Bab 9

14.8K 1.8K 479
                                    

"Kalau masih ngerasa kurang sehat, hari ini gak usah masuk aja. Nanti biar Mama antar surat dokter ke sekolah."

Seperti biasanya, pagi ini Gio dan anggota keluarganya sarapan bersama sebelum memulai aktivitas.

"Aji bisa ketinggalan banyak pelajaran, Ma. Mau sekolah aja." Laki-laki itu menyuap makanannya.

"Gak usah bawa motor, Papa antar aja ke sekolah, pulang dijemput sopir, ya?" tawar Gio.

Kedua mata Aji membulat. "Serius dianter Papa?"

"Iya, Papa mau sekalian lewat sana."

Dengan senang hati, laki-laki itu menerima tawaran papanya. Ia selalu merasa senang jika diantar ke sekolah oleh orang tuanya, bukan sopir seperti biasanya.

Setelah menyelesaikan sarapannya, Aji memeriksa gawai miliknya. Pesan yang kemarin ia kirim pada kekasihnya hanya dibaca tanpa dibalas.

*

Waktu istirahat baru saja berakhir ketika anak laki-laki beralis tebal dengan hidung mancung serta bibir berwarna merah muda itu merasa sangat pusing.

"Ji, masih sakit?" Sean menghampiri.

Anak berkaus abu-abu itu mengangguk. "Gue gak bawa obat."

"Ke UKS aja. Ayo, gue temenin." Kadek yang baru datang langsung menarik paksa teman sebangkunya itu untuk beristirahat di Unit Kesehatan Sekolah.

Kegiatan olahraga pun dimulai. Seragam sekolah yang belum mereka dapatkan membuat anak-anak itu memakai kaus dan celana olahraga bebas. Guru yang mengajar mulai mengabsen muridnya satu persatu.

"Arazi Mavine Alvarendra."

"UKS, Pak. Sakit."

Sautan dari Arnaldo itu membuat Cheryl menyikut Fanya yang berdiri di dekatnya. "Temenin sana."

"Ngapain? Dia aja gak dengerin omongan gue." Fanya terlihat cuek.

"Jangan terlalu berlebihan, dia juga manusia. Lo aja kalau dikasih tau suka susah," cibir Sasya.

"Kalau mati, nanti nangis."

"Ryl! Gak boleh gitu ngomongnya," tegur Rania.

"Buruan, Fan!"

Desakan dari Sasya membuat Fanya mengalah.

"Pak, saya sakit perut. Izin ke UKS, ya?"

Setelah mendapat izin, gadis itu segera melangkah menuju ruang UKS yang terletak dekat dengan kantor guru.

*

Sejak tadi, Aji hanya mampu merebahkan tubuhnya. Tubuhnya terasa lemas. Gawainya berdering, tanda pesan masuk.

 Gawainya berdering, tanda pesan masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
WasanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang