Chapter 4: Semuanya Tidak Berguna

5.4K 532 287
                                    

Nasibku tamat.

Seberapa cepat pun aku menulisnya, aku tidak yakin semua ini akan selesai dalam sepuluh menit. Lagipula, ini PR kapan? Dua hari lalu? Aku di UKS seharian sampai pulang, mana aku tau ada PR! Seandainya aku tidak menguping pembicaraan yang lain, aku bahkan tidak mengetahui eksistensinya. PR Bahasa Indonesia, essay lima soal tentang unsur instrinsik cerita.

Ah sial, dari dulu aku tidak pernah paham dengan pelajaran yang satu ini. Apa pun jawaban yang kuberikan, aku tidak akan pernah yakin jawaban itu benar. Beda guru bisa memberikan jawaban yang berbeda untuk soal yang sama. Siapa yang menciptakan pelajaran yang tidak konsisten seperti ini? Aku ingin protes pada pendahuluku.

Aku menyerah. Siapa juga yang mau mengerjakan PR tidak berguna ini. Palingan juga seperti PR-PR lainnya yang diberikan tanpa diminta dikumpulkan. Kalaupun dikumpulkan, Bu Eri bukan guru yang akan memberikan hukuman berat pada muridnya. Aku hanya akan kehilangan beberapa nilai di rapotku. Angka seperti itu tidak berarti apa-apa untukku.

"Pagi, Heri! Oh, lagi ngerjakan PR Bahasa Indonesia?"

Suara itu datang dari kursi di sampingku. Si Gadis Kacang Canaria, yang datang tepat beberapa menit sebelum bel berbunyi, dengan santainya dia duduk dan menaruh tasnya di samping kursi.

"Tumben telat," komentarku yang merasa aneh dengan keterlambatannya yang tidak biasa.

"Salah siapa yang bikin orang gak tidur semalaman?"

Aku tidak tau bagaimana orang-orang di sekitar yang mendengar ucapannya menginterpretasikan kalimat tersebut, tapi dari gelagat mereka yang berbisik-bisik curiga, aku yakin mereka salah paham.

"Nih, sudah sampai pembahasan, tapi detailnya kau bikin sendiri, yang paham penelitianmu cuman kau sendiri." Dia menyerahkan sebuah flashdisk berisi data laporan penelitian.

Apa yang dia maksud bikin tidak tidur semalaman adalah ini. Setelah kurekrut sebagai anggota tim, selain berperan sebagai kelinci percobaan dia juga kutugasi menyusun laporan. Dibandingkan aku dan Nik, dia punya pengetahuan dalam tulis-menulis yang baku seperti apa. Aku memang berkata penolakan tidak kuterima saat merekrutnya, siapa sangka dia menerimanya begitu saja dan bahkan bekerja dengan sangat baik.

Aku segera mengambil flashdisk yang dia berikan kemudian menyimpannya bersama buku PR Bahasa Indonesia ke dalam tasku. Aku harus menyingkirkan barang bukti untuk bisa menggunakan alasan "Buku saya ketinggalan" jika nanti Bu Eri bertanya kenapa aku tidak mengumpulkan PR.

"Loh, kau tidak menyelesaikan PR-mu?" si Kacang menceletuk.

"Tidak penting, palingan cuman hilang beberapa nilai," jawabku tak peduli.

"Katanya di kelas IPA 2 ada yang dibawa ke BK karena gak ngerjakan PR dari Bu Eri loh. Di ruang BK disuruh nulis kalimat 'Saya berjanji tidak akan lupa PR lagi' sampai kertas double folio terisi penuh. Tulisan harus bagus bisa dibaca, ukuran font semua harus sama, gak boleh ada coretan, atau nggak ngulang di kertas baru. Katanya dia baru bisa pulang sehabis maghrib."

Eh? Sejak kapan Bu Eri jadi sekejam itu? Dari kelas 11 aku diajar Bahasa Indonesia oleh beliau, sekali pun tidak pernah dipermasalahkan kalau kelupaan mengerjakan PR. Apakah Bu Eri telah berubah?

Aku meneguk ludahku. Maunya aku meragukan rumor tanpa bukti yang dikatakan si Kacang, tapi jika rumor itu sedikit saja benar, aku akan terjebak di sekolah ini semalaman. Aku sadar diri kalau tulisanku jelek, karena itu lebih baik menghindari hukuman semacam ini.

Aku menatap si Kacang dengan wajah yang datar. Sebisa mungkin aku tidak ingin membuat dia curiga. Ketika perhatiannya teralihkan, tanganku bergerak melesat cepat ke tasnya yang di samping kursi.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 30, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

L.O.LWhere stories live. Discover now