• Aland-Arkan #01 •

185K 14.6K 801
                                    

Hallo!

Seperti yang pernah saya bilang, saya akan publish beberapa bonus Chapter tentang Aland-Arkan saat kecil seperti Artha. So, happy reading!

***

Beberapa kotak berukuran sedang menumpuk di ruang keluarga. Sebagian berisi benda-benda milik Samudra dan Lalisa, sisanya berupa benda yang pernah Aland dan Arkan gunakan saat masih bayi.

Aland dan Arkan menatap kotak-kotak itu dengan mata berbinar. Di mata mereka, semua kotak itu tampak seperti lego yang harus disusun menjadi sebuah kastil, dan mereka akan menjadi ksatria tangguh yang menunggang kuda dan mengacungkan pedang.

Alhasil, keduanya mendekati salah satu tumpukan yang dekat dengan sofa. Aland hendak mengangkatnya, tetapi dia memelotot dan terbatuk.

"Ih, kok belat?"

Arkan mendekat, mencoba mengangkat kotak yang sama. Arkan langsung mengusap telapak tangannya setelah mencoba. "Iya, belat."

"Isinya apa?" Aland berjinjit dan mengintip isinya.

Bentuknya aneh. Seperti tempat minum, tetapi penutupnya tampak asing di mata Aland. Oleh karena itu, Aland mengambilnya meski kesulitan karena tubuhnya kurang tinggi.

"Itu apa?" Arkan memegang tempat minum itu.

"Tempat minum kayaknya. Tapi aneh, ya." Aland memutar-mutar benda itu, penasaran dengan salah satu tombol dan menekannya.

Tutup minuman itu otomatis terbuka, seperti akan terlempar. Arkan memekik. Namun, sedetik kemudian dia tertawa. Begitu juga dengan Aland.

Aland menutup kembali tutupnya, menekan tombol dan kejadian yang sama terulang beberapa kali. Kembar Alano tertawa-tawa, mengacung-acungkan tempat minum itu seperti menemukan berlian yang sangat berharga.

"Lagi pada ngapain?"

Aland dan Arkan mendongak dan menatap Benua yang berjongkok di hadapan mereka. Aland menunjuk tempat minum di tangannya. "Iniiiii."

"Itu tempat minum." Benua mengambil alih benda itu. "Kalau mau minum, pencet aja tombol yang ini. Ini punya kakak dulu. Kalian udah nggak pakai lagi tempat minum yang begini, ya?"

Mereka kompak mengangguk.

"Mau liat benda-benda lama lagi, nggak?" Kembar Alano tentu saja tak menolak.

Benua mengambil salah satu kotak. Membukanya, dan mengambil sebuah kamera mainan.

"Ini mainan zaman dulu. Coba kalian lihat. Merem sebelah."

Aland mencoba lebih dulu, ia segera melihat gambar gajah di sana. "Ada gajah!"

"Mau liat!" Arkan mengguncang bahu Aland. Tersenyum lebar saat Aland mengangguk dan menyerahkan kamera mainan itu. "Gajahnya kok kecil," komentar Arkan bingung.

Benua tertawa. "Itu kan, fotonya, Arkan."

Benua menekan sebuah tombol, dan gambar berganti menjadi sebuah dinosaurus.

"Ada Aland!" Arkan berteriak.

"Mana?!" Aland melihat dari kamera itu, dan tersenyum sangat lebar. "Ada Aland. Hihi."

"Lawl! Lawl lawl!" Aland meniru suara dinosaurus.

"Tadinya kakak nggak main ini, soalnya sudah lama disimpan Mama. Tapi kakak minta karena suka."

"Siapa?" Aland dan Arkan bertanya kompak.

"Kakak," jawab Benua.

"Yang nanya." Kembar Alano tertawa karena candaan mereka sendiri.

Benua mengerutkan kening, lalu ikut tertawa dan mencubit pipi gembil adik kembarnya itu.

***

Sheiland (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang