Remuk di Dasar Hati

157 19 8
                                    


Gibran menendang botol minuman hingga membentur dinding, ia berjalan kesal setelah beradu mulut dengan Cantika yang tidak ada ujungnya. Gadis keras kepala yang sok baik dan selalu membahayakan dirinya sendiri. Sejujurnya Gibran bukannya kesal karena tidak pernah didengar sarannya, tapi lebih pada tidak ingin Cantik kecewa dan terluka karena sistem sekolah ini. Tapi apa daya, ia tidak bisa menjelaskan maksud tersembunyi itu.

Gibran mendesah kesal.

"Baguslah, lebih baik begitu! Aku tidak peduli lagi." Gerutunya sambil terus berjalan.

Langkahnya terhenti saat melihat Cantika baru saja keluar dari ruang guru dalam keadaan linglung. Gadis itu nampak putus asa dan frustasi. Dan jujur, melihat itu membuat Gibran kesal. Ia tidak akan peduli lagi dan tidak akan mau tau apa pun yang akan dilakukan Cantika.

Dengan cuek Gibran berjalan melewati Cantika tanpa melihat atau bertanya apa pun. Seperti tidak pernah kenal, dan jujur sikap dingin itu justru semakin membuat Cantika hancur.

Kini mereka benar-benar seperti dua kutub magnet yang saling tolak menolak. Cantika sendiri tidak berharap dapat perhatian, sehingga ia putuskan untuk pergi melengos begitu saja.

"Haaahh!" Teriak Gibran makin kesal dengan sikap Cantika.

"Lakukan sesukamu, aku tidak peduli!" Teriak Gibran sambil membalikkan pandangan, namun Cantika tidak menoleh sama sekali.

Sungguh, untuk pertama kalinya Gibran  dibuat uring-uringan oleh seorang gadis cupu yang tidak menarik.

***

Cantika masuk kelas dengan hati dan pikiran lelah. Beberapa pasang mata melihatnya dengan sinis dan penuh cibiran.

"Gimana rasanya peringkat terakhir?"

"Makanya jangan sok pintar! Kamu pikir mentang-mentang beasiswa terus kamu merasa bisa mengalahkan kami? Mikir dong, emang sekolah di sini gratis apa?"

"Sudahlah, Can. Duduk diam saja sampai lulus, atau kau mau jadi tumbal sejarah di sekolah ini?"

Cantika berusaha tutup telinga dan tak acuh dengan semua ocehan mereka. Ia lekas menuju kurusnya dan duduk, namun naas, kursi yang hendak ia duduki tiba-tiba bergerak mundur hingga Cantika jatuh. Seketika suara tawa membahana di kelas tersebut.

Ya Tuhan, Cantika ingin sekali menangis namun sekuat tenaga ia berusaha kuat dan bangkit berdiri.

"Rasakan tuh! Emang enak?"

"Hahahah!"

Cantika masih diam dan berusaha bersabar. Ia lekas mengambil kursinya kembali dan duduk, namun betapa kagetnya ketika ia sadar bahwa di bawah kursi sudah diolesi lem. Saat ia hendak bergerak rok yang ia pakai pun sobek.

"Gimana rasanya Can?"

"Kalau kamu bergerak pantatmu pasti kelihatan!"

"Hahahah!"

"Bawa pulang saja itu kursinya, Can! Itung-itung gratis kan!"

"Iya tuh, kan lumayan! Hahahah!"

Kali ini Cantik benar-benar tidak bisa menahan diri lagi, namun ia memilih tertunduk menangis daripada harus beradu mulut dengan mereka. Kali ia tidak bisa membela diri, dan entah sampai kapan ia harus duduk di kursi yang penuh lem itu. Ia hanya bisa meremas kedua tangannya, berusaha keras menahan emosi.

Braaaakkk

"Kalian sudah keterlaluan!" Teriak Zayan yang baru datang dan berdiri di depan pintu kelas.

Seketika semua mulut yang tadinya mengoceh pun bungkam, mereka melotot kaget melihat Zayan yang biasanya tidak pernah masuk kelas itu tiba-tiba datang bak pahlawan.

Last Summer (on going)Where stories live. Discover now