04. Cakrawala, Arunika! Kami di Sini

1.9K 342 20
                                    

BAGIAN 04
SEBELUM FAJAR
©NAYLTAE
2023

.

.

.

HARI berganti, yang berarti ketiganya berhasil melewati malam pertama di pulau tak berpenghuni ini. Rangga lupa mimpinya semalam, dia terlalu bersyukur bisa tidur dan mengistirahatkan tubuhnya yang lelah setengah mati. Namun, pagi-pagi saat membuka mata, Rangga disambut dengan rasa sakit luar biasa. Dia merintih hampir tak bersuara. Berusaha membuka mata saat matahari nyaris bersinar seluruhnya.

Dua rekannya masih tertidur, sedangkan dia harus berusaha menahan rintihan akibat perih dan ngilu yang berpadu menghasilkan rasa sakit tak tertahan. Dalam remang cahaya matahari, Rangga mendapati luka besarnya kembali berdarah. Mungkin tanpa dia sadari semalam lukanya banyak bergesekan dengan pasir.

"Rangga?" Julian di sebelahnya terbangun. "Kenapa lo?"

Tak tahan, Rangga akhirnya meloloskan rintihannya. Dia berusaha bangkit, melihat itu, Julian secara naluriah membantu. Niatnya Rangga ingin membasuh lukanya dengan air hujan yang sudah ditampung kemarin sore, namun, dia berpikir akan sedikit air yang tersisa untuk mereka minum.

"Jul... Kaki gue sakit banget."

Julian dengan hati-hati melihat luka Rangga. Luka basah yang berdarah itu kotor dengan pasir. Dari pucatnya wajah Rangga, Julian bisa ikut membayangkan betapa sakit luka itu.

"Lo ngapa diem aja? Kan ada air di depan mata lo, basuh lukanya!"

"Ntar kita minum apa?"

Rangga terlalu banyak bicara. Berdecak, Julian yang turun tangan membasuh luka Rangga dengan air bersih yang tertampung. Berhadapan dengan luka sebesar ini sejujurnya membuat dia merinding. Namun, di antara dua temannya, dia adalah satu-satunya yang paling sehat di siniㅡsecara fisik dan mental.

"Jangan banyak-banyak, Jul, ntar abis."

"Diem aja, deh. Masa gue yang lebih perhatian sama luka lo? Emangnya gue siapa, hah? Ibu lo?"

"Pertanyaan yang sama. Kenapa tiba-tiba perhatian? Perasaan dulu kita enggak pernah deket. Tiba-tiba berubah jadi orang lain."

Orang bilang, kalau sikap seseorang tiba-tiba berubah, tandanya orang itu akan segera mati. Julian sejenak memikirkan hal itu, merenungi nasibnya kemudian. Apa benar dia akan segera mati? Kalau iya, apakah dia akan mati sendirian, atau mati bersama Rangga dan Amel karena tidak bisa bertahan hidup? Julian menghela. Saking pasrahnya, dia bahkan tidak merasa ketakutan.

"Entah sampe kapan, yang penting kita bertahan dulu. Sisa-sisa hari enggak boleh dilewatin sama suasana hati yang jelek."

"Hah?"

Julian kembali berdiri, mensejajarkan pandang dengan Rangga. Pria itu tersenyum pasrah. "Gue mau nikmatin hidup gue di sini sekarang. Kita harus bersyukur masih dikasih selamat. Ini keajaiban, loh."

Lalu dengan wajah berseri-seri dan langkah ceria, Julian masuk ke dalam gua. Pria itu berdecak seperti seorang ibu saat melihat Amel masih meringkuk dalam tidurnya. "Amel, bangun! Lo mau makan, enggak?"

"Makan apaan?" Rangga menyambar heran.

"Diem. Yang penting dia bangun dulu. Kita harus berjemur di bawah matahari biar enggak sakit."

Serius, Rangga mulai ketakutan karena Julian bersikap semakin aneh. Dengan hati-hati dan masih memperhatikan kelakuan Julian, Rangga duduk di atas pasir. Padahal, Julian dan Amel pun tak begitu dekat. Mereka hanya saling mengenal sebagai sesama anggota tim nasional. Apa mungkin karena Julian sedang tak bersama teman-teman dekatnya saat ini? Pria itu jadi berteman dengan siapa saja.

Sebelum FajarWhere stories live. Discover now