31. TRUE SADNESS: Saling Menjauh

26 2 0
                                    

HALOO SEMUANYA
selamat welcome
-eh datang

Ada fadil lagi nyomot
CAKEP
Gak adil kalau ga vote!

SELAMAT MEMBACA😍

PAGI HARI. Menyinari hangatnya suasana Indonesia namun tidak untuk hati seorang Alika. Gadis itu masih saja berdiam diri di dalam kamar nya sejak malam.

Tok tok...

"Alika, kamu nggak sekolah, nak?" panggil Marlina di balik pintu kamar.

Gadis itu tidak mengeluarkan suara sama sekali untuk menjawab mama nya. Ia menutup kepala nya dengan bantal sampai tidak mendengar suara sama sekali.

"Alika, buka dong, ini sudah jam setengah tujuh lho?" omel Marlina terus mengetuk.

Alika menarik napas panjang. Ia merasa dirinya malas untuk berbincang dengan mama nya, semua hal yang terjadi membuat gadis itu merasa benci dengan orang di sekitarnya.

"Sayang, kamu kenapa, sakit?" tebak Marlina terus bertanya.

"Alika!"

"Mama dobrak ya?"

Brakkk...

Pintu berhasil terbuka. Tapi Alika masih tetap berdiam dengan wajah yang ditutup bantal. Marlina yang penasaran, ia mendekat mengecek putri nya apakah masih tidur.

"Kamu, sakit?" tebak nya merabah kepala Alika.

"Nggak ma, Alika nggak masuk dulu sekarang!" lirih Alika dengan nada serak.

"Ke dokter aja, gimana?" tawar nya duduk di ranjang.

"Nggak." tolak Alika.

Marlina meraba dan menyentuh dahi putri nya yang sedikit janggal. "Badan kamu lumayan panas lho,"

"Mama kerja aja, Alika jaga rumah lagian aku nggak kenapa-napa kok," jelas Alika.

"Kalau gitu, kenapa nggak mau sekolah?" tanya Marlina.

"Kamu berantem sama Nobi?" tuding Marlina.

Alika bangkit dari tidur nya. Ia duduk di samping mama nya dengan tatapan lesuh.

"Alika nggak kenapa-napa, cuman butuh istirahat aja," jawab Alika.

"Kemarin Alika kehujanan dan semalem  agak meriang." timpa nya berusaha menyembunyikan sesuatu.

Mama Alika menatapnya kebingungan. "Hujan? Emangnya kemarin hujan, ya?" pikir Marlina mengingat hari kemarin.

Alika menggaruk dahi nya yang tidak merasa gatal, ia ingin mama nya pergi setelah Alika beri alasan yang tepat. "Mama, Alika nggak kenapa-napa kok, cuman butuh istirahat aja." ujar nya.

Mama Alika menghela napas nya berusaha mengerti kondisi anak nya. "Ya udah, mama kerja ya kamu diam di rumah aja, soal surat izin mama nanti telfon guru kamu." jawab nya membuat Alika lega.

Gadis itu mengangguk tersenyum kemudian membiarkan mama nya pergi dari sana, jujur saja Alika merasa kebingungan disaat berdiam di rumah nya sendirian. Ia ingin bersekolah namun rasanya ia malas untuk bertemu Nobi entah apa sebabnya.

          

Ia melangkah dan duduk di kursi belajar nya, membuka laptop dan membuka aplikasi yang selalu ia awasi dimana pun ia berada. 

Sudah biasa baginya disaat harus menahan rasa sakit hati sembari membaca cerita sedih dari para teman online Alika, bisa dikatakan itu adalah hal bodoh yang pernah Alika lakukan selama ini.

*****

KRING...

Nobi Andanio berjalan melewati koridor sekolah dan menuju kelas nya, sesampainya dikelas semua tertuju pandangan tertuju pada Nobi.

"Kenapa, ada yang salah sama penampilan gue?" ujar Nobi bertanya.

"Ada. Kenapa lo sendirian, biasanya juga sama sohib lo, mana dia?" tanya Agnes penasaran.

Bukannya menjawab, pria itu tidak menggubris pertanyaan teman-temannya. Nobi berjalan ke tempat duduk nya.

Agnes menatapnya heran. "Dih, kenapa ya?" pikir nya menatap Anna.

"Palingan juga lagi berantem." tebak Anna membisik.

Suasana kelas kembali ramai disaat ada guru pengajar datang ke kelas. Kelas tersebut memulai pelajaran di jam pertama yang begitu membosankan.

*****

Krieett...

Sebuah pintu terbuka lebar hingga cahaya dari luar memasuki kamar itu. Alika melangkahkan kaki nya perlahan memandangi setiap sudut kamar tersebut.

Tatapan nya mulai sendu, tangan nya mengelus setiap benda yang ada disana.

Bukan ruangan biasa, kamar itu dulunya tempat dimana Alika selalu tidur bersama orang tua nya disaat masih umur 10 Tahun.

Sebelum orang tua Alika pindah kamar, kamar utama itulah yang menjadi ruangan paling bisu. Dari semua kenangan tentang keluarga, itu semua terukir di pikiran Alika.

Gadis itu melihat laci yang sedikit terbuka, ia membuka dan disana ada banyak foto album disaat dirinya masih kecil.

"Hiks..." isakan nya mulai terdengar.

Ia sudah tak bisa menahan nya lagi. Sudah sangat berat bagi Alika, bahkan saat ini pun ia bingung harus melakukan apa.

"Pa." lirih nya meneteskan air mata.

Air mata jatuh membasahi kertas album itu, di foto itu bibir Alika tersenyum indah namun sekarang sudah susah untuk mengembalikan senyuman itu.

"Papa, Alika kangen kayak dulu lagi!" ucap nya memejamkan mata dengan memeluk buku album.

Ia duduk di bawah sembari menggenggam buku itu di depan dada nya. Hanya air mata yang menemani Alika disaat situasi seperti ini.

"Kemana orang-orang yang dulunya baik ke aku? Kenapa mereka menghilang satu persatu?" ujar nya menatap atas.

"Papa, Nobi, setelah itu mama?" pikir nya menebak.

Alika menggeleng cepat. "Nggak, jangan sampai mereka menjauhi aku!"

"Tapi kenapa, kenapa Nobi nggak mau menemui aku?"

"Apa karena aku marah kemarin ke dia?"

Terus menerus bertanya kepada dirinya sendiri. Alika memikirkan bahwa ia takut dirinya yang bersalah padahal itu belum sepenuhnya ia salah.

Di hadapan nya ada sebuah cermin besar yang menunjukkan tubuh Alika. Ia melirik melihat dirinya yang sudah tidak baik-baik saja, namun gadis itu malah tersenyum lebar dengan mata merah nya.

"Mungkin, ini memang takdir ya Tuhan buat aku sengsara saat ini,"

"Ah, nggak boleh gitu Alika. Kamu harus bisa bahagia dengan cara mu sendiri!" ujar nya kepada dirinya.

Alika berjalan menuju kasur di kamar itu, ia berinisiatif tidur di atas sambil mengelus kain sprei mengingat hal bertahun lalu.

Satu jam berlalu. Gadis itu tertidur pulas dengan memeluk album yang ia lirik tadi. Ruangan yang sederhana namun kenangan nya bukan biasa, teringat sehingga terlukis menjadi indah.

*****

Suasana istirahat yang begitu menyenangkan bagi semua siswa. Seorang Nobi duduk terdiam di sebuah roftoop sekolah menatapi langit dengan sepuntung rokok yang ia hisap.

"Woi, bro!" sapa nya sambil menepuk pundak.

"Kenapa, mau cari masalah sama gue?"

"Mau pukul gue, pukul aja!" ujar Nobi pasrah.

Pria di sebelah nya menepuk pundak Nobi lagi menatap dengan wajah santai. "Nggak, gue nggak mau cari masalah lagi,"

"Iya emang yang waktu itu, gue yang nyuruh Daniel buat pukulin lo dan minta lo buat jauhin Alika." ucap pria itu yang bernama Romeo.

Nobi tersenyum memiringkan bibir nya memasang wajah geram namun masih bisa bersabar.

"Gue minta maaf, gue nggak mau ngulangin dengan cara kekerasan lagi," ujar nya.

"Iya, santai aja!" jawab Nobi.

"Gimana sekarang lo sama Al-"

"Nggak usah sebut dia lagi!" potong Nobi kesal.

"Why bro? Lo kenapa?" tanya Romeo penasaran.

"Panjang mau jelasin, intinya dia udah nggak butuh gue lagi." jawab Nobi dengan nada malas.

"Bro, cewe emang gitu nggak mau ngobrol duluan kalau lo nggak mulai dulu," pesan Romeo.

"Lo kayak nggak tau sifat dia aja, biasanya dia yang lebih ceria buat sapa gue duluan, sekarang dia udah lupa sama gue!"

"Coba lo datengin rumah dia, samperin. Jangan lupa sebentar lagi bakal aja camping dadakan, gue yakin lo nggak bakal betah kalau nggak ada tuh cewe." ucap Romeo mengingatkan.

"Sebenarnya ada yang pengin gue obrolin, tapi gue nggak enak," ucap nya setengah.

"Nggak jadi deh, gue duluan ya! Ingat buang rokok nya di sampah, jangan sembarangan." pesan nya kemudian pergi meninggalkan Nobi.

"Kesambet tuh orang, kenapa bisa gitu ya?" pikir Nobi kemudian membuang pikiran konyol itu dan kembali menatap ke arah depan.

Gimana gimana?
yaudah di vote aja ya

TRUE SADNESS [END]Where stories live. Discover now