Natella memperhatikan pantulan wajahnya dari cermin kecil yang ia pegang. Matanya masih bengkak akibat menangis semalam, untung concealer yang dipolesinya disekitar mata cukup menutupi itu.
Sempurna, make up yang melapisi wajah cantiknya tidak ada cacat sedikitpun. Dia juga mengenakan anting hoops yang membuat penampilannya terlihat makin menarik.
Dengan senyum yang sengaja ia kembangkan, cewek itu berjalan ke arah sebuah meja yang diduduki oleh enam orang yang sedang mengrobol. Dia langsung duduk di sebelah Arkasa, cowok yang sempat meliriknya sebentar kemudian langsung buang muka, sedangkan empat lainnya memberikan fokus sepenuhnya ke arah Natella, menghentikan oborolan seru mereka sebelumnya, mungkin terganggu.
Sadar diabaikan oleh laki-laki disebelahnya, Natella tetap tidak menghilangkan senyum dari wajahnya. Dengan lembut dia berkata, "Arka haus ya? Ini aku bawain Vanilla Frappe." ucapnya sembari meletakkan minuman yang ia bawa ke atas meja.
Perbuatannya itu tentu semakin menjadi pusat perhatian orang-orang yang kebetulan ada di kantin, terutama yang duduk di meja yang sama dengan Arka. Natella kemudian meletakkan kotak Pizza yang ia bawa ke atas meja, "ah, aku juga bawain Pizza untuk kalian, di makan ya." lanjutnya manis. Benar-benar manis, seperti Natella yang mencaci-maki Arka dengan berbagai serapahan kotor kemarin menghilang di culik peri apinya mimi peri.
"Kok pada natap aku begitu, sih?" tanyanya heran, dia menatap sinis ke arah cewek yang duduk paling ujung sebentar kemudian pandangannya terarah pada Aji, satu-satunya cowok selain Arka yang duduk di bangku itu. "Jangan diliatin doang Ji, ayo di makan." Tawarnya manis.
Aji mengangguk, terpana dengan senyum manis Natella, ini cewek kalau lagi cemberut sama senyum bedanya bisa sampe 180 derajat. Aji membuka kotak Pizza yang tadi dibawain Natella, kemudian mengambil satu potongan, tidak lupa menawarkan teman-temannya yang lain, yang tentu saja menolak halus. Sedangkan Natella masih belum menyembunyikan senyum lebarnya, tidak peduli dengan 3 orang cewek yang duduk di bangku ini memberinya tatapan risih terang-terangan.
"By the way, aku boleh pinjam Arka-nya bentar?" tanyanya basa-basi. Namun tanpa menunggu jawaban siapapun, dia langsung menarik tangan Arka yang daritadi hanya diam itu beranjak dari sana.
Sekesal ataupun semarah apapun Arka padanya atas perbuatan labilnya kemarin, Natella tahu kalau Arka bukan tipe yang suka mempermalukan orang lain. Setuju ataupun tidak untuk diajak pergi, Arka tidak akan menghempaskan tarikkan tangan Natella, tidak di depan orang lain.
"Beneran sakit jiwa itu cewek. Fix psikopat!" Nadine, cewek mungil yang duduk di meja itu langsung menyuarakan isi hatinya yang terpendam setelah Natella dan Arka dilihatnya menjauh. "Jelas-jelas gue kemaren ngintip apa isi chatnya dia ke kak Arka. Kak Arka dikatain anjing, brengsek lah segala macem. Ga habis pikir deh gue."
"Iya. Gue pikir kak Arka bakal terbebas beneran dari jeratan ular betina kayak dia. Eh, malah ditarik masuk lagi." Lisa merespon, "Gue kadang kasian sama Kak Arka, dia kayak terpaksa gitu berada dalam status tanpa cinta dengan si ular betina. Mending sama Mentari kemana, iya ga, Tar?" Lisa kemudian melirik ke arah Mentari, meminta persetujuan si cewek kalem yang terus diam daritadi.
Mentari menggeleng, "Kak Arka sama kak Natella cocok kok," jawabnya seadanya.
"Cocok apanya? Kak Arka tuh pangeran, si Natella mah evil queen." Nadine merespon tidak terima, nada suaranya penuh emosi. Cewek mungil itu sebenarnya tidak mengerti kenapa dia bisa seterbawa perasaan begini kalau membicarakan Natella. Mahasiswi ilmu komunikasi yang entah kenapa bisa jadian sama pangeran di fakultas mereka.
"Kalian tuh kenapa sih? Mending di makan Pizza-nya," ajak Aji, cowok berbadan agak besar itu sudah melahap potongan kedua. "Diomongin sampai mulut berbusa juga yang tahu hubungan mereka cuma mereka berdua."