2.4

51 9 0
                                    

"Naya?"

"Naya lo nggak papa?!" seru Ivana dengan memegang tubuhku. 

Aku menganggukan kepalaku menandakan aku baik baik saja. 

"Lo kenapa nyasar keruangan ini sih?" tanyanya sembari membawaku keluar dari ruangan itu dan menguncinya. 

"Gue lupa nanyain lo letak kamar mandinya dimana" jawabku dengan mencoba menetralisir rasa sakit yang masih menyerang, walaupun tidak sekencang tadi. 

"Padahal di kamar gue ada," gumamnya dengan memapahku menuju sebrang. Aku tertawa kecil dan memasuki toilet tamu yang terdapat tepat di sebrang ruang kerja. 

Tak lama berselang, aku sudah berada berada dikamar Ivana. Dan kami bertiga melanjutkan permainan yang sempat tertunda tadi. Ralat. Bukan permainan, melainkan obrolan wanita. 

"Jadi apa yang kalian pengen tau dari gue?" pancingku, 

Kato tersenyum tengil, "Hubungan lo sama Haikal." tegasnya yang di angguki oleh Ivana. 

Aku menghembuskan napasku. Banyak yang terjadi dalam beberapa minggu kebelakang, dan hubunganku dengan Haikal juga mau tidak mau harus terhenti sejenak. Haikal sampai saat ini belum mengetahui penyakitku, aku tetap tidak ingin cowo itu mengetahuinya sebelum aku mengetahui arti mimpi yang selama ini aku lihat.

"Kalian kepo banget kayaknya?" tanyaku dan mereka mengangguk kepalanya dengan antusias. Dasar teman siapa sih?

Aku menghembuskan napasku, lagi.  "Gue sama Haikal still on date kok. Perjanjian satu bulan udah di perpanjang jadi enam bulan. Karena gue sama dia udah mulai sedikit renggang karena masalah beberapa minggu kemarin. Tapi gue sama dia masih sering call" jelasku, 

"Kok bisa di perpanjang? Gimana ceritanya?" tanya Kato penasaran, 

Ceritanya seperti ini. Saat itu aku sedang berada di rumah bersama Bang Dipta, ia bermain game dan aku sedang bertukar pesan dengan Haikal. Saat itu masa skorsing Bang Dipta. 

Saat sedang asik mengirim pesan dengan pacar jadi jadianku itu, tiba - tiba ia mengajak bertelepon untuk membahas masalah percintaan kita yang sudah tertunda banyak hari karena masalahku, dan masalahnya. Sepertinya mayoritas masalahku yang menghambat masa percintaan kami berdua. 

Tentu saja aku menyetujuinya. Dan ia segera meneleponku dan kami berdua membahas masalah kami secara seksama, tanpa ada paksaan. Penjanjian di perpanjang juga ide dariku. Aku masih ingin mengenal Haikal dan begitu sebaliknya, walaupun agak tricky mengingat Haikal tidak mengetahui penyakitku, dan sekarang aku mengusulkan untuk memperpanjang masa pengenalan kami berdua. Bodoh sekali. 

Haikal sangat setuju dengan ide dariku, ia tidak keberatan jika harus di perpanjang sampai satu tahunpun, tetapi aku sangat menolak ide itu. Enam bulan saja sudah sangat membebani, apalagi satu tahun. itu saja aku tidak tahu apakah aku masih ada di dunia ini atau tidak. 

"Jadi gitu ceritanya," ujarku menyelesaikan cerita percintaanku dengan Haikal kepada Kato dan Ivana. Mereka berdua menganggukan kepala setuju dan kami bertiga melanjutkan girls talk kami hingga larut malam. 

Esok paginya aku sudah berada di meja makan dengan dua koper kecil yang sudah aku siapkan karena akan pulang kerumah utama hari ini. 

"Kopernya mau kamu bawa sekarang juga?" tanya Bibi sembari meletakan susu dingin. 

Aku menganggukan kepalaku, 

"Nggak nanti aja?" tanya Bibi lagi memberiku tambahan sereal ke dalam mangkuk. 

"Ezra yang bawa, Bi. Biar sekalian Ezra anter koper ke rumah" sahut seseorang dari kamarnya. Iya, dia abang ganteng yang kamu suka. 

Bibi menganggukan kepalanya lalu memberikan mangkuk kepada Bang Ezra yang tengah menarik kursi meja makan dan mendudukan bokongnya. 

Twice (END)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora