Prolog

242 24 1
                                    

Jika hujan mampu memberikan kesan tenang pada pendengarnya, maka petir juga mampu memberikan kesan gelisah pada pendengarnya.

Dan jika hujan mampu menciptakan si galak petir, maka hujan juga mampu menciptakan si indah pelangi.

Sesuatu yang kita pikirkan baik, mampu berubah menjadi buruk.

Begitupun sebaliknya, sesuatu yang kita pikirkan buruk, mampu berubah menjadi sesuatu yang baik pula.

"Selamat tanggal satu, ya!"

Seorang gadis cantik berpakaian seragam putih abu memeluk erat tubuh kokoh lelaki di hadapannya.

Tatapan lelaki itu datar. Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan tatapan yang diberikan gadis cantik itu kepadanya. Logo seragam yang terpampang jelas di seragam putihnya nampak berbeda dengan logo seragam yang gadis itu pakai.

"Aku ga nyangka kita udah bareng-bareng selama ini. Tiga tahun, astaga. Rasanya cepet banget, iya gak sih? Semoga ya, di hari-hari berikutnya, kita bi--"

"Lepas."

Kening gadis itu nampak berkerut dalam. Ia melepaskan dekapannya dan segera menatap wajah lelaki yang sangat berarti di hidupnya itu dengan bingung.

"Kamu kenapa? Lagi gak enak badan ya?"

Lelaki itu hanya diam dan menatap gadisnya datar. Lalu ia menghirup napasnya dalam sebelum mengucapkan satu kalimat yang mungkin akan menyakiti hati gadis di hadapannya itu.

"Kita putus aja."

Tubuh gadis itu mematung. Bibirnya kaku, tidak bisa bergerak sedikitpun untuk sekedar mengucapkan kata kenapa.

"Gue udah bosen sama lo, Vanesha," ucap lelaki berambut gondrong itu. "Gue pengen nyari suasana baru. Udah sana, pergi lo jauh-jauh dari hidup gue."

Kening Vanesha kini semakin berkerut dalam. Ia masih tidak mengerti akan kemana arah pembicaraan lelaki itu.

"Maksud kamu apa sih, Ndra?"

Lelaki itu menatap wajah Vanesha malas. Tangannya terangkat untuk menguncir rambut hitamnya yang mulai memanjang. "Gue udah ga suka lagi sama lo. Udah bosen. Pengen nyari yang baru, yang bisa gue peres lagi duitnya, yang bisa gue manfaatin, yang bisa ngasih gue sesuatu yang lebih dari yang lo kasih, dan yang bisa bikin gue seneng setiap ha--"

"Brengsek," potong Vanesha tiba-tiba, yang mampu membuat tubuh Andra nampak sedikit terlonjak. "Terus kata-kata manis yang kemarin-kemarin lo kasih ke gue itu apa maksudnya?"

"Ya menurut lo?" Ucap Andra sambil tersenyum miring. "Kalo gue ga butuh lo, ga mungkin gue mau ngomong kata-kata menjijikan itu buat lo. Lo nya aja yang bego. Mau aja percaya sama kata-kata gue dengan mudahnya. Udah sana, pergi lo. Gue males ngeliat lo lagi."

Air mata Vanesha kini mengalir deras tanpa bisa ia tahan. Dengan tubuh yang bergetar, ia segera mendongakkan kepala dan menatap wajah lelaki yang dulunya sangat suka ia pandangi.

"Gue bakal pergi, tapi lo harus inget satu hal."

Andra nampak tak mengindahkan ucapan Vanesha, dan justru naik ke atas motor ninjanya. Berniat untuk pergi dari taman yang menjadi tempat favorit Vanesha saat menghabiskan waktu dengannya dulu.

"Karma pasti berlaku untuk cowok brengsek kayak lo. Demi apapun, gue benci banget sama lo."

Dan setelah Vanesha berkata seperti itu, motor ninja merah Andra sudah pergi cepat meninggalkan Vanesha yang kini terduduk lemas di atas rerumputan hijau yang lembab.

Matanya yang sudah penuh akan air mata itu tiba-tiba menangkap satu benda yang tergeletak manis di sebelahnya.

Vanesha mengambil buku berwarna silver itu dan membukanya perlahan.

Air matanya tidak bisa ia hentikan, ketika dirinya melihat isi dari buku yang satu tahun lalu pernah ia buatkan khusus untuk lelaki yang bernama Andra Farezka.

Lembar demi lembar yang berisikan kenangan manisnya saat bersama Andra dulu mampu membuat air matanya kembali turun dengan deras. Terlebih lagi, saat ia melihat satu foto favoritnya dengan Andra yang tertempel jelas di sana. Walau sedikit jadul, tapi tetap saja bermakna bagi dirinya.

Duk!

"Aduh!" Pekik Vanesha saat menyadari sebuah kaleng minuman kini mendarat manis di kepalanya.

Vanesha mengalihkan pandangannya ke arah dimana kaleng tadi terlempar.

Wajahnya memanas saat menyadari bahwa tersangka dari pelemparan kaleng itu adalah seorang lelaki. Dengan gusar, Vanesha melangkah dan menghampiri lelaki yang sedang terduduk santai di bawah pohon.

"Ini lo yang ngelempar?!" Ucap Vanesha tanpa basa-basi sambil menunjukkan kaleng minuman bekas itu.

Lelaki itu mengalihkan pandangannya dari ukulele hitam di pangkuannya dan menatap Vanesha datar. "Iya. Masalah buat lo?"

Mengesampingkan akan keterkejutannya pada ketampanan lelaki itu, Vanesha segera melempar kaleng itu tepat mengenai wajah lelaki songong itu.

"Bisa ga sih, sebentar aja cowok itu berbuat baik ke cewek? Emang dasarnya semua cowok brengsek sih. Musnah aja kek cowok."

Lelaki songong itu meneguk minuman kalengnya sebentar sebelum bangkit berdiri menghadap Vanesha. "Kok lo jadi ngatain cowok brengsek dah? Emang cewek aja yang goblok. Kenapa malah jadi nyalahin cowok."

Dengan rasa kesal yang sudah memuncak, Vanesha dengan kencangnya melempar kasar sebuah buku yang sedari tadi ia pegang ke arah lelaki itu.

"Emang semua cowok sama aja. Sama-sama brengsek!"

Vanesha berjalan cepat menjauhi lelaki yang kini menatap punggungnya dengan penuh tanda tanya. Ia tidak perduli lagi sekarang dengan makhluk yang bernama lelaki.

Mulai sekarang, ga bakal ada lagi cowok yang boleh masuk ke hati gue.

***

Yeaayy! Aku hadir dengan cerita baru. Oiya bagi yang nanyain Angkasa, Angkasanya entar aja ya. Udah aku tulis kok, cuman emang belom di publish aja hehe.

Gimana prolognya? Aneh ya?

Vommentsnya ya jangan lupa. Makasih!:)

Btw kalo komennya rame, bakal aku lanjut. Hehehe thankyou before!

KevaneshaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon