Chapter 35 - Luka Lama

7 1 0
                                    

Luka yang belum pulih, haruslah diobati terlebih dahulu. Bukan dipupuk luka baru, dengan dalih melupakan masa malu.
~

Kali ini langit sedikit mendung. Dari balik jendela di depan sana, ia bisa melihat rinai mulai berdatangan membasahi bumi. Anin mengetukkan jemarinya, membuat Ari yang sedang sibuk dengan laptopnya menatap Anin heran. Memang, di sela-sela kesibukannya meracik kopi, Anin sendiri yang mengajari Ari agar bisa menyicil tugasnya, yang Anin yakini bisa membuat Ari kewalahan jika tak segera dikerjakan.

Anin merasakan gelisah. Entah karena apa, tapi ia merasa ada sesuatu yang akan terjadi. Hingga bel di pintu cafenya berdenting, membuat Anin seketika mendongakkan kepalanya. Menahan napas, sembari menggertakan sedikit rahangnya hingga membuat Ari mengernyit karena kini Anin tampak tegang di depannya. Hingga ia menyadari objek apa yang menyita perhatian Anin.

"Anin." Mendengar suara itu seketika Anin memejamkan kedua maniknya. Menarik napasnya pelan, lalu membukanya perlahan kemudian. "Bisa kita bicara sebentar, Nak?"

Anin seketika mendongak. Lalu menganggukan kepalanya sedikit ragu, membuat Beni menyunggingkan senyum tak percaya. Detik kemudian Anin membiarkan sang Ayah berjalan menuju ruangannya terlebih dahulu, lalu menatap Ari kemudian. "Ri minta tolong buatin espresso satu yah. Nanti anterin ke ruangan Mbak," pintanya yang langsung diangguki sang barista, walau banyak pertanyaan berlarian di dalam kepalanya.

Senyum tipis Beni tak bisa ditahan lebih lama lagi. Walau sudah bertahun-tahun Anin tak pernah mau berbicara dengannya, setidaknya Anin masih ingat kopi kesukaannya. Membuat Beni bersyukur, setidaknya Anin masih mengingatnya.

Sebenarnya agenda Anin sore ini adalah membantu Ari sampai Azkia menyelesaikan pesananannya, karena ia harus membicarakan menu terbaru yang ingin ia tambahkan guna menambah variasi di buku menunya. Tapi kehadiran sang Ayah sangat tak diduga, membuatnya harus menepati janji pada orang terdekatnya untuk menemui sang Ayah, juga untuk dirinya sendiri terutama.

"Kamu, kan owner di sini Nin. Kenapa harus turun tangan bantu barista kamu, Nak?" pertanyaan itu menyentak Anin. Membuatnya sadar, ada satu hal yang tak Anin sukai dari ayah kandungnya. Kelogisannya yang terkadang membuat Anin lelah.

Menaikkan sebelah alisnya, Anin balik menatap sang ayah. "Ini cafe aku Yah. Kalaupun aku mau turun tangan, jelas itu bukan masalah."

Salah satu sudut bibir Beni sedikit tertarik. "Lalu apa gunanya karyawan kamu kalau kamu masih suka ambil alih, hm?"

Anin tak langsung menjawab. Mengingat-ingat, kapan terakhir kali ia terlibat percakapan seperti ini, yang pasti akan berujung perdebatan dengan sang ayah. Terlalu lama, hingga Anin melupakan kapan waktu pastinya. "Aku mempekerjakan mereka bukan buat ngambil alih tugas yang enggak bisa aku handle yah, tapi buat bantu aku supaya aku bisa pantau semuanya," jelas Anin perlahan, seolah mengingatkan apa yang dulu pernah ayahnya katakan. Beni berkata, ia membebaskan Anin di masa mendatang. Entah jadi seorang karyawan ataupun bos di usahanya sendiri, ia harus tetap memanusiakan manusia. Jangan pernah semena-mena dengan 'jabatan' yang ia miliki.

Kali ini Beni membiarkan senyumnya dilihat Anin. Walau ada beberapa hal yang tak patut Anin tiru karena perbuatannya, setidaknya Anin menangkap hal baik yang dia tinggalkan. Hingga ketukan pintu membuat percakapan mereka terjeda, lalu tampak Ari yang masuk ke ruangan Anin sembari membawa secangkir kopi di kedua tangannya. Beni mengucapkan terima kasih, lalu seketika menghidu aroma yang menguar dari secangkir kopi yang selalu mengingatkannya kepada sang putri. Membiarkan Ari berlalu meninggalkan anak dan ayah itu untuk melanjutkan percakapannya.

"Ayah rindu kopi buatan kamu, Nak."

Anin memperhatikannya. Kebiasaan sang Ayah yang menghirup aroma kopi yang uapnya mengepul sebelum meminumnya. "Aku juga rindu dengan kebiasaan kita yang berbicara santai seperti ini." Maka berikanlah tepukan meriah untuk Anin yang dengan beraninya mengutarakan keinginannya. Membuat Beni seketika mendongakkan kepalanya, lalu meletakkan kopinya kemudian.

Devolver (COMPLETED)Where stories live. Discover now