Sebuah Pilihan

2 0 0
                                    


Hasan hanyalah seorang satpam di perusahaan milik Wibawa Group. Di kala rekan-rekannya naksir pada Yulia, sekretaris presedir, Hasan menaruh rasa pada Siti si Office Girl. Baginya, buat apa bermimpi muluk-muluk dan ngences tiap kali Bu Yulia lewat. Ketika rekan-rekannya sibuk caper pada Bu Yulia, dia memilih untuk patroli dan modus mencari OG incarannya.

Usaha Hasan mendekati Siti tidaklah sia-sia. Dalam waktu tiga bulan, mereka dekat. Ruang kosong dalam hati Hasan terisi oleh Siti. Kotak pesan yang diisi oleh pesan Emak dan Dito, adik laki-laki Hasan, kini lebih banyak diisi oleh pesan dari Siti.

Siti, Siti, Siti.

Isi pikiran Hasan dipenuhi oleh OG ayu berambut bob seleher. Enam bulan berlalu sejak Hasan mendekati Siti. Hari itu, 1 April, ia berencana untuk menyatakan perasaan. 1 April atau April Mop, satpam seperti Hasan tahu istilah itu. Waktu di SMA, teman-temannya banyak yang menjadikan hari ini sebagai kesempatan menembak gebetan. Mereka bisa menjadikan hari itu untuk berkilah semisal ditolak.

Hasan selalu beranggapan itu merupakan tindakan pengecut. Kalau saja Hasan di masa lalu tahu nasibnya tujuh tahun kemudian, dirinya di masa lalu akan berceramah panjang dan mengolok-olok Hasan hari ini. Sedangkan, Hasan di hari ini hanya bisa terkekeh mendengarkannya.

Walau demikian, persiapan Hasan terbilang matang. Di pagi hari saat berjaga di gerbang, ia menyapa Siti yang baru tiba di kantor. Waktu makan siang, ia memang tidak berkesempatan untuk bertemu Siti. Tapi, waktu malam datang Hasan berhasil mengatakannya.

"Siti langsung pulang?"

"Eh, Mas Hasan," ujar Siti, menyelipkan beberapa helai rambutnya di balik daun telinga. "Enggak, Mas, saya mau ke swalayan dulu. Baru turun nih."

"Wah, sama dong. Mau bareng gak?" Hasan separuh berbohong. Gajinya sama-sama baru turun, Wibawa Corp memang tak pernah telat memberikan gaji pada pegawainya. Tapi, Hasan tidak punya rencana untuk pergi ke swalayan malam itu. Ucapannya hanya modus dan Siti termakan oleh modus itu meski awalnya ia menolak.

Meminjam helm milik rekannya yang dapat shift malam hari itu untuk Siti, Hasan membonceng Siti menuju swalayan. Semuanya berjalan dengan lancar. Pembicaraan mereka di motor yang menyenangkan pun menambah rasa percaya diri Hasan. Dari kaca spion, Hasan dapat melihat senyum cerah Siti. Bagi Hasan senyum itu mengalahkan terang purnama malam itu. Bagi Hasan hari itu adalah hari paling membahagiakan selama tujuh tahun terakhir. Bagi Hasan...

... itu adalah hari terakhirnya.

Geliat api lilin menyergap pandangan Hasan. Senyap yang ia rasakan membuatnya mati rasa. Ia meyakini dirinya masih memiliki mata karena dapat melihat api lilin tersebut, tapi ia tidak tahu dengan yang lainnya. Kegelapan yang menelan tubuhnya membuat Hasan bertanya-tanya. Terlebih, ia tidak merasa gelisah saat sosok bertudung hitam hadir ketika cahaya lilin—yang rupanya dipegang sosok itu—semakin terang.

"Kau..." Hasan terkesiap dan berhenti berucap. Mulutnya yang bisa bersuara membuat Hasan lebih terkejut daripada mendapati sosok bertudung itu memiliki wajah yang sama dengannya.

"Kau datang lebih cepat," kata sosok bertudung itu.

Sosok bertudung itu pun berbalik. Api yang bergoyang mengilaskan cahaya yang menyibakkan kegelapan di sekitar Hasan. Kini, Hasan bisa melihat lebih jelas tempat ia berada maupun tubuhnya yang masih utuh. Tempat itu memiliki tembok dan lantai kayu. Ada dua buah jendela persegi tanpa gorden, tapi di luar terlalu gelap. Tidak ada pintu, Hasan sudah menoleh untuk mencari. Di dalam ruang kayu itu hanya ada satu meja dan dua kursi. Kembarannya yang bertudung sudah duduk lebih dulu. Tatapan lurus dari sosok itu membuat Hasan otomatis melangkah maju.

Meski memiliki wajah yang sama, Hasan tahu mereka berbeda. Sosok itu punya sesuatu yang lebih. Tatapannya mengingatkan Hasan pada bosnya di tempat kerja.

"Aku adalah Kematian," ucap sosok itu saat Hasan duduk. "Dan aku punya penawaran."

Hasan tidak bereaksi, tapi ia meyakini penawaran itu hanya basa-basi belaka. Sebagai bawahan, ia hanya bisa menurut—tidak menuntut. Jadi, Hasan memilih diam dan mendengarkan Kematian berbicara.

"Kau bisa meniup lilin ini atau membawa lilin ini keluar pintu."

Ucapan sosok itu membuat Hasan mengecek sekali lagi tempatnya kini berada. Di balik punggungnya, ia temukan gawang pintu, tapi ia tidak bisa melihat apapun selain kegelapan. Teng-teng jam dinding yang tiba-tiba terdengar membuat Hasan mengarahkan pandangannya ke sana. Tidak lama, Kematian mengingatkannya lagi.

"Katakan, Hasan. Apa yang kau pilih?"

Mata Hasan bergerak gelisah, seperti geliat api dari lilin yang berdiri tegak di atas meja. Hasan menggigit bibir. Teng-teng jam terus terdengar dan kian lama kian cepat. Hasan tahu ia harus memilih, tapi ia ragu. Kematian tidak menjelaskan apa-apa padahal bingung dan panik tergambar jelas pada sekujur tubuh Hasan yang bergetar. Ketika tangan Kematian hendak memadamkan api lilin di atas meja, Hasan langsung merebut lilin itu.

Hasan berdiri dengan gegabah, lalu berlari. Belum sampai di gawang pintu, api itu padam. Teng-teng jam berhenti. Mata Hasan membelalak ketika ia lihat gawang pintu menjauh darinya. Hasan hendak berlari, tapi kegelapan lebih dulu menghirup Hasan.

Tidak lama setelah itu, Kematian menampakkan diri dengan lilin dan wajah baru. Di tengah kegelapan itu, ia menyambut tamu keduanya.

"Maaf membuatmu menunggu lama," kata Kematian. Ia membawa lilin itu pergi, duduk di kursinya, dan mengundang tamunya untuk duduk dengan tatap lurus dari mata berbulu lentik. Kematian memperkenalkan diri, tapi ia tidak memberikan kesempatan tamunya melakukan hal yang sama. Lalu, ia berikan tamunya tawaran: bawa lilin itu atau memadamkannya.

"Katakan, Siti. Apa yang kau pilih?" ucap Kematian diiringi teng-teng jam.

Tamunya tersenyum. Tapi, senyum itu sirna seiring dengan cahaya lilin yang ditangkup oleh tangan Siti.

Kegelapan datang lagi. Tamu Kematianjuga. Mereka akan selalu datang. Kematian selalu memberikan penawaran. Kadang,penawaran Kematian adalah basa-basi. Kadang, penawaran Kematian bisa membuattamunya datang lagi.    

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 24, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kala ituWhere stories live. Discover now