Dae Tanjung

Capek banget kek mo meninggal

Karena cerita mu menarik jadi ku follow hehe,, semangat terus ya buat ceritanya

Cerita ini harusnya jadi cerita fantasi brothership biasa yg ringan, tapi keknya aku emang ga bisa bikin yg ringan2, cerita ini ngambil inspirasi dari tragedi moral di Afghanistan yang muncul akibat kemiskinan, toxic masculine dan penyelewengan syariat agama.
          
          
          
          https://www.wattpad.com/story/369647369?utm_source=android&utm_medium=link&utm_content=share_reading&wp_page=reading&wp_uname=Dae_Tanjung

Sebuah cerita selingan hehehehe
          
          
          https://www.wattpad.com/story/369647369?utm_source=android&utm_medium=link&utm_content=story_info&wp_page=story_details_button&wp_uname=Dae_Tanjung
          

️️

Thor kalo boleh jujur ceritamu keren bgtt, aku sudah byk membaca judul dr cerita wattpad dan aku akui ceritamu bagusss bgt, ini beda dr cerita brothership yg lain, malahan dibanding ke brothership ini terkesan seperti penggambaran pada suatu negara yg tentu nya kita ketahui negara apa itu, hahaha
          Mungkin karena terlalu bagus aku berpikir kamu seorang mahasiswa?? 
          

Up? 

Kecacatan berpikir adalah ketika manusia menganggap eksploitasi alam tidak berdampak bagi hidupnya. Setiap spesies makhluk hidup maupun yang mati memiliki peran dalam menopang bumi untuk layak dihuni. Sayangnya, ketidak tahuan dan ketidak ingin tahuan membuat lembaran uang lebih bernilai dari keseimbangan ekosistem.
          
          Ketika hewan lapar membunuh manusia, itu adalah kejahatan besar, ditayangkan berita di berbagai media. Tapi ketika jutaan hewan dibantai, maka semua orang diam dan berlalu, lebih buruk, mereka menganggap ini adalah hiburan.
          
          Lalu, apa yang membuat manusia menjadi lebih baik dari hewan?
          
          Ketika akal yang diberikan dan hanya digunakan untuk memenuhi hasrat berkuasa atas harta dan sesamanya.

Pancasila masih utopia untuk negeri dimana orang-orang berkuasa berada di atas undang-undang.

Dia kira, dia akan hidup ribuan tahun, sakit pun tak menghentikan jiwanya mencintai. Seutas cinta tanpa ikatan janji pada tuhan, memang berapa harganya? Seutas cinta dibalik rumah yang dibangun berlatar legal hukum, memang berapa harganya?
          
          Si Gadis Kecil dibalik dinding termangu kosong, ia kira waktu telah berjalan belasan tahun, nyatanya, waktu berhenti di sekelilingnya. Ia tak pernah beranjak, masih setia menjadi pendengar sahutan tuduhan, pembelaan dan manipulasi. 
          
          Tak ada yang berbeda, masih sama, masih diam, yang berbeda hanya gelarnya yang sebentar lagi sarjana. Sekedar kesadaran tipis tak mengubah apapun, rumah yang dibangun di atas pondasi tak kokoh memang tak pernah bisa diharapkan berdiri megah. Kerangkanya pun sama saja, penuh bolong, retak dan sambungan berbidai dari kain lusuh.
          
          Tak heran, jika mimpi Si Gadis Kecil digantungkan pada angan yang tak pernah menapak tanah. Terlalu tinggi kata si ibu, terlalu rendah bagi Si Gadis Kecil.
          
          Sayangnya, mimpi tinggi dan luka jiwa tak mampu ditahan oleh tubuhnya. 
          
          "Terlalu Rungkih!" Maki Si Gadis Kecil.
          
          Butuh berapa banyak pil obat untuk menenangkan pikirannya? Satu? Dua? Tiga? Empat? Sayangnya, penenang membuat tangan yang ia gunakan bekerja tak terkendali geraknya.
          
          Marahnya dipandang gila oleh orang-orang yang membuat pikirannya tak menapak. Mimpinya dikata terlalu tinggi oleh orang yang ingin ia ajak terbang bersama. Dan diamnya, dianggap kemarahan yang terus dipertanyakan.
          
          Dunia ini terlalu abu-abu untuk ia yang suka menorehkan banyak warna.