PLAK! Citra menampar pipi Benjiro. Semua orang disitu, termasuk Chairi terkejut bukan main. Benjiro menatap Citra sambil pelan-pelan menyentuh pipinya yang terasa panas. “Bu-Bunda?“ gumam Benjiro tidak percaya. Bagaimana bisa Citra menampar Benjiro semudah itu? Seumur hidup ini adalah pertama kalinya Citra menampar Benjiro sekeras ini. Cemal apalagi. Bisa-bisanya seorang ibu seperti Citra menampar putera sendiri?
“CITRA!“ seru Chairul berteriak. Tangan Citra gemetaran saat mendengar Chairi berteriak semarah itu. “Be-Ben.. Bu-Bunda..“ gumam Citra. Tangan ini telah menampar Benjiro begitu keras, batin Citra menelan ludah. Uh, jantung Benjiro berdebar. Pelipis Benjiro mulai berkeringat. Nafas Benjiro juga terdengar sedikit terengah-engah. Cemal sadar akan hal itu. Ia pun langsung menahan tubuh Benjiro supaya tidak ambruk.
Chairul meraih pergelangan tangan Citra dan mencengkeramnya dengan kuat. Benjiro memang bukan putera kandung. Tapi, singgung Chairi menyayangi Benjiro sebagaimana ia menyayangi Cemal dan Chairul. Chairi sungguh tidak rela siapapun menyakiti putera-puteranya, sekalipun itu istri sendiri. “Cemal, tolong kamu suruh Ben istirahat. Papa sama mama mau pulang dulu.“ ucap Chairi. Saat ia lihat kedua alis Benjiro berkerut terus sejak tadi. Mungkin Benjiro tengah menahan sakit kepala yang amat sangat, mengingat akan penyakit yang dimiliki oleh Benjiro.
Caera mengepalkan tangan saat ia melihat Cemal begitu perhatian kepada Benjiro dan memapah Benjiro ke dalam kamar. Caera pun keluar dari rumah ini. Ia pulang bersama Chairi dan Citra dengan perasaan marah. Orang seperti Benjiro itu, mengapa dia bisa jadi seberuntung itu? Entah dalam berkarir ataupun percintaan. Cih! Caera berdecih kesal. Mungkin Caera harus memberi Benjiro peringatan suatu saat nanti. Huh, liat aja nanti lu, Ben, batin Caera menatap keluar jendela mobil.
Benjiro rebahan di kamar sambil memijit pelipisnya yang terasa berdenyut. Cemal pun masuk ke dalam sambil membawa air hangat di wadah. Lalu, ia campurkan air itu dengan minyak aroma terapi. “Duduk dulu, Ben, rendam kaki.“ seru Cemal. Benjiro pun duduk di pinggiran ranjang. Cemal berjongkok di depan Benjiro dan membantu Benjiro merendam kaki di air hangat beraroma terapi itu.
“Mas.. Serius aku beneran nggak ngerti. Entah kenapa aku ngerasa aku berada di titik yang dimana aku nggak punya siapa-siapa lagi mas..“ seru Benjiro. Sorot mata sendu itu hati ini juga teramat sangat perih menatapnya. Cemal raih tangan itu lalu mengecupnya penuh perasaan. Semoga semua kegundahan dalam hati nan rapuh itu sirna bagai debu ditiup angin. Dan digantikan oleh hembusan angin sepoi-sepoi nan sejuk saat menerpa kulit.
Cemal pun mendongak. Ia tatap kedua mata hitam yang nampak berkaca-kaca itu. Dada Cemal bak dicambuk besi. Betapa besar rasa kecewa di dalam dada sang pujaan saat ia tau seorang ibu dan saudara sendiri yang sejatinya harus memperlakukannya layaknya seorang anak dan saudara malah dianggap diri ini hama dan benalu—atau mungkin parasit yang mampu merusak tanaman yang hidup?
“Kamu nggak sendirian, Ben. Kamu masih punya mas, Chairul, Papa Chairi, Papa Benjamin, Charlotte, dan Brianna. Mas bakalan selalu ada buat kamu, sayang.“ sahut Cemal. Cemal pun berdiri. Lalu, mengecup kening Benjiro lama sekali. “Ben.. Maafin mas kalo mas bukan cowok romantis.“ seru Cemal. Ia dan Benjiro saling bertatapan. Mengunci tatapan itu dengan rasa cinta dan sayang yang tak berujung. Cemal benar-benar mampu membuat Benjiro lebih tenang tanpa mengonsumsi obat-obatan pahit itu lagi.
Cemal genggam kedua tangan Benjiro. “Mas mau nikah sama kamu, Ben. Tolong terima lamaran mas.“ ucap Cemal tersenyum tipis. Benjiro tertegun. Ia menelan ludah susah payah. Cemal melamar aku?, batin Benjiro. Ini sungguh suatu hal yang amat sangat mengejutkan. Inikah yang dinamakan habis gelap terbitlah terang? Entahlah, batin Benjiro.
“Ka-kaki aku mas,“ gumam Benjiro. Pipi Benjiro merona. Benjiro cukup imut juga, ya? Kalau sedang merona seperti ini?, batin Cemal. Benjiro mengalihkan pandangannya ke objek lain saat Cemal mengeringkan kakinya dengan handuk. Setelah dirasa telah kering, Cemal kecup jari-jemari kaki Benjiro itu satu per satu. Bulu kuduk Benjiro meremang.
“Ben.. Kita nikah, ya?“ seru Cemal lagi. “Hm,“ sahut Benjiro menganggukkan mata pelan. Kamu tau? Ben, mas sayang banget sama kamu. Mas nggak rela ada orang yang nyakitin kamu. Hina kamu. Mas mau jadi yang seutuhnya buat kamu, sayang, batin Cemal. Ia kecup bibir Benjiro dengan lembut. Setelah berciuman beberapa saat. Cemal pun menyudahi ciuman itu, lalu melepas baju yang ia kenakan. Ia pun mendekati Benjiro. Benjiro ciumi dan jilati area dada hingga perut dengan posisi ia yang duduk di pinggiran ranjang dan Cemal berdiri di hadapan.
Benjiro pun mundur ke belakang hingga ia benar-benar duduk dan bersender di atas ranjang. Cemal langsung mengulum bibir Benjiro dengan penuh gairah. “Nnggghhh,“ gumam Benjiro berusaha mengimbangi ciuman Cemal yang cukup liar ini sambil tangan kanan meremas sprai kasur. “Hah hah hah,“ Benjiro terengah-engah saat ciuman itu terlepas. Cemal pun membantu Benjiro melepaskan semua pakaian yang menempel di badan hingga tidak ada satupun yang tersisa.
Cemal pun membenamkan wajahnya di leher Benjiro. Sedangkan kedua tangan Benjiro melingkar di punggung Cemal dengan kaki mengangkang lebar. “Ummhhh mahhsss ngh,“ gumam Benjiro dengan mata terpejam saat bibir Cemal mengulum kuping Benjiro sambil mengurut milik Benjiro. Pantas saja Benjiro blingsatan tidak karuan. Benjiro pun telentang. Sore ini Cemal ingin memangsa Benjiro tanpa ampun. Cemal mendusel-duselkan kepalanya di antara dua biji telur itu. Ia kulum sesekali hingga membuat milik Benjiro menegang sempurna. “Mmmhhhh uuuhhh mahs aahhhh,“ gumam Benjiro dengan deru nafas yang mulai tidak beraturan saat menahan sensasi nan menggairahkan ini.
Lubang itu Cemal tatap dengan tatapan penuh nafsu dan gairah. Sungguh ini adalah santapan favorit Cemal. Ia jilati lubang itu dan ia basahi dengan air liur. “Ngh! Mahs! Ngh ah ah aahhhh mmphh,“ gumam Benjiro menggigit bibir sendiri sambil meremas sprai kuat-kuat. Ini sudah cukup licin, batin Cemal. “Hm?“ seru Cemal saat ia samar-samar mendengar Benjiro menggumamkan sesuatu. “Pelan pelan mas,“ ucap Benjiro lirih.
“Mas lagi semangat, Ben. Nggak bisa pelan-pelan hehe,“ sahut Cemal. Cemal pun mencoba mendorong pinggulnya perlahan. Namun, lubang itu malah berkerut, seolah menolak milik Cemal melesak masuk ke dalam sana. Cemal menghela nafas. “Dilemesin sayang~ Mas nggak bisa masuk~“ ucap Cemal. Uh, dasar Cemal brengsek, batin Benjiro. Kalau saja Cemal tau betapa perihnya saat benda panjang itu masuk ke dalam, mungkin Cemal juga akan melakukan hal yang sama.
Benjiro pun berusaha rileks. Lalu, di saat yang bersamaan Cemal mendorong pinggulnya perlahan hingga separuh milik Cemal pun berhasil masuk ke dalam. Kedua alis Benjiro saling bertautan menahan perih. “Mahs,“ aduh Benjiro. “Baru masuk setengah doang, Ben~ Belum mas goyang ini~“ goda Cemal. Benjiro pun memukul pundak Cemal. Cemal terkekeh lalu mulai menggerakkan pinggulnya pelan. Hehehe, Cemal tertawa jahat dalam hati. Di luar dugaan Benjiro, Cemal tiba-tiba memajumundurkan pinggulnya dengan cepat dan membuat milik Cemal mampu melesak masuk dalam-dalam hingga mengenai bagian ternikmat di dalam sana.
“Ah ah ah ah mahs uuhhh pe-lahn ah ah pe-lahn sssttt ah ah ah ah ma-mahs Cemal! Uh uh uh aaaaahhh udaaahh stoohp sak-iihtt mahhsss uuhh ngghhh hah hah hah,“ gumam Benjiro. Brengsek sekali pria bernama Cemal ini! Semakin aku berteriak semakin dia menghujamkan miliknya tanpa ampun!, batin Benjiro menggerutu kesal. Hampir 20 menit milik Cemal keluar masuk dari lubang itu. Benjiro? Dia lemas tidak berdaya. “Ce-ma-hl aaahhhhhh aah ah ah ah ah mahhsss Ce-Ce-mahl ngghhh sssttt ahh,“ gumam Benjiro menjambak rambut Cemal. Cemal kulum bibir Benjiro saat miliknya dirasa telah mulai berkedut. Gerakan pinggul Cemal semakin cepat. “Hmmpphh! Ngghhhh,“ gumam Cemal berhasil menyemburkan benih-benih cinta itu di dalam sana.
Cemal tarik keluar miliknya yang masih terasa sensitif itu. Ia pun rebahan di samping Benjiro. Giliran Cemal memuaskan Benjiro. Ia tatap wajah Benjiro sambil mengecup bibir. Saat itulah tangan Cemal aktif mengurut milik Benjiro dengan gaya memutar dan mengurut seperti biasa. Sesekali Cemal tekan lubang di ujung kepala itu. Uh, rasanya mantap, batin Benjiro. “Sssttt dikiht lagih mahs.. Ken-ceng-ihn..“ gumam Benjiro. “Mau keluar mas mau keluar aaahhh ah ah ah aaahhhh sssttt aaaahhhh uuuuhh mph,“ gumam Benjiro dan ia pun menyemburkan miliknya itu di atas perut hingga dada.