1.2 - Andini

4.1K 570 45
                                    

"Kenapa lagi sih nih cewek?" gumam Barra, memandangi isi chat dari Feby di layar ponselnya. Malas berpikir, dia memasukkan ponsel ke dalam tas lalu segera bangkit dari bangkunya.

Bel pulang sudah berbunyi beberapa saat lalu, sebagian temannya sudah menghilang dari posisi. Barra yang tadi khilaf mengkhayal, baru tersadar ketika mendengar keributan teman-temannya yang meninggalkan meja masing-masing.

"Si Feby kenapa tiba-tiba pengin pulang bareng gue?"

Andini berbicara kepada Barra yang melewati mejanya. Gadis itu segera bangkit dan mengiringi Barra menuju pintu kelas. Mata dan tangannya sedang fokus pada ponsel, hingga kalau tidak ada Barra yang menahan pundaknya, Andini sudah akan menabrak pintu kelas.

Barra tidak kaget dengan sikap cuek alias teledor Andini. Sudah biasa. "Lah, ini dia nge-chat gue, hari ini nggak nebeng, katanya."

"Kenapa?" tanya Andini. Fokusnya beralih pada cermin berukuran sedang yang tertempel di samping pintu kelas. Mulai sibuk merapikan helaian rambutnya sambil mengambil lip tint di dalam tas untuk dioleskan ke bibir.

"Nggak ngerti," sahut Barra, sebelum menggeleng melihat Andini yang sudah seperti mau pergi ke acara saja, padahal mau pulang ke rumah. "Lo urus, deh. Gue duluan," ujarnya, bersiap keluar dari pintu kelas. Baru sadar, ternyata hanya tersisa mereka berdua di kelas tersebut.

"Eits, enak aja!" cegah Andini, menarik seragam bagian belakang milik Barra, membuat cowok itu terpaksa menghentikan langkah. "Gue mau nge-date dulu, nggak langsung pulang. Nggak bakal bisa ngajak Feby."

Barra menggaruk belakang lehernya, mulai kesal tapi bingung. Dia malas repot. Feby yang tidak mau pulang dengannya, kenapa harus dia yang sibuk mengurusi alasannya. Tapi kalau Barra abai terhadap keselamatan Feby, dia juga yang akan kena semprot mamanya.

"Udah, lah. Samperin aja dulu tuh anak," gerutu Barra, malas berdebat dengan Andini. Tidak ingin mendengar sahutan lagi, Barra melangkah cepat meninggalkan gadis itu yang mengekorinya menuju kelas Feby.

"Andiiin!"

Barra yang duluan mendatangi dan siap bertanya, malah Andini yang lebih dulu disambut oleh Feby. Gadis itu bahkan melewatinya begitu saja tanpa menoleh. "Ck! Cewek-cewek nggak tahu diri," gumamnya, tapi tidak berani keras-keras.

"Apaan, sih?" Malas-malasan, Andini membiarkan Feby memeluknya seperti anak kecil.

"Gue mau nebeng Barra, tapi nggak dibolehin," adu Feby, terdengar sangat mengeluh.

Andini menaikkan alis, menatap Barra. Cowok itu mengangkat bahu tanda kalau dia juga tidak tahu-menahu maksud aduan Feby.

"Siapa yang nggak ngebolehin?" tanya Andini dengan sabar, melepas pelukan Feby.

"Kakaknya Rafka, tuh! Rese banget!"

Jawaban Feby membuat Andini dan Barra kembali bertatapan, lalu tidak lama keduanya terkekeh geli. "Berarti harus diturutin, kalo nggak mau celaka," ujar Andini, mulai iseng.

"Makanya!" seru Feby, semakin menunjukkan kekesalannya. "Kalau gue ngelawan, nanti makin dipepetin, terus dimacem-macemin. Makin serem aja tuh cowok!"

Barra tertawa, diikuti Andini yang juga tidak bisa menahan tawanya. Sahutan iseng Andini malah dianggap serius oleh Feby. Kalaupun larangan Reifan dilanggar, cowok itu mana mungkin akan menyakiti Feby. Secara Reifan sangat menyukai Feby. Paling yang kena sial nanti adalah Barra.

"Gue nggak bisa nganterin lo. Rian udah nungguin gue," kata Andini, selepas selesai dengan tawanya.

"Sekalian aja, deh. Lo bisa turunin gue depan kompleks. Gue bisa jalan sendiri ke rumah," tawar Feby, mengikuti Andini yang sudah berjalan meninggalkan area kelas.

Pernah MudaWhere stories live. Discover now