Chapter 2 (New Version)

31.5K 1.8K 18
                                    


Jakarta, 15 Maret 2015. 01.30 WIB

Suara musik yang begitu memekakkan telinga membuat Kenzano mendesis dan kembali meneguk minumannya.

Dia menyetir dan cukup tahu diri untuk tidak meminum minuman beralkohol, jika tidak ingin berakhir di kamar mayat saat pulang nanti dan menimbulkan pesta besar bagi para musuh-musuhnya yang sangat terobsesi menginginkan kematiannya.

Sudah bukan rahasia umum lagi jika Kenzano yang sangat ditakuti dan disegani di mana pun dia berada itu memiliki banyak musuh yang menginginkan kejatuhan, keterpurukan dan yang paling penting kematiannya. Karenanya, Kenzano lebih memilih aman dengan hanya meminum coca-cola, walaupun dia sangat ingin menenggak vodka atau semacamnya.

Pikirannya bercabang dan dia sangat membutuhkan jenis minuman seperti vodka dan kawan-kawannya agar pikirannya bisa sedikit lebih tenang dan rileks. Konyol dan tolol memang, karena Kenzano memiliki pemikiran dangkal seperti itu.

Suara teriakan yang begitu nyaring dan berada tak jauh di dekatnya itu membuat Ken, begitu dia kerap disapa, menoleh. Ken menaikkan satu alisnya dan mendengus seraya menggelengkan kepala. Memuakkan, itulah satu kata yang melintas di benaknya saat ini. Dia sedang malas berkelahi atau meladeni orang-orang berotak dangkal yang bisanya hanya mengganggu ketenangan orang lain saja.

Tapi, pemandangan yang terjadi tak jauh di dekatnya itu membuat darahnya mendidih.

Ken kemudian mendapati diri sedang kehausan. Haus akan darah dan lapar akan teriakkan penuh permohonan dari orang-orang yang akan dihajarnya beberapa saat lagi itu. Karenanya, begitu Ken kembali menenggak coca-colanya—kali ini sampai tandas—cowok berkacamata itu turun dari tempat yang sejak tadi didudukinya dengan tenang, berjalan dengan angkuh ke arah kegaduhan yang diciptakan oleh seorang cewek berambut panjang bergelombang yang mengenakan topi bisbol berwarna hijau tosca tersebut dan menjulangkan tubuhnya di belakang ketiga pria besar yang sedang menyentuh cewek bertopi itu.

Sadar jika Ken berhasil mendapatkan perhatian seutuhnya dari cewek bertopi bisbol itu, Ken menyunggingkan seulas senyum miring. Senyum yang begitu angkuh, kejam, dingin dan terkesan... misterius. Senyum yang lebih menyerupai seringaian. Senyum yang selalu membuat orang-orang di kampusnya lebih memilih untuk pergi dan menjauh dari Ken, jika tidak ingin mendapatkan kutukan atau bahkan lebih parah lagi, dicabut nyawanya secara paksa oleh cowok tersebut.

Ini adalah kali pertama Ken menemukan seseorang yang tidak terintimidasi bahkan tidak takut sama sekali dengan senyuman miliknya yang katanya sangat menakutkan itu. Ken menyipitkan mata, berusaha menajamkan penglihatannya karena pencahayaan kelab malam tersebut yang memang remang-remang.

Belum lagi sang DJ semakin bersemangat memasang lagu yang begitu menghentak jantung, membuat siapa saja yang memiliki riwayat penyakit jantung pasti akan langsung 'lewat' tanpa sempat menghitung berapa besar dosa atau pahala yang mereka miliki.

Benar. Cewek itu rupanya balas menatapnya dengan lantang dan tegas. Pakaiannya hanya berupa kaus lengan panjang dengan gambar anak kucing pada bagian tengahnya yang dipadu dengan celana jeans gelap. Harusnya, cewek bertopi bisbol ini tidak datang ke kelab malam. Cewek itu sudah salah tempat.

Maksud Ken, lihat saja semua penampilan cewek yang ada di kelab malam ini. Pakaian yang melekat di tubuh mereka adalah pakaian-pakaian minim alias pakaian kurang bahan semua!

"Woi!"

Teriakan Ken yang keras terdengar langsung oleh ketiga pria bertubuh kekar tersebut karena Ken melakukannya tepat di belakang ketiga kepala mereka. Otomatis, ketiganya menoleh dan menatap tidak senang pada Ken yang semakin memperlihatkan seringaiannya.

THE SWEET ANGEL OF DEATH (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now