Yang Dicurigai

9 2 0
                                    

Yang dicurigai

Rana memutar otak, berpikir keras. Kiras-kira siapa orang yang selalu mengiriminya paket dengan isi-isi yang entah kenapa selalu ia butuhkan. jikapun tidak, paling enggak isi paket itu adalah barang yang ia pakai.
"Masih kepikiran siapa yang kirimin kamu paket?" tanya Nana yang perlagan mendekati kubikel Rana.
Rana yang sejak tadi hanya diam sambil menatap layar komputer memutar sedikit kursi hidroliknya.
"Keliatan ya?" tanya Rana tanpa berusaha menutupi jika otaknya sedang berselingkuh antara kerjaan dan masalah pribadi.
"Awas aja, kalau laporan kamu isinya, semua daftar paket yang kamu terima." Nana mencoba untuk mengerjai Rana. Tetapi ternyata efeknya sangat luar biasa.
Rana langsung kalang kabut, memutar tubuhnya dengan wajah menghadap komputer dan mengecek laporannya.
Rana menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya sedikit kasar, setelah kembali mengecek, dan hasilnya baik, tidak ada kesalahan.
Sementara Nana terkikik geli.
Rana memitar matanya dan juga kursinya dan menangkap basah Nana yang berhasil mengerjainya.
"Please deh ngertiin dikit!" ucap Rana sewot.
Nana tersenyum dan menepuk bahu Rana.
"MakSi dulu, yuk!" ajak Nana.
Tanpa memgatakan apa-apa Rana bangkit dari tempat duduknya dan mengikuti Nana.
"Siang Pak!" sapa Nana pada Angka, atasan mereka yang baru saja keluar dari ruangannya.
"Siang, kalian mau makan siang?" tanya lelaki dengan bulu-bulu halus di sepanjang rahangnya yang tegas.
"Iya Pak. Mau gabung?" tanya Bayu yang sejak tadi diam dan jadi pendengar dua wanita disampingnya itu.
"Oh, enggak terima kasih. Ibu saya sudah anterim makan siang saya!" tolak Angka dengan ramah
Ketiga karyawan itu kompak mengangguk dan membentuk huruf O di bibir mereka.
"Saya duluan kalau begitu," ucap Angka yang entah akan pergi kemana. Alih-alih kembali ke ruangannya dan makan siang.
"Enak tuh jadi istrinya Pak Angka!" ucap Nana dengan mata terus menatap lelaki yang tubuhnya perlahan menjauh.
"Enaknya kenapa?" Rana bingung.
"Kalau masak pasti dimakan sama suaminya!"
"Itu bukannya pelit ya?" tanya Bayu menimpali.
Kedua wanita itu menoleh pads lelaki satu-satunya di antara mereka itu.
"Ketahuan kalau kamu enggak pernah makan masakan orang rumah!" seru Nana.
Seketika itu Bayu mencebik dengan tatapan memelas.
"Aku kan anak rantau!"
"Ups sorry!" Nana menurup mulutnya.
"Kamu kan anak rantau dari rumah orangtua ke kontrakan yang deket kantor!"
Ketiganya tertawa sambil berjalan menuju lift bersama reka-rekan yang lainnya.
***
"Hari ini dapet paket apa?" tanya Bayu saat mereka sudah berada di kantin dengan menu yang sudah ada di depan mata.
"Enggak. Liat sendiri kan?" Rana menunggu konfirmasi.
"Kali aja, paketnya dateng ke tempat tinggal.
"Duh, jangan dong. Aku aja pusing nyari siapa yang kirimin tuh paket kantor. Jangan ditambah dengan kirim paket ke rumah juga, dong!" Rana mewanti-wani. Seolah-olah salah satu dari mereka adalah pelakunya.
Nana berdecak. Menarik perhatian keduanya.
"Kalau dia sampai kirim paket ke rumah. Fix dia itu penguntit kelas expert!"
Rana meringis mendengar kata-kata Nana yang entah kenapa terdengar horor itu.
"Coba kamu inget lagi, kira-kira siapa aja yang tahu kamu kerja dk sini?" Bayu mencoba memberi solusi.
"Enggak ada."
"Bay!" panggil Nana tiba-tiba setelah menyeruput teh manisnya.
"Kenapa?"
"Kamu tahu ukuran daleman kita?"
Pertanyaan Nana yang spontan seketik itu membuat Rana maupun Bayu terdiam. Ditambah tatapan pengunjung yang penuh curiga.
"Nana, kamu apa-apaan sih?!"
"Cari petunjuk," bisik Nana yang masih didengar okeh Bayu.
"Tunggu. Tunggu. Maksud kalian ada paket yang isinya daleman cewek?" tanya Bayu memastikan.
Rana mengangguk dengan otomatis.
"Bahaya banget tuh orang. Kamu yakin enggak ada yang dicurigai?" Bayu terlihat gusar sendiri.
"Enggak ada. Dari kemarin aku mikirin itu dan buntu."
"Yuk, mendingan makan dulu, kali aja nanti dapet petunjuk!" Nana memdekatkan mangkuk soto dan nasi ke depan Rana, agar gadis itu bisa menyantapnya lebih dekat.
"Di alamatnya enggak ada tulisan tangan atau dari mana tuh paket dateng?" Bayu masih penasaran.
Rana yang sudah menyendok kuah soto menghentikan apa yang ia lakukan dan menoleh pada Bayu.
Bayu tampaknya lebih antusias pada cerita Rana daripada makan siangnya.
"Paketnya dateng dari Seller."
"Oh!" Bayu mrngangguk.
***
Pulang kerja, Rana harus berjalan sekitar 50 meter menuju kontrakannya setelah turun dari ojek online yang ia pesan yang hanya bisa menganyarkannya sampai di jalan utama. Gadis itu harus melalui gang-gang sempit yang hanya bisa dilalui oleh pejalan kaki. Menyapa para tetangga yang kadang sedang bersantai di depan rumah dengan bahan gibahan yang siap sedia. Bahkan dirinya pun yang hanya sekadar lewat bisa jadi bahan gibahan.
Kadang Rana ingin pindah dari tempat itu ke tempat yang lebih nyaman dalam akses jalannya. Tetapi, tidak ada yang lebih nyaman, selain tempat tinggalnya saat ini, dalam hal keadaan bangunan dan biaya sewanya.
Banyak hal yang Rana pertibangkan kenapa gadis itu memilih untuk mencari tempat tinggal yang efektif. Seperti jarak, harga, dan tentu saja kenyamanan. Meskipun ia tahu kenyamanan suatu tempat bisa diukur berdasarkan harga sewanya.
Dan tempat yang ia tinggali sudah cukup nyaman bagi dirinya yang hanya tinggal sendirian sebagai seorang perantau dengan riwayat kerja yang masih baru.
Hemat atau pelit? Pertanyaan itu selalu Nana tanyakan pada Rana karena keadaan tempat tinggalnya yang bisa dibilang berada di pelosok.
Dengan gaji yang ia dapatkan setiap bulan. Rana bisa menyewa tempat tinggal yang lebih layak dari pada yang ia tinggali saat ini. Tetapi Rana menolak. Ada banyak pertimbangan, dan menjadi manusia pelit Rana terima dengan suka rela.
Tempat yang ia tinggali hanya ia gunakan di malam hari dan ketika libur, tidak akan berpengaruh apa-apa pada dirinya selama nyaman. Dan hal itu juga yang jadi peetimbangan. Hingga Rana memilih untuk bertahan.
Sepanjang perjalanannya, hal-hal seperti itulah yang Rana pikirkan.
Kadang sempat terlintas juga untuk pindah. Tetapi setelah sampai rumah, keinginan itu seketika lenyap dan istirahat adalah hal yang ia inginkan.
Perlahan langkah Rana melambat saat gadis itu merasa tidak sendirian di hari yang mulai gelap dengan penerangan lampu jalan ala kadarnya itu.
Rana merasa ada yang mengikuti, tetapi saat gadis itu menoleh ke belakang, tidak ada siapa pun. Yang ada hanya pagar-pagar rumah penduduk yang saling berhadapan.
"Cuma perasaan kamu aja," ucap Rana pada diri sendiri.
Dan Rana kembali melañjutkan langkahnya.
Entah karena memang ada yang mengikurinya atau hanya perasaannya saja. Rana terus berjalan dengan langkah semakij cepat dan diriny seperti deja Vu. Berjalam dalam mimpi, tidak tertangkap tetapi hampir tergapai.
"Mbak!"
"Hah."

Bersambung....


Aku sedang MencintaimuTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon