Anak Tangga 01: Warna Baru

73 14 6
                                    

Pagi hari bagi orang normal merupakan hal yang paling ditunggu. Tapi tidak dengan penghuni Kosan Maleer Selatan, bertempat di dekat pusat Kota Bandung. Kosan Maleer Selatan menjadi tempat beristirahat sekaligus berbagi cerita bagi semua penghuninya.

Cerita pagi ini dimulai ketika Jaffar mengetuk beberapa pintu kamar, kebiasaannya untuk selalu mengetuk pintu kamar orang lain saat pagi hari sudah menjadi rahasia umum. Dan karena itu, mereka semua memutuskan untuk tidak membuka pintu sebelum jam tujuh pagi.

Karena setiap jam enam, Jaffar selalu memaksa masuk ke semua kamar untuk meminjam celana dalam.

"Diftaaaa, buka dong." Tidak ada jawaban.

Jaffar beralih ke kamar selanjutnya.

"Jooo, buka dong. Gue mau pinjem sesuatu." Sama, tidak ada jawaban.

Setelah keliling untuk mencari korban selanjutnya, Jaffar tidak menemukan adanya kamar yang bisa dia masuki seenak hati.

Sampai ketika pintu kamar Marfud Khodamar atau yang biasa dipanggil Mark terbuka. Hal itu membuat senyum di wajah Jaffar mengembang bak adonan kue yang sudah matang.

"Selamat pagi Marfud," sapa Jaffar dengan wajah ceria karena merasa mendapatkan korban. "Pagi yang cerah ya?"

Marfud memang tidak pernah mengunci pintu kamarnya, dia merasa kalau kosan ini sudah seperti rumahnya sendiri. Tapi di sisi lain, Marfud merasa kalau di rumahnya tidak pernah ada yang gemar meminjam celana dalam.

"Pagi bro." Marfud membalas sapaan Jaffar. "Mau pinjem celana dalem lagi?"

"Hehehe," kekeh Jaffar malu. "Iya nih. Gue gak sempet nyuci karena kemarin ada praktik sampe malam di kampus."

Marfud yang sedang menyapu lantai hanya bisa menggelengkan kepala sembari mengembuskan napas lelah. "Ya udah, ambil aja di lemar rak paling bawah."

Ketika Jaffar masuk, Marfud merasa ada yang memerhatikannya dari jauh. Dan ternyata benar, hampir semua jendela di kosan ini menampakkan wajah tercengang sekaligus prihatin.

Marfud sadar kalau sekarang dia seperti bahan tontonan warga karena sedang kemasukan maling.

"Gue ikut prihatin." Jo berkata tanpa suara dari dalam jendela.

"Yang kuat ya." Yuta turut menimpali.

"Makasih bro." Marfud membalas.

"Lo pasti bisa." Sekarang Lucas yang muncul dari jendela.

ⓝⓒⓣ

Siangnya sebagian penghuni kosan sudah tidak lagi berada di dalam kamar, kebanyakan dari mereka sudah ada di kampus atau di kantornya di jam segini. Yang tersisa hanya Jajang Suparmin atau yang akrab disebut Jaemin juga Yuta dan Haikal serta Jo.

Yuta yang berprofesi sebagai bartender tidak pernah diberi kesempatan untuk hidup normal seperti karyawan pada umumnya. Dia selalu kebagian shift sore dan pulang subuh, pekerjaan yang sudah tiga tahun ditekuninya kadang membuatnya tertekan karena dia juga ingin merasakan pulang jam lima sore atau menikmati malam minggu bersama kekasih tercinta.

Sayang seribu sayang, dia malah harus bekerja di saat orang lain berpacaran.

Jaemin pun sama, ketika pertama kali bekerja bersama Yuta di kelab malam. Jaemin hampir menangis karena ketakutan ketika melihat ada banyak sekali wanita yang memakai pakaian terbuka. Di kampungnya dulu, Jaemin selalu ingin melihat wanita seksi di kota besar. Tapi ketika melihatnya secara langsung, Jaemin jadi teringat Juminten—wanita penjual seblak ceker di depan madrasah tempat dia menuntut ilmu agama dulu.

Anak TanggaWhere stories live. Discover now