Spoiler Ending + Nathan jadi Cameo di KPP!

931 59 5
                                    

Hari-hari berikutnya dipaksa untuk berjalan seperti biasanya. Meski ada sebagian lubang yang terasa menganga di hatiku. Lubang yang aku yakin seiring berjalannya waktu pasti akan tertutup sendirinya. Aku kembali menjalani kewajibanku sebagai seorang istri dan juga seorang Ibu, hari itu akan menemani Raline ke luar kota. Dia akan mengikuti tes perkuliahan yang berlokasi di Jakarta. "Iya, Yah ... doain yaa aku bisa ngerjain soalnya. Iya nih aku sama Ibu. Oke, aman! Dah, Yah!" Raline melambaikan tangan pada ayahnya yang tidak bisa ikut karena pekerjaan.

Tentunya karena sudah ada aku juga yang menemani.

Apa aku sudah bilang bahwa hubunganku dengan suamiku pun tidak berjalan hangat? Dia selalu sibuk kerja, bahkan di sela waktu liburnya, dia hanya menghabiskan waktu dengan Raline, dia jarang ada waktu untukku.

"Yuk, lah, nanti telat," keluhku pada Raline. Sambil menggerutu dia terburu-buru memasukkan persiapannya ke dalam tas. Butuh waktu dua puluh menit bagi kami untuk berjalan menuju ke lobi hotel dan naik taksi. Kebetulan lokasi tesnya tidak jauh dari hotel tempat kami menginap.

"Inget nanti baca doa dulu, sini Ibu doain." Aku mengecup ubun-ubun Raline, seperti yang Siti lakukan ketika kali pertama aku bilang bahwa aku akan ikut tes masuk Unila. Itu tradisi keluarga kami. "Konsentrasi ya, Nak, ngerjainnya ..."

"Siap, doain ya, Bu."

"Nanti kalau udah selesai chat Ibu aja, ya."

"Oke!"

Sementara Raline sudah masuk ke dalam gedung, aku melangkahkan kakiku untuk mencari lokasi makan terdekat. Sebenarnya sudah sarapan, tapi yah daripada bingung harus menunggu di mana. Fokusku tertuju ke tukang ketoprak yang hanya berjarak lima langkah. Aku melangkahkan kaki ke sana. Tempat itu masih sepi, hanya ada aku, dan seorang pria muda—sepertinya baru berusia 25 tahunan. Kalau aku tidak salah menebak. Rambutnya klimis, pakaiannya rapi. "Pak, ketoprak satu, ya," aku mengangkat jari ke tukang ketoprak yang langsung disambut dengan senyuman lebar.

"Nungguin adik lagi tes?" tanyaku basa-basi pada cowok itu.

"Ya?"

"Lagi ada tes kuliah di sana, anak saya lagi ikut ... adik kamu juga?"

"Ooh nggak, ini kebetulan ketoprak langganan dari saya SMA."

"Dari SMP, Nath!" tegur sang penjual ketoprak.

"Oh iya dari SMP. Si Mamang nih nggak mau banget saya lupain."

"Biasanya mah dia sama pacarnya, Bu, tapi udah beberapa tahun ini sendirian terus sampe saya bosen karena tiap ke sini mukanya merana terus!" tegur sang penjual ketoprak lagi.

"Saya Putri."

"Nathan, Tante." Dia terlihat sopan sekali.

"Kabarnya sih dia lagi pedekate lagi sama mantannya, Bu, tapi nggak tahu tuh, malah malu-malu." Sang penjual ketoprak jadi jubir di antara kami.

Entah kenapa aku teringat dengan Genta. Rupanya masih menyakitkan kalau diingat karena ada banyak 'seandainya' yang masih berkelindan dalam benakku. Seandainya kalau dia memang berusaha jujur padaku, seandainya dia berusaha bercerita kondisi yang sebenarnya terjadi, dan seandainya lain. Iya aku tahu kini kedengaran seperti seseorang tidak bersyukur, bagaimana mungkin aku bisa berpikir begitu, sementara aku sudah memiliki anak dan suami. Orang pasti menilai aku sebagai istri dan ibu tidak bertanggungjawab.

Tapi, Putri yang waktu itu menunggu bertahun-tahun, yang masih remaja, yang masih naif dan kolot, yang masih mencintai Genta, masih merasa menyesali keputusan itu. Setiap orang yang datang dalam hidupmu, tidak perlu kamu lupakan, dia yang justru membentukmu hingga hari ini. Begitu pun dengan Genta, selalu ada ruang dalam diriku untuk mengingatnya. Dia tidak perlu dilupakan, kan? Dia datang untuk memberiku banyak pelajaran sekaligus membuatku belajar mengikhlaskan.

Meskipun rasanya berat sekali.

"Saya baru aja ketemu sama cinta pertama saya, yang udah saya tunggu bertahun-tahun, yang menemani saya dari awal kuliah, pertama kali saya menyatakan perasaan ke dia tahun 1992 lewat surat, dan balasannya justru baru muncul 29 tahun kemudian, kebetulan puteri saya punya kebiasaan ngoleksi barang-barang jadul dan nggak sengaja nemu surat itu di toko loak. Mungkin itu cara Tuhan bekerja dengan takdirnya. Kemudian kami baru ketemu lagi, dengan kondisi sudah tahu perasaan masing-masing, saya bisa membaca lewat matanya, ada penyesalan di sorot matanya. Begitu juga dengan saya, dia masih orang yang saya cintai sampai hari ini ..."

"Alasan kenapa dia nggak berusaha menyatakan perasaannya ke Tante?"



CUT 

CUT

Maaf yaa bacanya tersendat, soalnya takut spoiler hehehe yang penasaran bisa ikut pre - ordernya hari ini jam 4 sore!

Makasih ya selama ini udah setia baca ceritanya di Wattpad, ayo ketemu Genta dan Putri lagi di versi novel. See youuuu


You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 01 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kota Para PecundangWhere stories live. Discover now