Tercatat, 28 April 2026

1 0 0
                                    

"Pada saat ku diperkenalkan, aku bagaikan tersambar petir, fall in love."
-Bingo, JKT48-

Bunyi alarm membangunkanku di pagi buta. Aku mematikannya dan bangkit dari kasur, meski masih sangat mengantuk, tetapi, aku punya banyak hal yang harus ku lakukan untuk mempertahankan reputasiku sebagai top 3 paralel paling tersorot. Mungkin karena aku tidak bisa diam dan terus mengunggah penelitian dan prestasiku di sosial media. Sebenarnya, si peringkat 1 jarang tersorot, namun, dia cukup terkenal di kalangan donatur. Ya memang sih, kan dia peringkat 1 paralel. Aku tidak pernah tau dan tidak mau tau namanya. Setiap ada pengumuman peringkat paralel, aku hanya memerhatikan namaku dan Anya, selebihnya, untuk apa? Aku memakai kemeja berwarna biru dan celana jins dari merchandise sebuah KPop grup. Rambutku aku kuncir dan aku, ditemani Anya yang akan berangkat mengajar anak-anak panti karate. “Proposal mereka ke elu apa? Keren sampe bisa di acc” “Bayar” “Ih, kapitalis.” “Ya harus. Dunia aja kapitalis masa kita engga” “Bayar berapa?” “250 ribu” “Saldo gopay lu nyampe segitu?” Ucap Anya merobek bungkus snacknya lalu aku jawab dengan berdeham. “Jaga kesehatan lu ya” “Always.” Lalu aku berbelok ke arah sebuah rumah kecil, di dalam, ruangannya sangat sejuk dan tenang. Mereka punya bilik sunyi, padahal ruangan luarnya saja sudah sunyi. Kemudian namaku dipanggil, “Juliet, silakan masuk ke ruang on air ya” Ucap seorang gadis, pakaiannya rapih dan terlihat seperti pekerja korporat. Aku membuka pintu ruang on air tanpa dipersilakan, untuk apa pula? Kan tamu adalah raja.
Hi, Jul! Sudah siap belum? Kita bisa nih record sekarang”
“Oh, siap kok. Langsung sekarang aja, kebetulan hari ini lagi banyak kesibukan” Aku merespon dengan senyuman ramah. “Siap deh si paling sibyukk” Aku tersenyum sinis kepada sang Penyiar.

Terputar sebuah musik latar “Your number one student podcast!
Welcome to Siniar Nusantara by Nusantara Senior High School, kembali lagi bersama Aidan Nugroho yang siap menemani Sore kalian. Kali ini kita bersama peringkat 2 paralel dengan skor 98.54, Juliet Amara Senjani!” Ucap Aidan, sang pembawa siniar
“Halooo, selamat soreeee penduduk Nusantara!”
Setelah banyak tanya-tanya tentang perkembangan akademik serta konflik yang sedang ku pelajari, sang pembawa siniar mulai masuk ke sesi "Tanya Curcol" di mana di bagian ini sang pembawa siniar akan melontarkan pertanyaan seputar kehidupan.
“Gimana nih as one of the smartest students, semua orang kepo sama kisah cinta kamu. Ceritain sedikit dongggss” Aidan dengan nada ikoniknya bertanya.
“Untuk masalah percintaan? Sekarang sih belum berminat sama sekali, masih banyak list tugas yang belum selesai?”
“Kalau pas SMP?” Aidan bertanya kembali.

Aku ambruk di kasur setelah wawancara panjang dengan Aidan, dia adalah adik kelasku yang ku dengar duduk di peringkat 25 paralel semester lalu. Aku memandang atap kamar sembari menghembuskan napas dalam. Dalam kondisi belum mandi dan baru saja selesai belajar selama 3 jam, membuat bokong ku tidak mau berada di kasur, namun aku sangat-sangat lelah sehingga aku paksakan saja. Aku membuka ponsel ku dan melihat pesan-pesannya sekilas, banyak pesan masuk, namun aku mengutamakan untuk menjawab pesan dari guru. Lalu kemudian, aku mendapatkan pesan dari Anya untuk pergi ke ruang tamu asrama, katanya, ia butuh teman untuk bercengkrama. Aku bangkit dari singgasana ku menuju lantai bawah. Ruang tamu kami bersebrangan dengan ruang makan,  jadi cukup mudah bagiku jika mau makan. Sesampainya, aku menghampiri Anya yang sedang makan mi. “Mi every day ya? Jaga kesehatannya, Nya.” Dia tersenyum ke arahku, “Laper” Jawaban singkatnya kemudian melanjutkan topik,
“Gimana tesis lo? Diacc?”
“Cleared. Tinggal print terus dijilid” Aku menghela napas dan meneguk segelas air putih.
Ketika selesai berbincang-bincang panjang lebar dengan Anya, aku melihat dua orang lelaki memasuki ruang tamu, dan aku mengerti mengapa Anya dan temanku yang lain, Abel sedang perang dingin. Sebastian cowok yang populer karena ketampanannya, memeluk Anya, “Apa kabar sayangkuu?” “As happy as the flower, sayang” Aku selalu jijik dengan bagaimana orang-orang berpacaran, ekspresi ku pun tidak bisa dihindari, sehingga aku mengerutkan dahiku. Anya dan Sebastian melihat ke arahku, kemudian melirik lekaki di samping Sebastian.
“Eh, Juliet, kenalin, namanya Rafha. Temen gue” Sebastian menepuk punggung Rafha.

Ku lihat Rafha mengulurkan tangannya, “Rafha Gentala, 11-2” Ucapnya
Aku menjabat tangannya, “Juliet Amara, 11-1”
Ketika Anya dan Sebastian asik sendiri, aku dan Rafha menyendiri di teras, kami tidak berbincang sekata apapun, aku fokus dengan ponselku, ia fokus dengan bukunya. Sadar situasinya canggung, aku mulai berbicara, “Mostly genre apa?” Tanyaku sok akrab. “Apanya?” Tak ku sangka, suaranya ramah lembut merespon, “Buku”. “Depends on the mood, Jul. I like every genre” “Suka buku-bukunya pak Pram?” “Sukaaa, baca juga?” “Baca, lah. Kalau bu Leila?” “Kamu suka hisfic ya?” Tanya Rafha. “Iyaaa, kenapa?” “Aku juga.” Entah mengapa, dari yang awalnya tidak mau saling bicara karena sama-sama jadi obat nyamuk teman, hingga tidak mau percakapan berakhir, kami berbincang hingga pukul 8 malam. Kami bertukar nomor dan memiliki rencana untuk bertukar buku pula.
Rafha memutuskan untuk kembali lebih dulu ke asrama, karena aku belum mandi pula, percakapan memang musti berakhir. Aku mengantarnya ke gerbang depan dan melambaikan tangan ke arahnya.
Aku kembali ke asrama, ku lihat di ruang tamu banyak yang pacaran. Setelah mandi, aku menghampiri kamarku dan langsung tidur tetapi, tidurku dihentikan oleh sebuah pesan masuk. “Give me the book tomorrow ya, Juliet :D” Sebuah pesan dari Rafha, “Sipp, lo juga ya.” dan sebuah pesan, “Mau ikut reuni akbar gak?”

The Beloved Spring We MetWhere stories live. Discover now