2. Ruang Tengah dan Aquarium

2K 207 54
                                    

Iron langsung mencelupkan kakinya ke kolam renang setiba di rumahku. Kolam renang itu terletak di ruang tengah, dikelilingi oleh kaca-kaca berstiker kelabu kotak-kotak. Kami jarang menggunakan kolam renang ini untuk berenang apalagi mandi. Soalnya lokasi kolam renang tersebut di tengah ruangan. Kalau ada yang mengintip, kan repot.

Aku menyusul untuk merendam kaki di air kolam. Enak dan melegakan.

"Ibumu, Bibi Arum, mana Ris?"

Aku yang sudah berdiri setelah beberapa saat merendam kaki berhenti sejenak. "Kerja kali, Ron. Kayak biasa lah." Aku meletakkan tas ke atas kursi, lalu berjalan menuju kulkas.

"Kulkasnya jangan buka lama-lama," seru Iron, "nanti CFC-nya merusak ozon."

Aku mendesah lalu menutup pintu kulkas. Melanjutkan minumku yang terhenti. "Iya, iya. Tau kok. Lagian, kan cuma bentar aja aku buka kulkasnya. Cuma mau minum sama nyari cemilan."

"Tetap aja, Ris. Apapaun alasannya tindakan yang kamu lakuin barusan tetap akan membawa dampak bagi bumi. Nanti kamu menyesal, lho."

Iya, aku tahu. CFC atau Chlorofluorocarbon adalah senyawa organik yang kalau di masyarakat awam sering disebut freon. Fungsinya ya sebagai pendingin, karena CFC ini berwujud gas. CFC juga aman untuk dihirup karena tidak beracun. Selain itu CFC juga stabil. Saking stabilnya CFC ini sulit terurai saat menembus lapisan atmosfer bumi. Tiba di lapisan stratosfer, CFC akan bereaksi dengan ozon, terus lapisan ozon akan menipis. Berbeda dengan gas lain semacam karbon monoksida. Walaupun beracun dan dapat berpengaruh terhadap lapisan ozon, gas CO lebih mudah terurai.

Intinya, aku paham mengenai hal ini. Tapi membuka kulkas sebentar aku rasa tidak masalah, kan?

"Nyalain AC juga bahaya. Masih aja dinyalain," jawab aku santai. Aku memang tidak mau mengalah kadang-kadang. "Udahlah Ron, jangan ngurusin aku. Urus aja nilai kamu yang nol itu. Ngetik doang bisa heng gitu komputer sekolah," celetukku lagi.

Kalau suasana hatiku sedang panas, ditambah di luar juga panas, aku suka ngomong seperti itu. Pedas dan menyakitkan, terkadang.

Iron terdiam. Sedangkan aku menyeret kaki menuju kamar untuk berganti pakaian.

Aku tidak suka diatur-atur oleh siapapun.

***

Sore harinya hujan deras. Aku tertidur pulas di kamar dengan memeluk erat selimut Liverpool. Aku sungguh mengantuk hingga lupa niat awalku ingin mengerjakan tugas bersama Iron.

Aku menarik tangan ke atas seraya menguap. Mataku menangkap jarum jam yang menunjukkan pukul empat sore. Sambil mengucek-ucek mata, aku beranjak dari kasur dan mulai melangkah untuk keluar kamar.

Pemandangan pertama yang kudapatkan adalah Iron yang sedang memberi makan ikan koi di aqurium. Dia tertawa-tawa dan tersenyum sendiri seperti orang gila.

"Udah bangun Ris?"

Aku hanya berdehem untuk kemudian berbelok menuju washtafel. Aku membasuh wajahku agar terlihat segar. "Belom pulang?"

"Belom. Kan masih ada tugas yang harus kita kerjain. Kapan ngerjainnya, Ris? Sekarang?"

Aku menjawab, "hmmm, terserah."

Menit-menit berikutnya lebih banyak kami habiskan di ruang tengah rumahku, di sebelah kolam renang. Kami dengan leluasa melihat air yang jatuh di permukaan air kolam renang.

"Budidaya ikan koi." Aku mendiktekan kalimat awal untuk tugas laporan kami. Tugas ini baru diberikan semalam, dan kami langsung mengerjakannya hari ini.

Kami mendeskripsikan tentang langkah awal budidaya. Mulai dari pemilihan bibit hingga cara mengawini antara yang jantan dan yang betina.

Pukul tujuh malam, kami berhasil menyelesaikan tugas kami. Tinggal satu hal lagi yang belum, yaitu mencetak laporan. Itu urusan mudah, bisa kapan-kapan.

"Kami mau ajak Kesa makan malam, ya. Jam delapan barangkali." Aku menelepon Bibi Maya, istri dari Paman Zul. Sejak lama Kesa ingin diajak makan malam di luar, tetapi kami selalu sibuk. Alhasil, berhubung tugas kami sudah kelar sekarang, kami berkeinginan untuk membawa Kesa makan malam. "Oke."

Aku mandi selama beberapa menit—setelah dari sore belum mandi. Lalu secara bergilian Iron lagi yang mandi. Ibu dan ayahku juga sudah pulang sejak sejam yang lalu.

Setelah siap, aku segera mengambil kunci sepeda yang digembok di garasi. Sepeda itu mirip mobil kecil tetapi tenaganya menggunakan tenaga manusia, bukan bahan bakar fosil.

"Pakai mobil aja, Ris. Udah malem gini, sepeda ga ada lampunya."

"Nanti mencemari lingkungan lagi, merusak ozon dan segala macam. Lagian lebih seru pakai sepeda lagi."

Iron mengangguk. "Ya udah."

Butuh waktu 15 menit untuk kami tiba di rumah Paman Zul. Kalau jalan kaki bisa lebih lama. Mungkin sekitar 25 menit.

Tiba di rumah Paman Zul yang bisa dibilang cukup besar, kami langsung masuk ke ruang keluarga mereka. Kesa sedang dibedakin oleh ibunya, Bibi Maya.

"Eh Abang," sapa Kesa tersenyum. Dia tahu kalau mau kami ajak makan. Soalnya pas tadi mau bilang, yang angkat teleponnya Kesa.

"Cailah, tebalnya bedak," goda Iron. "Gak bisa dibawa ni kayaknya kalau begini. Nanti dikira orang ini bukan anak kecil, ini klepon dikiranya."

Bibir Kesa mencebik, dia seolah mengadu kepada ibunya. "Ma?"

Bibi Maya masih asyik meratakan bedak di wajah Kesa. "Abang Iron bohong. Ya kan Bang? Bohong kan kamu? Biar nanti Mama cubit Abang Iron-nya," bela Bibi Maya. Kesa menjulurkan lidah sambil membuat telinga dari kedua tangannya. Iron yang usil tidak mau kalah. Dia malah memasang wajah ala monster yang membuat Kesa takut dan memeluk pinggang ibunya.

"Bang Iron, Ma," katanya. Sedangkan Bi Maya sudah berkutat untuk mengikat rambut Kesa yang lucu menggemaskan.

"Bibi sama Paman gak mau ikut?" tanyaku.

Bibi menggeleng tanpa bersuara, mulutnya sedang terkunci untuk menggigit ikat rambut karet yang akan ia pakaikan ke Kesa. "Mau ke rumah temen." Setelah gigitan itu dilepas barulah Bi Maya menjawab.

Setelah cantik, Kesa segera naik ke sepeda kami dengan dipangku olehku. Kebetulan kursi sepeda ini memang cuma ada dua, jadi Kesa harus dipangku.

Kami pun mulai melajukan sepeda sambil berpamitan kepada Bi Maya dan Paman Zul. Sepeda kami membelah suasana malam di kota, disiram oleh cahaya bulan dan angin berkesiur yang dingin.

Gedung-gedung tinggi tampak hidup dengan lampu-lampu yang menyala.

Malam ini adalah malam paling berkesan dalam hidup kami.

***

Warning. Haiiiii, voment ya????

My Lost Earth (Uneditted Vers)Where stories live. Discover now