Awal

1.9K 192 14
                                    

Kesendirian membuat Aluna merasa nyaman belakangan ini. Ia seperti mendapatkan experience yang membuat dirinya merasa lebih mandiri dari sebelumnya. Seperti sekarang misalnya, saat dia berjalan kaki sendirian dari tempat bimbel di jalan sumatera menuju restoran cepat saji di sebuah pusat pembelanjaan di jalan merdeka. Aluna sengaja tidak memesan ojek online karena ingin menikmati sibuknya suasana sore di kota Bandung.

Kadang-kadang, Aluna suka pergi ke beberapa taman umum kota dan memotret beberapa pemandangan dengan ponselnya. Atau mengunjungi beberapa tempat makan dan coffe shop untuk sekadar membaca ulang materi yang ia pelajari di tempat les. Aluna menjadikan kegiatan-kegiatan itu sebagai caranya untuk menyibukkan diri. Karena beberapa bulan terakhir menjadi waktu yang begitu berat untuk Aluna lalui.

Dimulai dengan kepergian Aki karena penyakitnya yang semakin parah, ujian SBMPTN yang gagal, Barudak Swag yang mulai sibuk dengan urusan perkuliahan masing-masing, dan Nakula ... yang tiba-tiba saja mengakhiri hubungan mereka secara sepihak, setelah hampir tiga tahun keduanya menjalani hubungan jarak jauh.

Sampai detik ini Aluna masih tidak mengerti alasan Nakula mengakhiri hubungan mereka secara tiba-tiba. Laki-laki itu hanya mengirim pesan di hari kelulusan Aluna dan menghilang begitu saja tanpa ada kabar sampai saat ini. Aluna sudah coba untuk menghubungi Nakula, tetapi laki-laki itu benar-benar menutup semua akses yang ada.

"Benar-benar nggak bisa, Bun?" Aluna bertanya kepada Bunda ketika Bunda mencoba menghubungi Tante Aisyah, Mama Nakula.

"Nggak, Sayang. Nomor Tante Aisyah nggak aktif juga."

"Dicoba lagi, Bun." Aluna meminta dengan kedua mata yang mulai berkaca-kaca. Sementara Rara dan Natasha mencoba menenangkan dengan mengusap punggungnya.

"Tetap nggak bisa." Bunda menggeleng pasrah.

Kala itu dunia seperti berhenti bergerak. Itu menjadi hari yang tidak bisa Aluna mengerti dalam hidupnya. Padahal hubungan Aluna dan Nakula saat itu sedang berada di kondisi yang baik-baik saja. Bahkan satu hari sebelum hari kelulusan pun Nakula masih bicara dengan Aluna via telepon.

"Aluna!"

Suara seorang perempuan menarik perhatian Aluna yang hendak mengirim pesan. Aluna menoleh dan melihat Rara sedang melambaikan tangannya di depan restoran cepat saji sambil melompat-lompat kegirangan.

"Rara!" Aluna berlari menghampirinya dan mereka saling berpelukan melepas rindu. Maklum, sudah setengah tahun Aluna tidak bertemu Rara, karena sekarang Rara kuliah di salah satu universitas negeri ternama di Yogyakarta.

"Gimana kuliah kamu, Ra? Seru, nggak?" Aluna bertanya setelah mereka memesan makanan dan duduk di salah satu meja dekat jendela.

"Ya, masih gini-gini aja sih, Lun. Mungkin karena masih semester baru jadinya belum terlalu sibuk. Katanya kating aku, sih, padatnya nanti pas udah masuk semester dua," jawab Rara seraya menyedot milkshake stroberinya dengan sedotan. "By the way, kamu sendiri gimana?"

"Sama aja kayak kamu, Ra. Masih agak asing sama keadaan baru, tapi udah mulai terbiasa."

Rara terdiam untuk sejenak dan meletakkan minumannya di atas meja. "Sorry, ya, Lun kalau aku tanya begini. Tapi ... Kamu masih suka nyariin Nakula?" Intonasi bicara Rara terdengar sangat hati-hati ketika bertanya hal itu kepada Aluna.

Aluna menggeleng dengan senyum simpul di wajahnya. "Udah nggak, kok. Aku ... mau belajar buat relain apa yang udah terjadi." Meski begitu, terkadang Aluna masih memikirkan kenangannya bersama laki-laki itu dan berharap akan ada keajaiban yang datang dalam hubungan mereka.

"Huh," Rara menghela napas lega. "Syukur deh kalau gitu. Aku nggak mau kamu terus-terusan mikirin orang yang udah nyakitin kamu. Udah saatnya kamu move on, Lun. Kamu harus bahagia!"

"Tapi jujur, Ra. Aku masih pengin tahu kenapa Nakula putusin aku gitu aja. Pertanyaan itu masih belum bisa aku hilangin dari kepala aku."

"Aku ngerti kamu bingung sama keadaan kamu, Lun. Cuma jangan sampai hal itu bikin kamu stuck di tempat yang sama. Hidup harus tetap berjalan meski kadang nggak selalu sesuai sama apa yang kamu harapkan."

Aluna mengangguk pelan, setuju.

"Lagian, ya, Lun, udah saatnya juga kamu cari pengalaman baru di tempat bimbel."

Dahi Aluna seketika mengerut. "Pengalaman baru? Maksudnya?"

"Ya, kamu coba cari cowok baru lah. Buka hati kamu."

"Ngaco aja kamu, Ra!" Aluna setengah tertawa. "Nggak lah. Aku nggak mau cari cowok baru."

"Loh, kenapa?" Kedua alis Rara terangkat. "Masih belum bisa move on dari Nakula?"

Sebenarnya salah satu alasannya memang karena hal itu. "Buat sekarang aku cuma mau fokus bimbel supaya bisa ikut SBMPTN tahun depan. Lagian di tempat bimbel orangnya pada aneh-aneh."

"Waktu pertama ketemu Nakula juga kamu bilang dia aneh, 'kan? Ya, nggak salah juga kali, Lun, menyelam sambil minum air." Kali ini Rara mengigit kentang goreng pesanannya.

Aluna hanya menggeleng dan mulai menyantap cheese burgernya. Kadang-kadang ucapan Rara memang suka serandom itu kalau sedang bicara.

Namun, di tengah kegiatannya mengunyah, tiba-tiba saja Aluna terdiam dan memikirkan kembali ucapan sahabatnya itu.

Meski rasanya tidak mungkin, bagaimana jika dia menyukai laki-laki selain Nakula?

***

Halo, apa kabar semua?

Selamat datang di Senior 2! Senior 2 ini mengambil latar cerita dari ending versi film, ya. Masih bisa nyambung juga kok sama Senior versi novel. Cuma memang akan terkesan sedikit berbeda. Dan karena ini mengambil dari setting baru, otomatis Senior 2 ini akan mereset/menghapus cerita Inestable dari univese Trilogi novel Senior.

So, buat kamu yang memang suka banget Trilogi novel Senior, trilogi itu masih tetap eksis kok. Senior 2 ini semacam semesta lain dari dunia Senior yang aku coba kembangkan. Semoga kalian bisa paham ya sama apa yang aku maksud hehe

Terima kasih sudah bersedia membaca. Jangan lupa dibintang dan dishare ya guys.

Sampai bertemu di Bab 1!

Kokoh, 29 Mei 2023.

Senior 2: Bagaimana JikaWhere stories live. Discover now