LUV | 4 - An Interlude

15 6 2
                                    

"Put, bangun. Enak banget tidur lo nyenyak gitu. Padahal semaleman lo mengganggu aktivitas gue. "

"Aduh, pagi-pagi ngapain nelpon? Kamu kan tinggal bangunin aku, Lan. Ada apa?"

Putri berjalan ke arah dapur mengambil segelas jus jeruk, "eh, kamu nggak pulang semalam?"

"Nggak usah cek kamar gue. Gue lagi di ... entar deh gue cari tau. Betewe, gue mau ngomong penting siang ini. Ketemuan di resto cepat saji seberang apartemen gue, ya. Brunch."

Langkah Putri terhenti di depan pintu kamar Lanya, setengah berbisik dia memutar balik dan menutup pintunya pelan, "Kamu gila nggak pulang? Kalo Mami nanya gimana?"

Ini malam ketiga Putri menginap di rumah Lanya. Sebenarnya, Putri lebih memilih menyewa apartemen Lanya saja sebagai tempat kerja sekaligus menginap sementara. Namun, Lanya menolak dengan alasan takut sarang cintanya tersucikan karena kehadiran Social Justice Warrior (SJW) macam Putri.

"Ah, Mami nggak bakal nyari gue selama ada lo. Bilang aja gue nginep di apartemen atau ada skejul moto malem-malem."

"Kamu numbalin aku, Lan."

Hembusan kasar Putri di ponsel terdengar Lanya. Dia tertawa.

"Ah, aduh, bentar. Put, pokoknya see you soon, ya. Jangan lupa. Be strong ... aah, shit sabar dong!"

Sambungan terputus. Menyisakan Putri di seberang sana dengan pikiran yang bergerilya ke mana-mana.

"Lo mending sekarang pake baju, terus keluar dari sini. Bentar lagi gue mau check out," Lanya berdiri menuju kamar mandi untuk membersihkan sisa pergumulannya tadi, "gak usah tanya nama, alamat, atau nomor hape gue. Tadi itu luar biasa dan gue seneng banget. Jangan lupa kunci pintu. Bye."

Dia tidak peduli dengan gerutu lelaki yang masih menginginkan dirinya. Lelaki yang dia temui di lorong saat hendak check out pagi ini menggoda imannya. Tanpa basa basi, Lanya menyodorkan dirinya terang-terangan. Dirinya masih butuh asupan bergizi tinggi sebelum kembali meyakinkan Putri untuk menerima bantuannya.

"Bukan salah body gue kalo mereka ketagihan. Ya kan?"

Lanya memandangi lekuk tubuhnya di depan cermin. Ada bekas memar samar di beberapa tempat. Dia tersenyum. Ini adalah cara Lanya untuk meningkatkan asupan serotonin demi berpikir lebih jernih dan terkontrol. Lanya suka sekali berburu lelaki untuk berkeringat nikmat. Tapi maaf saja, Lanya memandang dirinya tinggi. Dia nggak bakalan mau mengulang seks dengan orang yang sama kedua kalinya.

Putri sering protes dengan kelakuan Lanya. Setiap ada kesempatan Putri menjejali Lanya dengan petuah dan data statistik tentang penyakit seks menular. Malah terakhir kali, Putri mengaitkan kebiasaan one night stand-nya dengan laju inflasi negara saat ini. Namun itu semua dianggap lalu oleh Lanya. Lanya menjauhi komitmen karena jijik dan takut. Berbeda dengan Putri yang tidak berkomitmen karena prioritasnya bukan itu.

"Thank you, Me. You are gorgeous."

Usai mengecup pantulan dirinya di cermin, perlahan Lanya memasuki bathtub. Menikmati hangat balutan air untuk meredam lelah yang menggerogotinya pelan. Pandangan Lanya terpaku pada luka di pergelangan tangannya. Peristiwa di masa silam membayanginya kembali.

Masa di mana dia merasa seorang diri. Berada di tengah kemelut rumah tangga kedua orang tuanya. Mereka membanjiri Lanya dengan harta berlimpah, tetapi tidak dengan kasih sayang. Lanya kecil hidup disertai lontaran kekejian dan kebencian kedua orang tuanya satu sama lain.

Awalnya dia tidak tahu akar permasalahan hubungan kedua orang tuanya. Ketika Lanya beranjak remaja, baru dia menyadari kehadiran orang ketiga yang merusak keharmonisan rumah tangga Papi dan Mami. Perceraian keduanya membawa Lanya ke titik terendah kehidupannya. Lanya remaja berusaha mengakhiri hidup tanpa berpikir panjang. Lagipula siapa yang bakalan kehilangan dia di dunia ini?

LUVOSCOPYWhere stories live. Discover now