Shadow by Vienely

54 3 0
                                    

Challenge: Shadow, from Ella

Ia telah membuat marah sosok sang penjaga.

Berlari dan tertawa. Ia adalah anak perempuan gadis kuil pemuja Dewa Anjing. Musuh besar kami. Musuh besar kami. Kami tidak terima anak itu berkeliaran di dalam wilayah kekuasaan kami.  Kami terganggu oleh baunya. Bau anjing. Bau itu menempel lekat pada rambut dan kulitnya, pada serat baju dan tapak sepatu merahnya. Suaranya bercampur dengan lolongan hewan. Nafasnya amis bau darah kaum kami. Kami terganggu. Pergilah kau. Pergi!

‘Apa kalian ingin ia pergi seperti aku menginginkannya juga?’

Kami terperanjat. ‘Penjaga, kaukah itu?’ tanya kami. Tak pernah penjaga menampakkan diri selama beratus-ratus tahun belakangan ini. Ia terlelap tenang dan menikmati saripati sesajen keluarga kepala kuil pemuja kaum kami. Kamilah mata penjaga. Hidung penjaga. Kami mengawasi dan menyaksikan, memastikan penjaga nyenyak dalam tidurnya. Namun sekarang penjaga terbangun. Gara-gara anak perempuan kuil anjing itu. Gara-gara dirinya.

‘Usirlah dia, Penjaga! Kami tak bisa menerima hal ini lagi!’

‘Separuhnya karena anak Youichi. Ia yang membawa gadis itu kemari.’

‘Bocah itu?’

‘Siapa namanya?’

Penjaga tersenyum. ‘Aku yang akan mendisiplinkan Subaru. Tetapi untuk saat ini, agar gadis itu tidak mengganggu wilayah kita lagi, akan kulandaskan kutukanku padanya,’ ucapnya. Lalu, serentet rapalan yang bahasanya kami tak mengerti berdenging di telinga kami bagaikan doa yang menyejukkan.

Kami terkekeh. Kami memuja penjaga. Sekarang kami bisa kembali mengawasi dunia manusia dengan tenang seperti sebelum gadis itu muncul.

xoxo

Nana jadi aneh.

Aneh adalah sebuah kata yang indah untuk menggambarkan kelakuan Nana akhir-akhir ini. Berlari keliling kuburan mungkin akibat terpincut siluman rubah. Tertidur dan kepalanya berjalan-jalan jauh dari badan mungkin karena jiwa yang tertekan dan baru bebas seolah ia berkelana dalam mimpi. Untuk segala keanehan, ada suatu penyebab. Itulah yang Ayah ajarkan padaku sebagai calon pewaris kuil Gōtoku-ji. Berbeda dengan kuil pemuja Inugami, sang Dewa Anjing yang tersohor, milik keluarga Nana, kuil kami terbilang kecil. Kami merupakan rumah bagi Maneki Neko, Dewa Kucing Pembawa Keberuntungan. Sayang, keberuntungan itu sepertinya terbatas untuk pengunjung kuil, bukan untuk kami. Atap kuil kami masih saja bocor apabila hujan turun dan sesajen yang bisa kami berikan pada Nekomata, penjaga utama kuil kami, palingan hanya nikuman.

Keanehan Nana dimulai sejak minggu lalu. Aku ingat kami bermain bertiga, bersama Kenta dari Kuil Chingodo, pemuja Tanuki, Dewa Cerpelai. Sebenarnya ada satu lagi teman kami dari kuil Dewa Rubah, tapi berhubung dirinya sudah lama tidak terlihat, akhirnya perlahan-lahan kami melepasnya dari ikatan pertemanan. Kami berempat tumbuh bersama, meskipun dewa yang kuil kami usung berbeda-beda. Aku, Nekomura Subaru, bertiga dengan Inugawa Nana dan Takakura Kenta, berlarian di halaman belakang kuil keluargaku yang luas, seperti biasanya. Waktu itu mereka datang karena pertemuan pendeta kuil minor berlangsung di sana.

Sudah. Itu saja. Aku bersumpah hanya itu yang terjadi. Tidak ada ojizousama yang kami tubruk. Tidak ada batu yang tersandung dan terlepas dari apapun yang ia jaga. Tentu saja tidak ada sumpah serapah maupun perbuatan tercela. Bagaimanapun, kami anak pendeta. Kami tahu bahayanya berlaku tidak sopan di wilayah makhluk halus. Halaman belakang kuil yang banyak pohon serta rindang merupakan tempat favorit mereka untuk beristirahat. Hanya tawa terlantun selama kami menyeruak dari semak, dari batang pohon gemuk, ke celah di antara bangunan-bangunan tua berbau kayu basah. Lalu, menjelang senja, mereka pulang bersama keluarganya.

[Chain Fiction Project] Individual ChallengeWhere stories live. Discover now