SoH - 29. Tertipu

453 37 1
                                    

Hening mencekam berlangsung cukup lama. Merlin dan Bam saling melotot tanpa mau kalah. Berusaha mendominasi lawan dan memenangkan perang dingin ini.

Sementara Hotaru, yang berada di seberang sambungan telepon, menunggu dengan sabar jawaban dari Merlin. Menjauhi Bam dan mendengar jawaban darinya, atau menghukum Bam yang menyentuh propertinya sehingga semakin memperkeruh situasi.

"Pergi, Nak," kata Merlin pada akhirnya.

Bam hendak membantah, namun Hotaru segera menyela.

"Dengarkan dia, Bam. Tidak perlu mendebatnya lagi. Kupastikan dia tidak akan berani menyakitimu ataupun Ryu."

Dengan sedikit dongkol, Bam menyerahkan gagang telepon kepada Merlin dan meninggalkan ruangan dengan kasar.

Setelah memastikan Bam pergi cukup lama, Merlin melanjutkan percakapannya dengan Hotaru.

"Sepertinya kau tidak terkejut mengetahui aku masih hidup."

"Kau akan lebih terkejut mengetahui sejauh apa yang kutahu," ujar Hotaru.

Genggaman Merlin pada gagang telepon menguat hingga buku-buku jarinya memutih. Ekspresi wajahhya mengeras. Pernyataan Hotaru jelas membuatnya gelisah.

"Sejauh apa?"

"Sejauh niatmu yang berniat memanfaatkan Ryu dan Freya untuk menangkap tikus kotor yang bersembunyi," jawab Hotaru tanpa ragu.

Merlin mendegus. Hotaru mengetahui semua rencananya.

"Impressive," puji Merlin hambar. "Apakah Isaac tahu? Apa yang akan kau lakukan? Mengumumkan pada dunia pewaris sah Laniana masih hidup agar esoknya hanya menyisakan nama?"

"Jika Isaac tahu maka saat ini kau sedang dipukuli olehnya, bukan berbicara padaku," samar-samar tawa kecil Hotaru terdengar, "saranmu cukup menarik. Mati dua kali tidak buruk. Mengingat rencana licikmu pada putra putriku."

"Ampuni aku," Merlin melembutkan nada suaranya, "kau ingin aku bagaimana?"

---**---

Freya menaikkan selimut sedikit ke atas, membiarkan kain berwarna biru langit itu menutupi anak-anaknya dengan sempurna. Mencegah udara dingin dari salju beku menggigit kulit rapuh buah hatinya.

Ryu duduk tidak jauh dari sisinya. Freya dapat merasakan tatapan menusuk di punggungnya. Setelah berusaha mengulur-ulur waktu, kini ia tidak dapat mengelak lagi. Waktunya sudah tiba. Waktu penghakiman dari Ryu.

"I was wrong," kata Freya memelas, ia memberanikan diri untuk membalikkan badan.

"Nay." Ryu membelai pipi Freya dengan lembut, jemarinya berhenti tepat di bibir Freya dan mengusapnya. "Akulah yang bersalah. Seharusnya aku tahu bahwa saat itu satu-satunya cara untuk melindungimu adalah dengan mematahkan kakimu. Jadi kau tidak melakukan hal idiot seperti menemui William." Ryu mengakhiri perkataannya dengan senyum.

Meskipun Freya sudah sering melihat ekspresi kelam Ryu, ketika hal itu ditujukan padanya, ia tidak bisa mengendalikan rasa takutnya. Ada kilat kemarahan dalam netra biru langit itu.

"Gagasan itu sungguh menggoda hingga kini," sambung Ryu, kini kesedihan menggantikan kilat kemarahan, "tapi kau tidak akan tersenyum dengan cara yang sama lagi padaku. Dan aku tidak akan pernah sanggup menghadapinya. Tidak banyak pilihan yang tersisa untukku. Aku hanya bisa menderita, bukan?"

Freya menangis.

Alih-alih bersuara dan mengeluarkan pendapat dengan rasional, airmata berjatuhan dari sudut matanya.

Secret of Heart - RevealedWhere stories live. Discover now