D ; peeking the past through the eyes of men

2.3K 344 51
                                    


SEWAKTU aku masuk ke mobil Donny, hal kedua yang kusadari dengan cepat—yang pertama adalah keberadaan Kak Wiscaka di jok belakang bersama Kak Saga—yaitu aroma parfum yang asing. Aku mengendus barang sesaat.

Donny keheranan. "Kenapa sih, sayang?"

Aku menggelengkan kepala. "Bau harum."

"Parfum gue?" Kak Wiscaka berseloroh asal. Aku mendengus, "Bukan. Mas Caka mah bau essential oil khas Bali yang biasa dibawain Ketut kalau pulang sowan neneknya di Ubud."

Kak Wiscaka mencibir.

"Bau harum gimana, Ndra?"

Aku menoleh dan melotot pada Kak Saga. Ini sudah sering terjadi dan aku cukup sebal dibuatnya. "Dyandra, Kak. Motongnya jadi Dy, bukan Ndra."

"Hehe sori sori."

"Parfum kamu baru?" kali ini aku mencondongkan badanku ke Donny, mengendusnya. Disambut seruan Kak Wiscaka, "Yeu, Dyandra lama-lama kayak abangnya. Bisaan aja bilang gitu. Ngomong kek kalau mau nyipok Donny. Ntar gue sama Bang Saga merem deh pura-pura nggak liat."

"Ih apaan sih, nggak tuh!" aku mengelak cepat. Sebab aku memang hanya ingin memastikan aroma parfum ini.

Donny menimpali, "Dyandra mana pernah Bang nyium pas banyak orang gini. Kalau sepi, iya, baru tuh."

"Donny! Kok malah ikut ngeledekin!?" aku meluncurkan kepalan tanganku ke pundak laki-laki yang sedang mengemudi itu dengan lembut.

"Ya lo aneh-aneh aja. Perasaan nggak ada bau-bauan.." komentar Kak Saga, aku menoleh reflektif. "Idung aku bau tapinya.."

"Ya udah sekarang lo duduk yang anteng. Kita perjalanan ke studio, lo sambil inget-inget tuh bau apa yang lo maksud.." Kak Saga memberikan solusi yang sebenarnya nggak solutif namun hanya berusaha memintaku untuk diam duduk nggak banyak ribut di jok depan.

Tapi aku menurut.

Kak Wiscaka menyolek pundakku menggunakan sebotol minuman dingin rasa markisa, kuterima dengan senang hati dan berterima kasih.

"Mas Gi berangkat sendiri? Sama Ko Jayden?" tanyaku sambil berusaha membuka tutup botol minuman dingin tersebut.

"Bang Bang tolong bukain botolnya pacar gue Bang tangannya kecil ntar lecet," kata Donny mengayun tangan memberi kode pada Kak Wiscaka.

Yang diberi kode langsung tanggap dan aku nyengir malu sebagai ucapan terima kasih.

"Jayden berangkat dari rumah, katanya ada perlu nganterin Mamanya dulu ke optik atau apotek gitu. Gue nggak denger jelas," jawab Kak Saga sambil menggerayangi jok belakang mencari bantal atau sesuatu yang bisa ia gunakan sebagai alas kepalanya.

"Terus Mas Gi?"

"Sama ceweknya lah.." cerocos Kak Wiscaka. "Masih anget anget tahi kucing."

"Jangan gitu dong!" protesku. "Udah bener Mas Gi sama Mba Nat. Coba bandingin sama Mas Gi yang dulu? Pacaran dah kayak ganti baterai iPhone. Nggak ada yang awet. Jadinya colok sana colok sini."

Kak Saga melotot, "Colok apaan, Ndraaaaa.."

"IH!! Kak Saga! Khusus Kak Saga kalau manggil aku harus lengkap Dyandra!! Nggak noleh dipotong-potong!" semprotku yang berujung tawa Donny.

"Maap, maap. Kebablasan," ungkap Kak Saga penuh sesal.

Aku kembali mengarahkan pandanganku ke jalanan. Ketika Kak Wiscaka melontarkan pertanyaan yang membuatku harus melirik lewat spion dalam.

"Lo kenapa sih, Dy, segitunya sama Anata? Emangnya lo udah kenal banget ya sama orangnya? Gue tuh—yah, yang lainnya gue rasa.. nggak tahu apa-apa soal Anata. Misterius banget. Brian nggak pernah cerita, muncul di studio J bareng Bang Jayden juga bisa diitung jari. Kalau datang pun, dia cuma diam aja. Bang Jayden nggak banyak ngejelasin soal adeknya itu."

SHEETS AND STREETSDonde viven las historias. Descúbrelo ahora