Bagian 8

386 53 0
                                    

Tak butuh lama, bangunan sederhana itupun jadi. Walau terbuat dari papan kayu, setidaknya bangunan itu tertutup.
Angga menatap hasil karya duo Panji itu.
"Yah lumayan. Setidaknya aku tidak perlu was was lagi. Bukankah begitu Panji Kenengkung?"

Panji Kenengkung yang ditanya mendadak seperti itu, hanya bisa cengingisan saja.
"Oh tentu saja. Tapi kau akan kehilangan kesenangan kalau kau tidak mandi di kolam. Bukankah di kolam kau bisa berenang bebas. Apalagi ketika kau punya teman untuk berenang. Rasanya akan lain dibandingkan dengan berenang sendirian. Disamping itu kau bisa mengajariku berenang. Aku kan tidak bisa berenang. Kebaikanmu tentu akan ku kenang seumur hidupku. Bukankah kau sependapat denganku kakang Kunal? "

Panji Kunal melotot tajam pada adiknya,
"Kenapa aku harus sependapat denganmu? Kau tidak perlu mencari teman untuk menutupi kedokmu. Siapa juga yang mau berenang dengan perempuan galak , bisa bisa kau akan dipukuli babak belur sampai tenggelam sebelum kau pandai berenang. Bukankah begitu gadis tukang pukul?"

Merah padam muka Angga dikatakan gadis tukang pukul. Apa tidak ada kata kata yang lebih halus dari tukang pukul? Panji Kunal memang orang yang tidak punya perasaan. Ucapannya selalu saja membuat Angga naik pitam. Setali tiga uang dengan adiknya. Bedanya sang kakak nadanya bermuatan jutek sedangkan sang adik nadanya lebih menjurus ke arah 21+.

"Huh mulut kalian memang sekali kali harus diberi pelajaran. Apa kalian tidak capek kalau tidak membuatku jengkel. Dasar bocah bocah purba. Mungkin kalian inilah cikal bakal netizen julid nantinya. "

Angga berbalik meninggalkan duo panji yang masih terdiam tak mengerti maksud ucapan Angga.

"Eh tunggu Angga. Setidaknya kau harus berterima kasih kepada kami karena telah membuatkan kau kamar mandi. Jadi kau tak perlu was was dengan Panji Kenengkung ." Panji Kunal berkata sambil melirik adiknya yang menjadi cemberut karena ulah kakaknya.

Ucapan Panji Kunal berhasil mendapatkan perhatian Angga. Angga menghentikan langkahnya sambil berbalik.
"Baiklah , aku berterima kasih pada kalian duo Panji , moyangnya netizen julid."

"Apakah hanya itu saja?" Panji Kunal masih saja bertanya membuat Angga penasaran.

"Memangnya aku harus berbuat apa?"
Tanya Angga penasaran.

"Setidaknya berilah kami upah. Bukankah aku tadi juga sudah membuatkanmu api?"

"Ya , aku juga tadi sudah memetik buah kelapa dan mengupasnya untukmu"
Panji Kenengkung ikut berkomentar setelah tahu maksud kakaknya.

"Ishhh.. bilang saja kalian lapar, kenapa harus malu. Untung aku masih berbaik hati menyisakan makanan untuk kalian. Cepatlah ke dapur kalau kalian ingin makan. Jangan lupa cuci tangan kalian agar kalian tidak sakit perut dan mengira aku telah meracuni kalian."

Geli juga Angga menyaksikan duo panji itu langsung begerak menuju dapur .
Angga memang sengaja masak banyak hari ini. Bukankah ia tidak tinggal sendiri. Ada dua orang laki laki yang tinggal di sini. Tentu porsi makan laki laki berbeda dengan porsi makan perempuan. Walau Angga keluarganya yang berjumlah tujuh orang hampir semuanya perempuan kecuali papanya, tapi Angga tahu persis, mamanya akan mengambilkan porsi lebih untuk papanya jika sedang menyajikan sarapan untuk kami. Bukan hanya itu saja, di kantornya, teman teman laki laki Angga kalau makan juga porsinya banyak sekali. Lagian Angga juga tahu diri, ia disini hanya menumpang saja. Tentu saja dia tidak akan berpangku tangan. Setidaknya hanya dengan membuat makanan yang bisa Angga buat untuk menunjukkan rasa terima kasih pada mereka. Untunglah Angga kerap membantu mamanya di resto sehingga ia tidak kesulitan memasak walau peralatan di sini masih sangat sederhana dan Angga harus benar benar bisa mencari trik untuk menguasainya.

Angga mulai menyiapkan makanan untuk duo Panji itu. Mula mula mereka heran. Mereka belum pernah melihat makanan seperti itu.

"Kenapa kalian diam saja, makanlah. Bukankah tadi kalian yang minta makan?"

Sang PemukulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang