Bab 1

552 84 6
                                    

"Nginep di rumah Om Yahya?"

Aluna yang sedang menyantap makan malam terkejut ketika mendengar ucapan Bunda—yang mengatakan kalau Aluna akan tinggal di rumah Om Yahya, sepupu Bunda, selama Bunda pergi umroh.

"Nggak mau, Bun. Aluna mau di rumah aja." Aluna menolak.

"Kalau kamu di rumah, siapa yang bisa awasi kamu, Lun? Kak Aran masih belum bisa pulang karena kerjaannya banyak. Bunda juga nggak bisa minta Bi Onah nginep di sini buat jagain kamu."

"Aluna bisa jaga diri Aluna sendiri, kok Bun. Aluna 'kan udah 18 tahun. Udah bukan anak kecil lagi."

"Mau 18 tahun kek, mau 28 tahun kek, selama kamu belum menikah, ya, kamu masih tanggung jawab Bunda dan Kak Aran."

Aluna mendesah, lalu melipat kedua tangannya dan menyandarkan punggungnya dengan perasaan sebal.

Selalu begitu. Semenjak kejadian Aluna dan Nakula hilang di Seville, Bunda jadi semakin protektif kepada Aluna. Kalau bukan dengan orang yang Bunda kenal, Aluna tidak boleh pergi ke mana-mana.

Saat kejadian itu terjadi umur Aluna masih 15 tahun. Aluna memang masih membutuhkan pengawasan dan perlindungan dari orang-orang di sekitarnya. Namun, sekarang kedaan telah berubah. Aluna butuh kebebasan dan ruang bergerak untuk dirinya sendiri.

"Pokoknya Aluna nggak mau. Aluna paling nggak bisa kalau tidur di rumah orang lain."

"Ya sekarang kalau kamu di sini sendirian, amit-amit, misal ada maling atau apa—memangnya kamu bisa hadapi sendiri?"

Aluna diam.

"Keputusan Bunda nggak bisa diubah. Bunda udah ngomong sama Om Yahya dan Tante Poppi kalau kamu mau nginep di rumah mereka. Jadi, Bunda nggak mau dengar ada penolakan-penolakan lagi atau muka jelek dari wajah kamu. Titik."

Aluna mengerucutkan bibir dan berdiri dari tempatnya. "Ya udah. Aluna juga bosen kok cantik terus." Kemudian berlalu meninggalkan meja makan menuju dalam kamarnya.

"Itu anak dibilangin malah pergi," heran Bunda memandangi tubuh Aluna yang semakin menjauh.

***

Setelah perang dingin selama beberapa hari dengan Bunda, akhirnya Aluna mengalah dan bersedia untuk tinggal sementara di rumah Om Yahya. Karena setelah dipikir-pikir kembali, Aluna tidak ingin membuat Bunda tidak fokus beribadah hanya karena kepikiran dengan keadaannya di sini. Meski kadang-kadang Bunda menyebalkan karena terlalu mengatur, Aluna tidak pernah bisa tega atau marah terlalu lama kepada bundanya.

Sebagai gantinya, Aluna meminta kepada Bunda agar dibelikan oleh-oleh yang banyak termasuk parfum jasmine favoritnya yang pernah Bunda belikan di umroh sebelumnya.

Malam itu Bunda mengantar Aluna ke rumah Om Yahya di perumahan Setra Duta, Sukajadi. Sebelumnya, Om Yahya dan Tante Poppi tinggal di Jakarta dan baru tahun lalu keduanya memutuskan untuk pindah ke Bandung. Aluna pernah berkunjung satu kali saat mereka baru pindah. Namun setelah itu, Aluna belum pernah datang lagi ke rumah mereka.

Setelah beberapa saat, Bunda menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah yang memiliki nuansa minimalis. Tidak lama berselang seorang penjaga membuka pagar rumah dan Bunda memarkirkan mobilnya tepat di depan garasi rumah. Di puncak tangga—karena posisi rumah lebih tinggi dari pagar—Om Yahya dan Tante Poppi menyambut Aluna dan Bunda dengan hangat. Mereka mengajak keduanya masuk dan meminta asisten rumah tangga untuk membawa barang-barang milik Aluna ke dalam rumah.

"Yahya, Poppi, maaf ya aku jadi ngerepotin kalian begini pakai titip Aluna di sini," kata Bunda benar-benar merasa tidak enak. "Soalnya aku nggak tenang kalau tinggalin Aluna sendirian di rumah."

Senior 2: Bagaimana JikaWhere stories live. Discover now