Chapter 1

627 67 6
                                    

Cerita ini adalah hasil remake dari fiksi milik penulis Neriyura_ dengan judul yang sama.

Karakter hanya milik Tuhan, Keluarga, Orang Tua, SMEnt, dan dirinya sendiri.

Mohon maaf apabila ada kejadian atau nama yang serupa, bukan merupakan unsur kesengajaan.








"I imagine one of the reasons people cling to their hates so stubbornly is because they sense, once hate is gone, they will be forced to deal with pain."

― James Baldwin, The Fire Next Time









Di tengah keramaian orang yang sedang bersulang, berbagi canda dan tawa, bermain banyak hal, serta makan dan minum untuk membunuh waktu menuju malam pergantian tahun, Ten hanya duduk sembari memainkan gelas minumannya dan memperhatikan orang-orang di sekitarnya tanpa berniat untuk ikut meramaikan.

Kemudian iris cokelatnya menangkap cahaya yang berasal dari ponselnya, menandakan ada pesan atau panggilan masuk.

Ten menatap malas layar benda persegi panjang itu setelah ia melihat siapa nama orang yang tertera padanya.

Ten menatap malas layar benda persegi panjang itu setelah ia melihat siapa nama orang yang tertera padanya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kun, Qian Kun.

Orang yang dari beberapa jam yang lalu mengiriminya pesan dan mengatakan bahwa ia akan menunggunya di taman pinggir kota untuk merayakan malam pergantian tahun bersama.

Padahal sudah beberapa jam terlewat dari jam yang mereka- ah tunggu, perjanjian sepihak dari Kun lebih tepatnya karena Ten tak pernah menyetujuinya. Ten tahu Kun masih menunggunya. Ya, si bodoh itu masih menunggu Ten yang malah lebih memilih pergi ke bar untuk memenuhi undangan teman-teman kuliahnya.

Ten menghela napas lelah lalu menyimpan kembali ponselnya di atas meja tanpa membalas pesan dari orang itu. Ten tidak peduli, dari awal pun ia tak pernah peduli, tapi kenapa orang itu masih tidak mau mengerti?

Dari awal orang itu berdiri di hadapannya dengan badan gemetar gugup dan wajah yang memerah sembari mengatakan bahwa ia mencintai Ten, Ten tidak pernah peduli.

Ia juga tidak peduli ketika orang itu dengan tidak tahu dirinya masuk ke kehidupan Ten. Setiap pagi mengiriminya pesan yang berisi ucapan selamat pagi dan harapan agar harinya berjalan dengan baik, padahal ia tahu dengan pasti bahwa Ten tak akan pernah membalas pesannya itu.

Siangnya ia selalu menunggu Ten keluar dari kelas hanya untuk mengajaknya makan siang bersama dan tak jarang juga Ten hanya menggeleng dan mengatakan bahwa ia tidak nafsu makan jika ada Kun di sana.

Meskipun begitu, besoknya Kun masih akan terus melakukan hal yang sama. Terus menerus seakan tak kenal lelah dan tak kenal kata menyerah, membuat Ten tidak habis pikir dengan jalan pikiran si bodoh ini

Ya, ia tidak habis pikir sampai suatu hari Ten tidak kuat dan meluapkan semuanya "Kau tahu aku tidak akan berubah pikiran, mengapa kau masih terus saja melakukan itu? Apa kau tidak lelah?"

Dan Kun hanya tersenyum, membiarkan helaian rambut halusnya bergoyang-goyang oleh hembusan angin.

"Karena aku mencintaimu dan aku yakin, suatu saat kau akan mencintaiku juga"

Cinta.

Haha, cih.

Dia? Ten? Jatuh cinta? Tidak mungkin!

Ia tidak punya waktu untuk merasakan emosi semacam itu. Karena ia tahu, perasaan-perasaan seperti itu hanya akan membuatnya terjatuh dan merasakan sakit seperti apa yang selalu ia lihat dan perhatikan dari orang lain.

Orang-orang yang katanya saling mencintai pada akhirnya akan saling menyakiti dan meninggalkan. Ia tahu, cinta itu hanya omong kosong belaka, buktinya, jika cinta itu memang benar adanya, ibunya tidak akan pernah pergi meninggalkan ia dan ayahnya hanya untuk pria lain yang katanya lebih ia cintai dan akhirnya membuat keluarganya hancur.

Ia tidak butuh perasaan cinta. Ia hanya akan hidup di atas semua hasil kerja kerasnya tanpa merasakan pengalaman seperti apa rasanya dicintai dan mencintai.

Itu yang selalu ia pikir sebelum Kun datang ke kehidupannya.

Berhari-hari, berminggu-minggu, sampai berbulan-bulan Kun tak pernah lelah memberi dan menawarkan cinta. Jujur saja, Ten tidak mengerti bagaimana caranya untuk menjelaskan perasaannya pada pria kelahiran Fujian itu.

Dan sebenarnya kini ia tidak merasa keberatan saat Kun berada di dekatnya, ia malah telah terbiasa dengan adanya Kun di sampingnya, dan merasa kosong ketika Kun tidak ada di sampingnya. Dan jujur saja, itu membuatnya merasa takut.

Ia takut karena dinding yang selama ini ia bangun untuk melindungi diri dan perasaannya, tak lagi kokoh seperti dulu.

Ia takut karena tak pernah ada orang yang membuatnya merasakan hal seperti ini sebelumnya.

Ia takut merasa ketergantungan akan kehadiran Kun.

Ia takut karena itu Kun.

Oleh karena itu, ia berusaha meyakinkan diri dan tetap teguh pada pendiriannya. Ia juga dengan perlahan mendorong Kun keluar dari hidupnya dan tetap yakin bahwa ia tidak akan peduli dan tidak akan pernah mencintai Kun seperti apa yang Kun katakan.

Ya, Ten tidak mencintai Kun.

Tapi kenapa ketika Ten mendapat kabar bahwa Kun tak kunjung pulang dan ponselnya tak bisa dihubungi ia langsung lari seperti orang kerasukan dan mengabaikan tatapan heran dari teman-temannya yang sedang bersuka cita di pesta perayaan pergantian tahun itu.

Berpuluh-puluh pesan ia kirim. Berpuluh-puluh kali ia mencoba menelepon Kun tapi si bodoh itu tak kunjung mengangkat teleponnya.

Ten mengelilingi taman tempat Kun menunggunya. Mengedarkan pandangannya ke berbagai penjuru dengan harapan ia bisa menemukan sosok Kun yang sedang tersenyum lembut kepadanya seperti biasa.

Ia terus mencari sampai-sampai ia tidak sadar ketika teman-temannya datang menyusul karena mereka juga mendapat kabar bahwa Kun menghilang. Dan ia terus mencari tanpa mengindahkan teman-temannya yang juga ikut mencari dan meneriakkan nama Kun.

"Hey, aku menemukan ini!"

Suara Sicheng yang berteriak tertangkap jelas oleh telinganya. Ten langsung berlari ke arah sumber suara dan langsung menerobos ke dalam kerumunan orang yang di sana.

Ia langsung merebut sebuah benda persegi panjang dari tangan Sicheng. Ponsel Kun. Ia menatap sendu layar yang sudah retak itu menampilkan berpuluh-puluh panggilan suara tak terjawab dan pesan darinya.

Ia masih ingin berprasangka baik, tapi melihat keadaan ponsel Kun yang sudah hampir hancur, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak panik. Ingin ia menertawakan dirinya sendiri, mengapa ia dilingkupi perasaan seperti itu hanya untuk orang bodoh yang selalu memberinya cinta? Sesuatu yang tak pernah ia inginkan?

Ten tidak mencintai Kun.

Tapi mengapa ketika ia akhirnya menemukan Kun setelah berjam-jam melakukan pencarian, Ten merasa nyawanya seperti akan dicabut?

Ia hanya diam tertegun dengan bola mata membulat sempurna melihat Kun di sana. Di sebuah gudang kumuh yang terlihat sudah tidak terpakai dengan tangan terikat, seluruh tubuhnya dihiasi luka lebam dan bercak darah, sudut bibir yang selalu melengkungkan senyum manis itu sobek dan mulai membiru, mata yang selalu memancarkan kasih sayang itu kini tertutup dengan rapat.

Ia hanya diam tertegun ketika orang-orang di sana panik dan menangis melihat keadaan Kun. Ia juga hanya diam ketika mereka segera menelpon ambulan dan polisi. Ia juga hanya diam saat melihat Lucas melepaskan jaket yang ia pakai untuk menutupi tubuh Kun. Ia hanya diam kendati hatinya terasa sakit dan napasnya terasa begitu berat. Tanpa sadar, ia menitikan air mata.

[Remake] I don't love youWhere stories live. Discover now