Bab 16: Pesan

6.5K 461 13
                                    

Sementara itu, di tukang bubur langganan kakak-adik Dharmawan, Nabila juga tidak kalah kepo-nya dengan Syarla.

"Jadi....Kapten Renner ganteng ya kak?" tanya Nabila seraya mengecapi buburnya.

"Ya, ganteng." jawab Sabila singkat.

"Baik nggak?"

"Baik."

"Sopan, nggak?"

"Sopan."

"Santun, nggak?"

"Santun."

"Suka, nggak?"

"Suk- heh!!" ujar Sabila akhirnya, melayangkan tangannya ke lengan Nabila.

Nabila tertawa terbahak-bahak.

"Lagian, ngedip kaliiii. Tadi pas mereka jalan ke mobil, Kak Sabila malah kayak patung ngeliatin."

Sabila akhirnya menceritakan kejadian di ruang IGD tadi malam, dari mulai kejadian brankar dan apa yang Renner sampaikan sebelum Sabila menutup pintu.

Nabila menyimak seksama, ada rasa haru campur sedih yang ia rasakan. Ia tahu kakaknya ini memang perempuan hyper-independen. Meski diadopsi secara legal, dan bahkan setuju memakai nama keluarganya, Sabila tidak pernah sekalipun meminta uang untuk keperluan sekolah. Dari SMP hingga lulus kuliah, Sabila selalu berhasil mendapatkan beasiswa. Padahal Ayah Ibunya akan dengan senang hati membayar biaya pendidikan, tapi Sabila selalu mengusahakan beasiswanya. Menurut Sabila, rumah keluarga Dharmawan, baik fisik dan kasih sayangnya, sudah lebih dari cukup. Ia tak mau merepotkan Ayah-Ibu Dharmawan lebih lanjut.

"Nab? Kok malah bengong?" tanya Sabila memecah lamunan Nabila.

"Eh- Iya Kak. Aku setuju sama Bang Renner. Kakak tuh, harusnya lebih sering minta tolong." jawabnya.

"Loh kok bahas kesitu. Orang aku bilang, profesi Renner tuh bahaya banget. Makanya kubilang dia cuma bisa dikagumi, tapi nggak bisa dibersamai."

Nabila menatapnya heran.

"Lah, bukannya cocok? Kak Sabila mengobati, kalo Bang Renner tersakiti. Kalian sama-sama jarang di rumah, kerja hampir 24 jam 7 hari seminggu, gaji gede tapi nggak pernah dipake. Udahlah, bisa beli rumah 3 tahun lagi." ujar Nabila panjang lebar.

"Hah. Kau ini. Mulutnya emang asal. Untung profesimu fotografer. Kalau news anchor, udah dipecat dari lama."

Mereka tertawa bersama. Menghabiskan bubur masing-masing dan segera menjalani hari.

⏳⏳⏳

Keesokan harinya, Sabila kembali ke RS untuk menjalankan shiftnya. Hari ini, IGD tidak terlalu sibuk. Sabila bersyukur, bisa berfokus ke pekerjaan yang belum sempat ia kerjakan kemarin.

Menjelang sore, Sabila melihat seorang pemuda dengan bantuan satpam rumah sakit masuk ke IGD.

"Dokter, tolong Mas ini keserempet motor di depan RS," ucap pak satpam.

Wajah laki-laki itu tampak cemas, memegang sebelah tangannya yang memar dan berdarah.

Sabila mendekat, "Ayok cepet Pak bawa ke brankar."

Dengan sigap, Sabila memeriksa luka lecet dan memar di tangan dan kakinya. Meskipun cederanya tergolong ringan di kaki, tapi tangannya cukup parah. Ketika Sabila membebat perban di bagian pergelangan tangan, ia agak mengerang kesakitan.

"Kayaknya mesti di X-Ray deh ini. Ada kemungkinan ada retakan di pergelangan tangan. Saya order dulu X-Raynya ya. Nanti ada suster yang kesini untuk bantu administrasi." jelas Sabila.

Two Worlds CollidingWhere stories live. Discover now