Bab 48; pantai, aku dan kamu (1)

465 68 52
                                    

FERINA dan Galang turun dari motor, melepas helm dan menyapukan pandangan ke arah sekeliling. Langit cerah, angin yang berhembus perlahan, menyibak ujung kerudung Ferina dan poni Galang. Ferina tersenyum. Pantai yang tertangkap oleh netranya saat ini tepat seperti apa yang ada dalam ekpektasinya.

Galang menyiku pelan Ferina. "Yuk."

Sementara itu, Ranu dan Nada baru saja memarkir motor. Nada meletakkan helmnya di spion kiri motor, tapi kemudian di pindah Ranu - ia mengaitkan helm Nada pada kait di bawah jok supaya tidak mudah diambil orang. Gadis itu tersenyum berterima kasih, lalu melirik sandalnya. Kait yang ada pada pergelangan kakinya terlepas. Ia pun merundukkan badan empat puluh lima derajat agar tangannya bisa meraih kakinya. Kaus Nada terangkat, ditambah lagi dengan adanya pergerakan ransel di punggungnya, Ranu bisa melihat sekelebat punggung Nada.

Melihat Galang dan Ferina yang berjalan mendekat, Ranu bergegas untuk berdiri memunggungi Nada; menutupi bagian belakang gadis itu. Ferina melontarkan pertanyaan. "Kita mau sarapan dulu atau langsung ke tempat owner penginapannya?"

"Gue nggak laper sih, paling perlu sebat sama ngopi aja. Lo, Nu? Ngerokok?" tanya Galang.

Ranu menggeleng kecil.

Nada meluruskan punggung dan menyahuti seraya menarik strap ransel. Kemudian memutar badan dan memunculkan sebagian kepalanya dari balik punggung Ranu. "Paru-paru Ranu adalah aset penting negara. Harus bersih dari sampah-sampah kimia." Ia melirik Ranu, laki-laki itu tersenyum kecil. "Nggak juga, Nad. Gue udah janji sama nyokap buat nggak ngerokok."

"Jadi, makan apa gimana nih? Nad, lo laper nggak?" Ferina mengulangi pertanyaannya.

"Gue udah sarapan. Masih kenyang." 

Ferina manggut-manggut. "Gue juga sih."

"Ya udah, langsung aja yuk. Biar cepet kelar," ajak Galang dan disetujui oleh Ferina yang langsung mengambil langkah maju ke jalanan setapak yang sengaja dibuat dari kayu-kayu.

Nada dan Ranu berjalan sekitar dua meter di belakang Galang dan Ferina - yang memang punya langkah besar-besar akibat kaki jenjang mereka sementara Nada kewalahan mengimbangi sehingga Ranu memutuskan untuk melambatkan langkah supaya Nada tidak perlu tergesa-gesa mengikuti langkah cepat Galang dan Ferina. Apalagi jalanan setapak ini lumayan terjal dan dekat dengan hutan bakau.

Nada menoleh ke arah Ranu. "Nu?"

"Hm?"
"Lo sebelum jemput gue udah sarapan?"
"Belom sih."
"Kenapa nggak bilang? Kan kita tadi punya opsi makan dulu."
"Ya nggak papa, kan biar cepet. Galang ada kelas ntar siang."

Nada mencibir, "Ini kan masih jam delapan."

Ranu tersenyum. Nada menarik napas, mengambil ancang-ancang lalu melangkah lebar, mendahului Ranu. Laki-laki itu menatap punggung Nada, lalu menyeimbangkan langkah. "Nad.."

"Hm?"
"Coba lo berenti bentar."

Nada mengerutkan kening seraya menghadap laki-laki jangkung tersebut. "Kenapa?"

Ranu mengulurkan tangannya, lalu menarik pinggiran bawah kaus Nada dengan lembut hingga melewati batas pinggul jeans gadis itu. Nada terdiam sebentar. Tiba-tiba degup jantungnya berdenyut lebih cepat. Ia menatap Ranu yang sedang memandangnya lurus.

"Kalau gerak pelan-pelan. Biar punggungnya nggak kelihatan."
"Oh.. sorry."
"Kenapa jadi lo yang minta maaf. Harusnya kan gue yang ngomong gitu."
"Kenapa lo?"
"Ya.. karena.. gue lihat."

Nada reflek tergelak mendengar jawaban Ranu. "Kan nggak sengaja. Kalau nggak sengaja, nggak ada hukumnya." Ia mendahului Ranu, mempercepat langkah agar tidak terlalu jauh di belakang Galang dan Ferina yang rupanya sudah sepuluh meter di depan.

BIANGLALA UNTUKMU [fin]Where stories live. Discover now