Sapuan Tiga; An Eye For An Eye

126K 11.4K 1.8K
                                    

Matamu mengingatkanku pada luka, yang ternyata tidak pernah sembuh ... hanya aku yang terbiasa

***

Waktu pernah berhenti di jingga senja yang meredup di kulit Bunda, di antara helai rambutnya yang tertiup angin, juga dalam tarian kuas di atas kanvas miliknya.

Waktu pernah ... dan telah berhenti dalam diri Bunda.

"Bunda ngelukis apa?"

Saat itu di depan kanvas, Bunda terlihat tenang, seperti tenggelam di dunia yang dia ciptakan. Sudut bibirnya menyunggingkan senyuman, dan tanpa menoleh ke arah Mega, dia berkata, "Langit."

Binar matanya berpendar hangat, lebih hangat dari matahari yang mulai tenggelam.

Lampu-lampu mulai menyala temaram, kepayahan memecah pekat malam. Adzan menggema, dan Mega bahkan masih belum bisa menemukan langit yang Bunda maksud.

Kanvas Bunda terlihat pilu, penuh warna biru-abu. Seorang gadis meringkuk di sana, memeluk bayangan serupa pandora yang juga memeluknya.

Mana langitnya?

Bunda menatap Mega saat itu, lembut, dengan senyum yang selalu Mega suka.

"Nggak ketemu, ya?" Bunda tertawa ringan, hangat sekali. "Lukisan itu nggak cuma bisa dilihat dari mata."

Mega masih ingat wangi rempah yang lembut menguar dari tubuh Bunda saat dia mendekat. Cat menghias tangannya yang menepuk dada Mega pelan.

"Coba kamu lihat dari sini ... dari hati kamu."

Butuh waktu lama untuk memahaminya, untuk menemukan gumpalan awan yang membentuk tubuh gadis itu, juga taburan bintang yang menghias wajahnya serupa tangis.

Gadis itu adalah langit.

"Bunda suka langit?"

Dari bagaimana wajah Bunda berseri merah, Mega tau jawabannya.

"Bunda penasaran." Bunda menyelipkan anak rambut ke belakang telinga. "Langit itu penuh rahasia. Dia mendengar banyak doa dari kita, menyimpannya, lalu memeluknya. Kamu pernah bayangin gimana perasaannya?"

Embus napas Bunda terdengar lelah. "Dia selalu sendirian ... dia pasti kesepian."

Sejauh yang Mega ingat, itu adalah kali pertama ia jatuh cinta, kali pertama ia merasa debar-debar aneh dalam dirinya.

"Selama ini, langit pasti menderita ... karena nggak ada yang bisa ngerti perasaannya."

Dan sejak saat itu, langit akan selalu membawa kenangan tentang Bunda ... termasuk Langit yang sekarang jadi buronan Mega. Walaupun Langit yang ini kayaknya menyebalkan, karena susah banget ditemukan.

Hari ini Mega sudah menyusun rencana matang. Pertama ia akan menyisir parkiran, nyari Langit yang katanya sering ngasih makan kucing liar. Kalau nggak ketemu, Mega akan mampir ke burjo Mang Dadang, tongkrongan Langit kalau senggang.

Sayangnya rencananya berantakan.

Mega sudah berangkat pagi buta, padahal nggak ada jadwal kuliah. Ia sampai rela mengabsen motor demi motor, karena katanya juga, si Langit ini pakai motor hitam besar yang lumayan mencolok mata. Mega nggak nanya merk dan tipenya, karena percuma, ia tetap nggak tau bedanya.

Lukisan Tentang LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang