Ali menatap nanar pada cincin yang dibuang Prilly. Hampir saja terpasang. Monolognya mengejek seraya mengambil cincin yang Ia gunakan untuk mengungkapkan cinta. Cincin itu terlempar cukup jauh tapi untungnya tidak sampai terbawa arus.
Bodoh bukan? Sudah tau tidak mungkin tapi tetap saja melakukannya. Ali terkekeh lirih dengan mata yang tak hentinya menatap kosong ke arah laut lepas.
Rencana yang sudah Ia siapkan dari jauh-jauh hari bahkan sebelum hari wisuda Prilly hancur tak bersisa. Prilly-nya pergi dan sekarang apa lagi yang Ia harapkan? Tidak ada. Waktu semakin hari semakin tidak dapat di ajak berkompromi, cepat sekali. 3 hari waktu yang tersisa, semua sekarang hanya bergantung pada Prilly-nya dan setelah itu hanya menghasilkan 2 keputusan besar.
Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa sampai Prilly begitu membenci?
Berbicara tentang Prilly membuat Ali tersadar tiba-tiba. Kenapa Dia tidak menghalangi kepergian Prilly. Bodoh! Ali tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika sampai sesuatu terjadi pada Prilly-nya itu.
"Cepat cari dan temukan istri Saya, pastikan bahwa Ia baik-baik saja," ucapnya kepada salah satu anak buahnya.
Tut. Ali langsung saja meninggalkan tempat itu kembali menaiki motor yang tadi Ia gunakan bersama Prilly. Setelah berjam-jam mencari dan tak menemukan hasil membuat Ali terpaksa menghentikan motornya lelah.
Tring...tring...tr—
Bunyi teleponnya membuat Ali dengan segera mengangkatnya. Dan ternyata yang menelepon itu adalah anak buahnya yang tadi Ia perintahkan untuk mencari Prilly.
"Bagaimana?" tanya Ali cepat saat teleponnya sudah tersambung dengan anak buahnya, sungguh Ali sangat khawatir.
"Lapor Tuan, Saya melihat Nyonya Rylie pulang kerumah dengan diantarkan oleh sekertaris Anda sendiri."
"Apa Kamu yakin tidak salah lihat?"
"Tidak Tuan, Saya sangat yakin."
"Baiklah kalau begitu, terima kasih."
Tut.
Tanpa menunggu jawaban di seberang Ali langsung mematikan teleponnya secara sepihak.
"Rian," gumam Ali sebelum menaiki motornya melaju dengan kecepatan tinggi menuju perkarangan rumahnya.
***
Sesampainya dirumah Ali dengan segera menuju kamar tamu yang berada tepat disebelah kamarnya untuk memastikan keberadaan Prilly. Dengan tergesa-gesa Ali menaiki tangganya satu persatu.
Ali menghela nafas lega saat melihat Prilly tertidur dengan posisi meringkuk. Setelah memastikan keadaan Prilly aman Ali berjalan menuju kamarnya mengganti pakaian dan meminum pil yang biasa Ia konsumsi sebelum pada akhirnya kembali memasuki kamar sebelah dan tidur memeluk Prilly dengan diam-diam.
"Dua hari...Rian," gumam Ali seraya menatap ke atas langit-langit atap kamar yang kini Ia tempati. Kini pikirannya berkecamuk pusing memikirkan sekertarisnya.
Kenapa Rian bisa mengantar Prilly? Apa Rian dalang dibalik semua masalahnya bersama Prilly? Tidak-tidak, mungkin saja mereka tidak sengaja bertemu dan semua adalah kebetulan. Ya semua hanya kebetulan. Batin Ali berusaha berpikir positif.
Banyak pertanyaan-pertanyaan yang belum Ali temukan jawabannya. Hidupnya seketika menjadi penuh teka-teki. Ali tampak mulai menguap dengan mata yang mengerjap sayu semakin lama pandangannya semakin kabur sampai akhirnya terbang ke alam mimpi dengan posisi memeluk Prilly dari belakang.
"I love you, my sweetheart," bisik Ali lirih sebelum matanya terpenjam sempurna.
***
Pagi-pagi sekali seperti hari biasa Ali bangun terlebih dahulu sebelum nantinya akan diusir Prilly. Ali tampak berjalan gontai menuju kamarnya, berganti baju dengan setelan kantornya seusai mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
HATE BE LOVE (END)
Non-FictionSinopsis: Masa lalu ku tentang cinta membuatku takut untuk jatuh kembali kepada hal yang sama. Sikap kasar ? maaf aku hanya telalu takut jika harus mengulang semua kenangan buruk itu. Terlebih saat pertemuan pertama kita tidak berjalan dengan baik...