9,4 - river flows in you

446 86 67
                                    

AISYA melirik Dylan. Sebenarnya ia agak ragu ketika Sammy memintanya untuk main piano sambil bernyanyi. Bukan karena Sammy mungkin akan menilai kemampuan musikalnya, tapi Aisya hampir tidak pernah mempertontonkan permainan pianonya di depan orang lain kecuali Dylan dan teman-teman band Dylan. Tampil di atas panggung jelas tidak masuk dalam hitungan.

Sammy merasakan adanya perubahan air muka Aisya, lantas bertanya. "Kenapa, Sya?"

"Grogi, Sam," alih-alih Aisya, justru Dylan yang memberikan jawaban.

Tawa Sammy langsung pecah. "Kenapa grogi deh, kan gue bukan Ahmad Dhani? Gue nggak bakal ngamuk kalau suara lo tiba-tiba out of tone atau salah pitch. Santai aja, Sya."

"Duileh mentang-mentang udah pernah dinilai Ahmad Dhani," seloroh Aisya.

Sammy tertawa lagi. "Ya makanya, lo relaks aja. Bukan audisi ini. Gue cuma pengin tau karakteristik suara lo, gaya musik lo. Nanti ke depannya kita bakal satu band, jadi harus satu aliran, ya kan?"

Aisya mengangkat bahunya. "Iya sih."

"Ya udah, mulai yuk," Sammy menekan satu tuts untuk mencairkan suasana.

Aisya menarik napas dalam-dalam. Dylan bangkit dari duduknya, "Eh gue jemput nyokap dulu ya."

"Nyokap lo di mana?" tanya Sammy.

"Arisan. Ya udah ya, gue cabs. Kalau telat nanti kena omel, tahu sendiri kan nyokap nggak doyan nunggu."

Tanpa menunggu persetujuan lawan bicaranya, Dylan sudah menghilang dan lalu terdengar suara deru mobil meninggalkan garasi.

Aisya melirik Sammy, "Janji ya kamu nggak bakal ngehakimi lagu yang aku nyanyiin."

"Hahaha iya, iya," Sammy sepakat.



Satu persatu kenangan
Kita terhempas waktu
Detik demi detik berlalu
Kita semakin jauh
Sejak kapan begini
Rinduku terkikis perih
Tak mampu bersama lagi
Maafkanlah diriku
Tak sanggup mengerti
Kau pergi
Meninggalkan aku
Cinta
Kau lepas pergi


Sammy terdiam. Padahal Aisya sudah berhenti memainkan piano dan lagunya pun usai tiga menit yang lalu. Aisya harus mencolek lengan Sammy supaya laki-laki itu tersadar entah dari apa.

"Gimana?"

Sammy tersenyum. "Lagu bikinan lo sendiri ya?"

Aisya mengangkat bahu.

"Kok gitu?"

"Instrumental pianonya bikinan orang lain, aku cuma iseng nambahin lirik, yang bikin instrumental juga palingan nggak tahu," jawab Aisya apa adanya.

Sammy mengerutkan kening. "Siapa?"

"Ada, seseorang."

Untuk sepersekian detik, Sammy tersadar bahwa bukan hanya dirinya yang punya kisah. Bahkan gadis yang menurutnya galak seperti Aisya pun memiliki cerita yang bisa dituturkan lewat kata-kata. Sammy harus mengakui kalau Aisya memang punya suara yang lembut. Berbeda dengan suara saat ia bicara sehari-hari. Yang paling penting adalah ketika Aisya bernyanyi, ia menyanyikannya dengan seluruh perasaan. Tadi, Sammy bisa merasakan pilu dari lagu yang dinyanyikan Aisya.

"Mantan ya?" tanya Sammy separuh iseng, separuh ingin tahu. Keingintahuan itu sepenuhnya dilandasi karena Sammy ingin mengakrabkan diri dengan Aisya, karena notabene mereka akan jadi satu tim.

Aisya nyengir kecut. "Bukan. Belum sempat ada apa-apa, sih."

"Kenapa?"

Aisya menoleh, "Apanya?"

ROSYDonde viven las historias. Descúbrelo ahora