan dada "David, bisa tolong kamu tinggalkan aku berdua dengan Jovie?"

Dokter David menarik nafasnya panjang, ia menlirikku sekilas, dari tatapan matanya, ia seolah-olah bertanya kepadaku apakah aku harus meninggalkan kamu. dan ku balas dengan anggukan samarku.

"Tentu saja," kata Dokter David, kemudian laki-laki itu segera berjalan ke arah ruangan lain.

Seperginya Dokter David, ibu berjalan dengan sangat pelan menghampiriku sembari menatap mataku cukup serius

"Jadi? Apa ibu sudah boleh tahu alasan kamu kesini, ke Jerman, ke rumah ibu, sekarang? Ibu harap kamu jawab iya, karena kalau kamu masih mau mengelak, ibu akan memaksa kamu sampai berbicara yang sebenarnya,"

"Ibu," kataku sesak.

"Jovie, aku ini ibu kamu. Apa aku harus menjadi orang terakhir yang tahu semua hal tentang kamu, anak aku sendiri?"

Aku memilin ujung-ujung bajuku sembari setengah meringis. Lalu setelahnya, dengan perasaan yang bercampur aduk, aku mulai menceritakan semua hal yang terjadi antara aku dan laki-laki itu. Laki-laki yang sekarang statusnya sudah menjadi suami sepupuku.

Dan hal pertama yang ibu lakukan saat aku selsaai bercerita adalah, menghempaskan tubuhnya lemas ke atas sofa ruang tamu, sembari menghembuskan nafasnya panjang.

Aku menggretakkan kukuku dengan sangat gugup ketika melihat raut muka ibu yang tidak bisa ku tebak.

"Ibu," Kataku.

Ibu menghembuskan nafasnya lagi, ia memegang keningya kemudian ia mentap ke arahku.

"Masuk akal."

"Apa?" tanyaku.

"Sekarang semua masuk akal. Alasan kenapa kamu ke sini dan meninggalkan semua hal di Jakarta. Alasan kenapa kamu terlihat sangat sedih. Dan juga alasan kenapa kamu menangis di hari pernikanan Mitha,"

"..." Aku menundukan kepalaku. Melihat ke arah jemariku yang sedang menggretakan kuku.

"Apakah kamu masih berhubungan dengan dia?" Tanya ibuku.

Aku menggeleng.

"Lalu kenapa ibunya bisa ke sini?"

"I don't know,"

"Seberapa jauh, hubungan kamu dengannya dulu?"

Aku meremas bajuku "Far," bisikku

Ibu menghembuskan nafasnya sangat panjang "For God sake, Jovelyn," bisik ibuku tidak habis fikir.

Aku memejamkan mataku "aku enggak bermaksud untuk mengganggu hubungan Mitha Bu. Aku enggak serendah itu, aku cuman-"

Ibu bangkit dari duduknya lalu ia segera memeluk tubuhku erat "i know you're not that kind of girl, Jovelyn. You're my girl,"

"Ibu..." Rengekku

Aku memeluk tubuh ibuku sembari memejamkan mataku, menahan sekuat tenaga agar aku tidak menangis "Ibu, aku minta maaf,"

Ibu menepuk-nepuk pelan tubuhku sembari berbisik "it's oke, it's oke Jovelyn. Kamu tidak harus meminta maaf dan menyalahkan diri kamu sendiri. Kamu dan dia melakukan ini bersama-sama, dia juga salah."

MalfeliĉaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang