3 | Surprise!

4.3K 714 257
                                    

"Oke, coba gue rangkum garis besarnya." Argan berkata. "Jadi, target utama kita adalah mengekspos jaringan peredaran narkoba Matthew Sungkono. Tapi kita bakal mulai dari anaknya dulu, si William Sungkono. Untuk mulai dari William, kita perlu rekaman CCTV di malam kejadian penembakan yang menewaskan pegawai bar di lounge Elysium Hotel. Bukti rekaman CCTV itu bakal kita upload secara anonim buat menggiring opini publik, supaya kepolisian nggak bisa asal merekayasa kasusnya. Gitu, kan?"

"Tepat."

"Ada beberapa hal yang mau gue tanyakan." Argan menatap layar ponselnya.

"Bahasa lo kayak mahasiswa yang lagi mau nanya ke dosen aja!" Naje mencibir.

"Loh, di dunia beginian, gue kan emang anak bawang kalau dibandingin sama kalian berdua. Nembak aja gue masih belajar." Argan berdecak. "Jadi gue boleh nanya apa nggak nih?"

"Yak, silakan bertanya Saudara Argan." Esa menyela.

"Pertama, soal bukti rekaman CCTV. Kalau kita mau menggiring opini publik, berarti William Sungkono harus benar-benar kelihatan jelas di video rekaman CCTV itu, kan? Jadi kayak... semacam bukti yang nggak terbantahkan? Kalau masih samar-samar, tim pengacaranya bisa aja ngeles, beralasan itu cuma orang yang kebetulan posturnya mirip dia. Nah, lo yakin nggak kalau bukti rekamannya jelas?"

"Sangat yakin." Esa menjawab. Suaranya terkesan professional dengan ketenangan yang sangat terjaga. "Sumber internal gue menyebutkan kalau William Sungkono duduk di kursi dekat kamera CCTV. Dekat banget. Nggak mungkin dia bisa ngeles kalau itu bukan dia."

"Jadi dia nggak duduk di blind spot?"

"Nggak."

"Lah, rada bego juga."

"Dia cuma anak Papi yang ngerasa bisa berbuat seenaknya karena punya uang banyak." Naje menyahut. "Gue yakin, dia nembak pegawai bar itu karena impulsif. Dia nggak berniat membunuh. Setolol-tololnya penjahat adalah penjahat yang nggak punya rencana."

Esa sepakat dengan Naje. "Rekaman CCTV-nya jelas. After all, itu lounge hotel mahal yang nggak bisa dimasuki sembarang orang. Teknologi keamanan yang mereka punya cukup canggih. Termasuk perangkat kamera CCTV-nya."

"Yang berarti, sebenarnya gampang banget kalau pihak kepolisian benar-benar mau nangkap pelaku sebenarnya." Naje menambahkan.

"Sayangnya, itu bukan fokus utama mereka. Entah karena sogokan. Atau karena ancaman. Atau kombinasi dua-duanya. Yang jelas, dalam kasus ini, lembaga kepolisian nggak bisa diharapkan."

"Oke." Argan manggut-manggut.

"Apakah sudah cukup menjawab, Saudara Argan?"

"Cukup sih, so far. Jadi, setelah kita dapat rekaman CCTV-nya, kita bakal upload rekaman itu ke internet?"

"Kita punya akun anonim di Twitter. Ingat? ClandestineHQ." Naje mengingatkan.

"Oke, gue paham. Terus soal CCTV-nya, lo sendiri yang bakal menyelinap ke Elysium, atau gue sama Naje bakal ikut juga?"

"Menyelinap ngajakkin lo berdua mah namanya bunuh diri."

"Eh, nggak usah merendahkan gitu dong!" Naje protes. "Gini-gini, gue bukan beban kelompok ya!"

"Iya, gue tahu, gue-lah beban sebenarnya!" Argan jadi ikutan sensi. "Tapi nggak usah gitu-gitu amat bisa kali ya? Gue kan baru beberapa bulan belajar megang pistol—"

"Gusti Allah, ginian aja jadi ribut!" Esa berdecak. "Perkara ngambil rekaman CCTV dari Elysium itu tanggung jawab gue. However, gue harap lo nggak keberatan stand-by. Gue punya back-up sendiri dari institusi gue, tapi nggak menutup kemungkinan, kalau situasinya nggak berjalan sesuai rencana, gue bisa aja butuh bantuan lo." Esa melanjutkan, kali ini sambil menatap Naje.

Clandestine: The InternWhere stories live. Discover now