Prolog

12 2 2
                                    

Untuk orang yang tebiasa di tinggalkan, harusnya gue nggak boleh menangis sampai sesegukan kayak gini. Tapi tetap aja, dua tahun yang gue lalui dengan Tyo itu sangat berharga, meskipun kami jarang bertemu karena kami harus menjalin hubungan jarak jauh.

Untuk orang yang biasa sendirian dan di patahkan hatinya, harusnya gue lebih bisa menahan diri mengingat pengalaman di masa lalu. Tapi bersama Tyo, gue kehilangan kendali. Gue memberikan apa saja, bahkan menanyakan apa yang dia inginkan tanpa peduli akan sesakit apa gue nantinya.

***

"Selama enam bulan terakhir ini, aku pikir sebaiknya kita nggak bersama lagi." Gue udah tau Tyo mau ngomong ini sejak september 2018 lalu, cuma dia masih mikir-mikir bahasa yang enak gimana. "Hubungan kita nggak sebaiknya di teruskan demi kebaikan kita bersama," itu lanjutan isi pesannya, iya... dia mutusin hubungan kami lewat pesan Whatsapp. "Aku udah mau ngomong ini lama, cuma melihat keluargamu yang masih nerima aku dengan baik, ngeliat kamu yang masih ngajak sholat bareng, aku selalu nggak sanggup kalau udah di hadapkan sama kamu buat ngomong ini langsung."

Gue terdiam, sore itu 03 januari 2019. Sesudah melaksanakan sholat ashar, seusai bersujud dalam-dalam meminta sama Allah supaya jalan gue dan Tyo menuju pernikahan di permudah, semoga hatinya masih tetap untuk gue dan semoga semua sahabat dan jama'ah kajiannya mampu menerima gue, justru gue mendapati sebaris pesan itu. Inikah jawab dari Allah tentang hubungan kami?

Kalau iya, semoga hati gue bisa ikhlas, bisa lepas seperti enam tahun lalu saat gue di putusin cinta pertama gue di SMA.

GarisWhere stories live. Discover now