B ; tea cups

4.4K 520 42
                                    

"Eh gue turun bentar, barusan dapet SMS dari satpam kalau ada paket buat gue," pamit Anata setelah sepuluh menit menuntaskan nasi ramesnya.

Aku manggut-manggut saja. Tak berapa lama usai Anata menutup pintu, ponsel gadis itu berdenting lagi. Aku menoleh. Anata meninggalkan benda pipih itu di meja. Khawatir ada info penting yang darurat, aku mengambil ponsel tersebut dan mengecek.

Samuel Sulistyan
nat
minggu depan mau coba bondage ga
mau dong plis
seru kyknya
minggu lalu kan gue uda nurutin lo

Aku mengerutkan kening. Secara reflek, aku menyekrol ke atas. Ke percakapan dua hari sebelumnya.

Samuel Sulistyan
nat
ke tempat gue dong

Anata
anjir jam brp nih
besok aja

Samuel Sulistyan
ihh sekarang
kalo lo ga ke unit gue
gue yg ke tempat lo nih

Anata
ga!!!
ga ada cerita main di tempat gue

Samuel Sulistyan
makanya!!
buruan ke tempat gue

Anata
sial
lo abis makan apaan sih
pagi pagi gini
baru juga jam enem
gue kerja jam lapan!!

Samuel Sulistyan
buruan :(
cepet deh sekali aja

Aku menarik napas. Menutup percakapan itu. Deret chat lain ada di bawahnya, menggoda untuk kubaca.

Aska Panduputra
haha sori
btw incase you forgot
bralette lo semalem kan di foyer
tapi uda gue taruh di kamar mandi

Anata
heh iya anjir
thanks
gue mandi dulu deh

Lagi-lagi aku menghela napas. Kali ini lebih berat dari sebelumnya. Kuletakkan ponsel Anata kembali ke meja. Aku menyapukan pandangan ke seluruh penjuru apartemen Anata. Nggak ada jejak yang ditinggalkan oleh laki-laki lain di sini. Selain jejakku. Bahkan kamar mandi Anata pun beraromakan parfumku.

Tentu saja apartemen ini nggak menyisakan ruang lebih untuk laki-laki lain, karena Anata nggak pernah membiarkan laki-laki lain menjejakkan kaki di dalamnya. Selain aku. Tapi Anata-lah yang menghampiri mereka. Aku ingin tahu mengapa ia nggak membiarkan laki-laki lain masuk ke apartemennya.

Terdengar bunyi pintu terbuka, Anata berjalan masuk dengan kotak paket di dalam dekapannya. Aku menatap gadis itu, ia terbalut kaus putih yang pas dengan tubuhnya dan celana pendek Bali bermotif bunga-bunga.

"Paket apa?" tanyaku, beranjak dan mengambil alih kotak yang tampak berat tersebut.

Anata tersenyum, "Set cangkir."

"Hah?"

"Gue pesen satu set cangkir teh dari keramik, modelnya customised. Buka deh," kata Anata sambil menggiringku ke sofa.

Kami duduk bersebelahan. Anata mengulurkan tangan mengambil gunting yang ada di laci meja dekat sofa, lalu memberikan padaku. Aku membuka kotak tersebut.

Kulirik Anata dengan tepian mataku. Gadis itu tersenyum, pipinya merona. Aku nggak bisa nggak ikut tersenyum.

Iris mataku melebar.

Anata mengambil satu dari empat cangkir tersebut. "Lucu kan?"

Diangkatnya cangkir di tangan tersebut. Cangkir kecil, dengan motif bunga krisan bertuliskan 'Gigi♡' lalu senyumnya melebar. Aku mengarahkan pandanganku pada sisa cangkir yang ada di kotak.

Satu bertuliskan 'Brian♡', satu bertuliskan 'Anata♡' dan yang terakhir 'Agia♡'.

Keningku berkerut. "Kenapa nama gue tiga, nama lo cuma satu?"

SHEETS AND STREETSWhere stories live. Discover now