Isi Paket

15 2 0
                                    

"Hah...." Rana tidak tahu harus bersikap bagaimana setelah dirinya me-mau-kan diri untuk membuka paket yang datang hari ini.
Saat pertama kali membukanya, mata Rana langsung tertuju pada dua cup berwarna Pink yang ia tahu itu apa.
Pikirannya sudah lebih dulu bekerja daripada tangannya.
Sehingga saat pikirannya telah meyakinkannya itu apa, semtara tangannya masih ragu untuk mengkonfirmasi.
Rana mengangkat isi paket itu. Matanya semakin terbelalak karenanya.
"Siapa yang kirim ini," gumam Rana yang entah kenapa otaknya memerintah untuk mengecek sesuatu selain merk yang ada di sana.
Satu set pakaian dalam berwarna pink, warna kesukaannya dari merk langgananya juga.
"Jangan bilang ukurannya juga pas," dengus Rana yang langsung mengecek.
"Hah...." Kali ini Rana benar-benar melempar isi paket itu hingga mendarat di lantai dengan mulusnya.
"Ini udah kelewatan! Siapa yang udah ngebocorin hal-hal pribadi tentang aku. Bahkan sampai pakaian dalam."
Sengan sibuknya Rana mencari benda pipih yang entah ia simpan di mana.
Setelah menemukannya buru-buru Rana menekan tanda telepon pada kontak sejak tadi ada di otaknya.
"Halo, Nana," sembur Rana tak sabaran.
"Halo."  Terdengar keterkejutan dari seberang sana.
"Na, kamu yang kirimin aku paket hari ini ya?" tanya Rana menyimpulkan.
"Hah. Paket? Paket apaan?" tanya Nana penasaran.
Deg
Rana tak tahu Nana sedang bercanda atau memang tak tahu.
"Emang kamu ulang tahu hari ini?" selidik Nana.
"Enggak sih tapi." Rana bingung harus mengatakannya atau tidak.
"Aku dapet pakaian dalam." Jujur Rana.
"Serius? Yang kita omongin di Pantry jadi kenyataan dong?"
Seketika itu pikiran Rana langsung ditarik pada kejadian beberapa hari yang lalu. Hari pertama dirinya mendapatkan paket misterius itu.

Flashback
Rana dan Nana sedang bersantai di Pantry sambil menikmati kopi mereka dengan obrolan random mereka.
"Jadi belom ketahuan siapa yang kirim kamu cemilan itu?" tanya Nana yang juga mendapatkan jatah cemilan itu karena paket yang datang.
"Belum. Enggak ada nama pengirimnya juga, kan." Rana tampak berpikir keras.
"Pengagum rahasia kali," celetuk Nana.
"Ah, bisa aja. Prestasi aku apa? Sampai dikagumi?"
"Buat kagum sama seseorang ga harus karena prestarsi. Bisa juga karena Fisik?!"
"Aku ga cantik, ga tinggi, enggak pinter."
Nana mendengus dengan absen yang Rana sebutkan tadi.
"Berarti dia suka sama kamu."
"Hah. Siapa?" Rana terkejut dan juga penasaran.
"Coba diinget-inget akhir-akhir ini kamu ketemu sama orang baru enggak, atau kamu mungkin barunaja melakukan kebaikan yang menguntungkan negara?!"
Rana kembali mendengus. "Kalau aku udah nguntungin atau nyelametin negara, masa hadiahnya cuma cemilan lidi-lidian. Yang lainnya dong."
"Kamu, dikasih hati, minta jantung."
Keduanya lalu tertawa. Suaranya memenuhi pantry yang hanya diisi oleh mereka berdua.
Sejenak obrolan mereka terhenti karena ada OB yang masuk, namun tak lama kemudian ia kembali pergi.
"Kalau bukan cemilan, kamu mau dikirimin apa? Satu set pakaian dalam dari merk yang biasa kamu pakaia? Ukuran kamu berapa?"
Rana cepat- cepat memukul lengan Nana yang untungnya sedang bersidekap, saat perempuan itu menyebutkan merk pakaian dalam yang biasa dipakainya lengkap dengan ukurannya yang sama dengan ukuran Nana.
"Kalau ada yang denger gimana?" Rana mewanti-wanti.
"Siapa? Tembok?"
Rana terdiam sejenak, dan apa yang dikatakan Nana memang benar. Tidak ada yang mendengar mereka. Kecuali tembok, mungkin.
Flashback end
"Ran, kamu masih di situ kan?" tanya Nana dari seberang sana.
"Ah, iya." Rana tersadar dari lamunanya.
"Udah inget kira-kira siapa yang kirimin kamu daleman itu?"
"Belum, tapi masa iya tembok?" ucap Rana dengan polosnya, atau saking bingungnya.
"Hah." Terdengar keterkejutam dari seberang sana.
"Maksud kamu apa? Mana ada tembok bisa beli daleman? Pesen online juga mustahil Rana sayang!!!!" Nana terdengar gemad dengan kepolosan Rana yang terlalu itu.
"Kalau Panca mungkin enggak?" tanya Nana memberikan satu nama.
Rana mengerutkan keningnya.
"Kok bisa, kamu nuduh Panca?"
"Daripada kamu, nuduh tembok."
Rana mendengus.
"Bisa jadi kan? Waktu itu cuma Panca yang ke Pantry, kali aja di denger dan iseng beliin kamu."
"Atas dasar apa?" Rana cepat cepat menolak dengan tebakan Nana. Tetapi hatinya merasakan hal lain.
"Kali aja. Kan cuma tebakan."
"Ya udah ya. Biar aku yang mikirin sendiri." Rana memutuskan sambungan telepon, dan dengan kasar gadis itu mengembuskan napas lelah.
Bertanya pada Nana tidak membuatnya mendapatkan jawaban. Tetapi membuat Rana memikirkan satu hal tentang ucapan Nana.
Rana semakin memikirkan itu, dan hatinya semakin bergejolak. ada hal yang membuatnya ingin meyakini, tetapi logikanya menolak.
"Enggak mungkin ah. Buat apa coba?" Rana mencoba untuk tidak memikirkannya, namun saat matanya bertemu dengan benda yang membuatnya terkejut itu. Rana perlu juga memikirkan itu, dan memasukan Panca ke dalam daftar orang yang tahu ukuran pakaian dalamnya. Selain Nana, orang yang tidak sengaja ia beritahu karena suatu alasan dulu.
Rana mengambil benda itu, menaruhnya ke dalam kotak dan menutupnya tanpa berselera. Lalu gadis itu berjalan menuju bangku kosong yang ada di dekatnya itu.
Pikiran Rana tertuju pada Panca, hingga membuat gadis itu kembali ditarik menuju waktu makan siang tadi. Saat dirinya menghabiskan waktu istirahat dengan mengobrol.
Flashback
"Cuma kebetulan aja, Mbak. soalnya si kuris juga tanya sama temen saya. Tapi kan saya yang kenal dan tahu Mbak Rana.
Rana mengangguk dengan penjelasan Panca. Dan perlahan rasa curiganya luntur.
"Tapi bisa pas gitu ya? Emmmm Kurirnya sama?" Rana masih mengajukan pertanyaan dengan rasa curiga yang masih tersisa.
"Wah... Kalau itu saya kurang tahu, soalnya pakai helm, Mbak. Ya yang saya tahu akhir-akhir ini banyak kurir yang dateng karena kirim paket. Dan salah satunya buat Mbak Rana. Emmmm, emangnya Mbak Rana enggak tahu siapa yang kirim?" Panca menarap Rana lekat, menunggu reaksi perempuan itu.
"Enggak. Karena saya enggak tahu, makannya saya bingung. Dan yang lebih bikin bingung lagi dia tuh kirimin yang saya butuhin dan suka."
Rana begitu antusias bercerita pada pada Panca tentang keheranannyanya pada pengirim paket. Dan Panca mendengarkannya dengan begitu serius, dengan tatapan yang begitu antusias untuk mendengarkan.
"Eh... Kok saya jadi cerita banyak ke kamu ya." Rana baru menyadari kecerobohannya.
Panca tersenyum dan bangkit dari tempatnya.
"Mungkin Mbak Rana merasa nyaman cerita sama saya," ucap Panca yang juga membantu Rana membereskan meja.
Rana hanya nyengeri dengan tebakan itu. Tapi, jauh di dalam hatinya. Rana memang merasa nyaman saat bercerita. Padahal baru kali ini dirinya berbicara banyak pada Panca.
flashback end.
"Aku enggak nyinggung soal pakaian dalam kan?" gumam Rana yang di dalam hatinya merasa ragu untuk mencurigai Panca.

Bersambung...



Aku sedang MencintaimuWhere stories live. Discover now