Story

296 16 0
                                    

Third person POV

'Berjalan ke sini sambil menggendong seorang gadis sangat melelahkan. Untung saja aku bisa sampai ke rumah Kevin tanpa dicurigai siapapun' Pikir Nicholas. Dia pun 'mengetuk' pintu rumah Kevin dengan kakinya.

Terdengar grusukan dan bunyi sebuah benda jatuh sebelum ada suara rintihan "Ergh, siapa itu?" Terdengar suara -mungkin rintihan, entahlah- Kevin dari dalam. "Ini aku, Nicholas." Sahut Nicholas. Kevin pun langsung menuju ke pintu rumahnya dan membukanya, mengelus kakinya yang sedikit memar. Kriet... setelah pintu terbuka, ekspresi kesalnya berubah dari kesal ke kaget dalam sedetik dengan pemandangan di depan pintunya.

Nicholas. Menggendong. Seorang. Perempuan.

"Kau membawa perempuan?! Heyy.. Ini tidak bisa di percayaa.. Sudah kau apakan perempuan ini, Nico?!" Ucap Kevin dengan wajah IYKWIM. Dia terlihat kaget sekaligus bersemangat. "Tentu saja tidak aku apa-apakan, aku hanya mau kau membantuku untuk menyimpannya." Sahut Nicholas sedikit kesal, memutar matanya. Mana mungkin seorang Nicholas Forastyn Sykes mencabuli perempuan?

Yah, sebenarnya mungkin saja.

"Baiklah, bawa dia masuk. Kau boleh menaruh dia di ruang kosong dekat dapur." Kevin menyuruhnya masuk, masih menyengir sendiri. Nicholas hanya menghiraukan sikap aneh temannya tersebut.

~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~¤~

??? POV

Aku terbangun mendengar suara sesuatu yang digeser-geser. Kunci? Entah. Gembok? Mungkin. Aku membuka mataku dan melihat sekeliling. Aku langsung merasakan sakit yang luar biasa di kepalaku. Dan ruangan ini juga berpenerangan minim sehingga tidak membantu sama sekali, tapi setidaknya aku bisa melihat sekeliling ku walaupun gelap. Aku berusaha berjalan ke arah pintu ketika aku melihat bahwa kaki dan tanganku diikat ke dinding dengan semacam rantai. Aku langsung panik dan berusaha menarik rantai tersebut. Aku langsung menengok ketika aku mendengar suara pegangan pintu yang bergerak. Pintu tersebut langsung terbuka dan seorang pria masuk. Dia mengacak-ngacak rambut pirangnya dan menyeringai sedikit ke arah ku "Hei, kau sudah bangun." Dia berjalan ke arah sebuah dinding, seringai bodohnya masih terpasang lebar di wajahnya. Dia menyalakan sebuah lampu kecil dan mengarahkannya ke dinding tersebut. Mataku langsung terbuka lebar ketika aku melihat benda-benda yang terpajang di dinding itu; pisau bedah, silet, gunting, besi bergerigi, dan alat besi lainnya yang aku yakin tidak mau aku sentuh. Tangannya menggapai-gapai salah satu pisau yang ada di situ; pisau itu memang yang paling kecil tapi pasti yang paling tajam. Dia menghampiri ku dan duduk di depan ku, senyuman mengerikannya tidak pernah meninggalkan wajahnya. Dia mengangkat pisau tadi ke wajah ku, menggoreskannya perlahan ke pipi ku. Hey, memang aku bilang perlahan tapi ouch. Perih. Aku melihat pisau tadi terkena sedikit darah. Dia tersenyum makin lebar, mata hijaunya menunjukkan ekspresi senang. "Kau tahu, kau seharusnya tidak memberontak tadi karena kau dapat mati dengan lebih damai jika begitu. Tapi kau memilih cara kasar jadi..." Dia menyengir lebar, bermain dengan pisau tadi. Aku sibuk melihat pisau tadi aku tidak sadar aku menangis, ekspresi nya yang senang berubah menjadi koson-- Oh, aku bisa melihat sedikit rasa kasihan dan kebosanan di mata nya. Mungkin dia sebenarnya tidak mau membunuhku? Entahlah, tapi kelihatannya dia cukup psikopat untuk melakukannya. Dia menarik semacam katrol dan memutarnya sehingga rantai yang ada di sekitar tanganku berasa sedikit lebih ketat sehingga lengan hoodie ku turun sedikit ke siku ku. Dia melihat ke arah lenganku dan melihat beberapa luka disitu yang memang sengaja aku buat. Self-harm? Entahlah, setidaknya aku memiliki satu alasan untuk satu goresan. Aku meringis ketika dia menyentuh salah satu luka yang baru dan belum kering. "Kau membuat luka-luka ini sendiri?" Dia bertanya, rasa penasaran dan kagum jelas terdengar di suaranya.

I'm a Psychopathic Bipolar DisorderWhere stories live. Discover now