1 - Dewi yang Hilang

89 8 0
                                    

Ridea Lovata Gea adalah gadis yang cantik. Dari namanya, Dea berarti dewi. Dia gadis yang membuat orang akan menontonnya dua kali dengan terperangah, menerka satu per satu bagian dari wajahnya dan bertanya-tanya apa yang membuatnya jadi begitu cantik. Rambutnya lurus, panjang dan berwarna hitam. Rahangnya kecil dan dia punya lesung pipit di pipi kanannya. Matanya lembut dan setiap kali tersenyum orang pasti dibuatnya jatuh hati. Tidak ada satu orang pun yang berpikir buruk soalnya, yang ada dia hanya dipenuhi empati. Itulah yang terjadi di seluruh negri ini saat gadis itu dinyatakan menghilang.

Semua kehebohan bermula semenjak seorang ibu mendatangi kantor polisi sambil menangis tersedu-sedu enam bulan yang lalu. Tengah malam, dua orang reporter begadang di sana demi mendapatkan sesuap berita tampak masih tak begitu tertarik. Ibu itu mendatangi polisi yang paling gemuk dan bau di sana, sedang mencoba menghabiskan semangkuk mie yang tampak seperti berisi tiga porsi dengan saus sambal berlimpah.

Ibu itu bicara di antara isakannya, "anakku menghilang, dia tidak pulang ke rumah," begitu katanya. Si polisi duduk dengan kaki mengangkang menatap sinis dan mulai menulis.

"Sejak kapan tepatnya dia tidak pulang?"

"Tiga tahun.”

Maya, reporter yang baru mendapatkan kontrak tetap, berada di sana sedang mengenakan topi barunya yang ingin dia pamerkan karena ia beli dari gaji bulanannya. Sedang rekan kerjanya, laki-laki berambut keriting dan dicat oranye, Bisma, sedang sibuk mengirim pesan mungkin untuk pacar barunya.

Si polisi menatap sebentar kemudian kembali menulis, "di mana terakhir kali ibu melihatnya?"

"Aku tidak tahu, aku tidak ingat, tiga tahun itu tidak sebentar," ibu itu menjawab dengan kebingungan. Maya mendengarnya, dia selalu mendengar dengan jelas setiap obrolan orang lain, tapi dia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya menatap rekannya dan bertanya apa laki-laki itu punya seputung rokok baru.

"Apa ini pertama kalinya ibu melapor? Apa ibu tahu laporan untuk orang hilang adalah dua kali 24 jam?" tanya si polisi dengan mulut penuh, "apa ini lelucon?" kali ini dia meletakan pulpennya dan berhenti menulis.

"Tidak, bukan seperti itu, kamu tidak mengerti," dia masih terisak.

Polisi itu menggebrak meja tak sabaran. Dia tampak ingin sekali segera menghabiskan mie kuahnya agar bisa segera tidur di jam jaganya itu, "kelihatannya ibu mendatangi tempat yang salah, rumah sakit jiwa tidak jauh dari sini."

"Saya mohon, pak, saya mohon sekali, temukan anak gadis saya, selamatkan dia, selamatkan dia," ibu itu mulai menggoyang-goyangkan tangannya dengan wajah kepayahan.

"Hanya Tuhan yang bisa menolongnya.” Tubuh ibu itu meluruh ke lantai menatap kosong di sana dalam waktu yang lama tanpa bisa berpikir lagi ke mana arah dia bisa pulang.

Dan Maya, reporter di puncak karirnya, ia juga berpikir hal yang sama. Banyak orang gila keluar masuk kantor polisi bahkan lebih banyak dari penjahat. Dia hanya tidak percaya bahwa berita semacam itu bisa menggoncang seisi negeri lebih lama dari berita pejabat yang korupsi milyaran rupiah.

Bisma, yang seharusnya menemaninya lebih lama tampak mulai bosan mendengar cerita Maya soal hal-hal yang tidak penting. Bagaimana tidak, Maya harus menghabiskan jatah bicara 20.000 kata-nya sehari. Dia berbicara soal kreditnya yang macet dan ponsel baru yang tidak bisa dia lunasi.

“Aku ke kamar mandi sebentar,” ucap Bisma menghentikan Maya di sela-sela dia bicara. Sekali lagi Bisma mengecek ponselnya dan membuat Maya sewot, Maya hanya tahu ke kamar mandi hanya alasan Bisma bisa menghabiskan waktu lebih banyak dengan ponselnya itu.

Lebih karena tak tahu lagi harus menghabiskan waktunya dengan apa, Maya meragukan juga soal rasa kemanusiaan di dalam dirinya. Dia mendatangi sang ibu itu, membantunya berdiri dari tempatnya. Maya bahkan memberikan tatapan sengit ke salah satu polisi di sana tanpa bicara apa-apa.

Enigma: Dewi yang HilangWhere stories live. Discover now