5. Mencari Sebuah Perhatian

133 9 3
                                    

Alden tidak masuk sekolah.

Entah cowok itu hanya bolos semua pelajaran atau memang tidak datang ke sekolah, Jia tak tahu—dan tak mau tahu. Ia hanya senang bangku di sebelahnya kosong. Walau tak jarang mendapatkan pertanyaan dari guru mengenai teman sebangkunya. Beginilah hukum teman sebangku. Jika murid tidak hadir, maka teman sebangkunya-lah yang ditanya.

Kantin di jam istirahat pertama selalu padat. Meja-meja sudah terisi. Sekai dan Jia dengan nampan berisi makan siang mereka tampak bingung mencari meja yang kosong. Nihil.

"Kita makan di luar aja, Kai. Di kantin yang di luar," usul Jia. Namun Sekai tampaknya enggan. Cowok itu malah berjalan ke arah salah satu meja. Jia mengikuti.

Sekai menuju meja yang ditempati oleh Kinal, teman sebangkunya di kelas. Gadis berambut lurus tanpa poni itu duduk sendirian. Tiga buah kursi di meja itu masih kosong.

"Kita boleh duduk di sini, Nal?" tanya Sekai.

Kinal melirik dari nasi gorengnya. Aura dinginnya sangat terasa.

Jia menarik ujung lengan kemeja Sekai. Mengisyaratkan kalau sebaiknya mereka pergi ke tempat lain saja. Tapi Sekai tampaknya bersikeras mereka makan bersama Kinal. Entah untuk alasan apa.

Sekai meletakkan nampan berisi roti isi dan es lemonnya di atas meja itu. Kinal melirik ke sana lalu memilih tak peduli.

Jia takut-takut untuk ikut duduk, tapi Sekai memaksanya duduk. Cowok itu tampak tersenyum dan menyuruhnya makan. Gadis itu melihat ke arah Kinal. Ketidakpedulian Kinal harusnya menandakan kalau ia tidak senang dengan kehadiran mereka.

"Temen sekelas harusnya saling akrab," ucap Sekai, dengan santainya sambil membuka kertas yang membungkus sedotan.

Kinal tak menyahut. Sepertinya yang ada dalam pikiran gadis itu hanyalah menyelesaikan makan siangnya lalu kembali ke kelas.

Kinal memang penyendiri. Semua orang berpikir begitu tentangnya. Gadis itu tak pernah terlihat bersama orang lain sejak masuk sekolah. Ia jarang bicara. Hanya akan bicara kalau perlu, dan kalau guru bertanya padanya.

Sikap tertutup dan dingin Kinal tentu saja membuat Jia tidak nyaman. Ia pelan-pelan menyantap roti isinya sembari sesekali melihat Sekai.

"Ada kursi kosong! Gue gabung di sini ya..." tahu-tahu suara nyaring terdengar ke arah meja mereka.

Tobi tampak dengan senyum sumringah. Di tangannya terdapat nampan dengan bakso dan es teh. Namun saat ia akan mendapatkan kursi kosong itu, Alin malah menerobos dan merebutnya.

Tobi melotot tak senang. "Hei, Lin. Itu kursi gue duluan yang booking!" protesnya.

"Wakil ketua kelas, harus ngalah sama ketua kelas." Alin duduk dan mulai membuka kotak makan siangnya. Ia datang ke kantin hanya membeli teh hangat untuk melengkapi bekal makan siangnya berupa roti selai kacang.

"Hei, nggak ada peraturan tertulis kayak gitu ya. Lo jangan ngarang. Awas! Itu kursi gue!"

Meja mereka jadi berisik karena kehadiran dua orang ini.

Jia memperhatikan Kinal lagi. Masih tak peduli, tapi siapa yang tahu apa yang ada dalam pikirannya. Jia sedang membayangkan kalau Kinal akan membanting piring atau gelasnya karena kesal.

"Mentang-mentang ketua kelas, lo semena-mena sama gue ya. Awas aja di kesempatan berikutnya, kalo gue jadi ketua kelas, gue bakal balas kelakuan lo!" Tobi melihat kursi kosong di salah satu meja yang terisi. Ia meletakkan nampannya di sebelah makanan Alin. Lalu menarik kursi dari meja lain. Tampaknya ia bersikeras untuk duduk di dekat Alin. Mungkin berniat mengintimidasinya.

LOOKING FOR MOONLIGHTWhere stories live. Discover now