"sky without clouds"
"beach without waves"****
"Ini kampus, bukan medan tempur. Kalian tidak akan mati jika hanya terpisah kelompok"
Sekali lagi Ezra menghela napas. Ini bukan masalah tempat, atau waktu, atau apapun itu. Ini masalah ia yang tidak bisa terpisah dari sisi Nalu, dan anak itu yang pasti tidak akan merasa nyaman jika jauh dari jangkauannya.
"Tapi dia berbeda. Dia sakit, dan bisa tumbang kapan saja." Sekali lagi Ezra memohon, dan terpaksa mengikut sertakan penyakit Nalu sebagai alasan. Buka alasan, tapi kenyataan yang sebenarnya tidak ingin Ezra akui secara terang-terangan seperti ini.
"Memangnya, jika kalian satu kelompok dan dia tumbang, kau bisa langsung menyembuhkannya, begitu?"
Ingin sekali rasanya Ezra melayangkan tinjunya pada orang dihadapannya sekarang. Ia terlalu sombong, menangkis satu demi satu penjelasan Ezra dengan tangan yang terlipat di dada.
"Tap-"
"Tidak perlu khawatir, aku sudah meminta kakak pendamping temanmu itu untuk lebih memperhatikannya dari pada yang lain. Itu sudah cukup, dan tolong hargai kami sebagai pantia"
Sanggahan selanjutnya yang ingin keluar dari mulut Ezra terhenti saat suara lain terdengar dari dibelakangnya.
Dan seseorang yang baru saja datang menghampiri mereka menjadi jawaban dari semua permohonan Ezra. Mereka tetap tidak bisa satu kelompok.
*****
"Aku tidak pa-pa Zra, jangan khawatir. Kita masih di tempat yang sama, hanya beda kelompok"
Nalu menatap Ezra yang sekarang berjongkok di hadapannya dengan tatapan gelisah, sedangkan ia hanya bisa menatapnya kasian. Mereka masih di aula tempat acara pembukaan dilaksanakan tadi. Suasana mulai sepi, hanya tertinggal mereka berdua sebagai mahasiswa baru, dan beberapa panitia yang sibuk mengotak-atik soundsystem.
Setelah acara pembukaan dan pembagian kelompok selesai, masing-masing kakak dampingnya sudah mengambil alih kelompok mahasiswa baru, dan mulai menjalankan tugas mereka. Ada yang membawanya ke ruangan lain, ada yang ke lapangan, dan ada juga yang ke lantai atas. Mereka sudah berpencar, yang tersisa benar-benar hanya Ezra dan Nalu.
"Aku yang tidak bisa Nal!" Ezra meraup rambutnya kasar.
"Ayolah Zra, kau harus percaya padaku!" Nalu tidak kalah keras. Ia tidak ingin orang-orang memandang Ezra buruk hanya karena menganggap pemuda itu bersikap semaunya.
"Hei!! Jika kalian hanya ingin duduk-duduk dan mengobrol, lebih baik di rumah saja, tidak usah kuliah!"
Seseorang meneriaki mereka dari atas panggung. Ezra mengepalkan tangan dan hampir saja bangkit jika Nalu tidak menarik tangannya.
"Iya kak! Kita sudah mau ke kelompok masing-masing!" Teriakan Nalu sepenuhnya tidak disetujui Ezra. Tapi anak itu tetap bangkit, dan menuntunnya keluar aula.
Suara ketukan pintu membuat intensi semua orang yang ada di ruangan beralih kearahnya. Nalu masuk dengan senyuman kaku, dan merasa kikuk karena baru masuk setelah hampir setengah jam acara kedua di mulai.
Dengan satu perintah, Nalu langsung diperbolehkan duduk oleh panitia yang sedang menjelaskan materi dilayar LCD.
Ia dan Ezra benar-benar berpisah, tapi beruntungnya kakak damping Nalu membawa kelompoknya ke ruangan di lantai dua, dengan AC yang sejuk dan hanya duduk memperhatikan layar LCD, sama sekali tidak ada aktivitas yang melelahkan.
Sedangkan kelompok Ezra berada di pojok lapangan, terdengar juga teriakan-teriakan dari mereka, seperti sedang beryel-yel. Perbedaan yang sangat besar, dan beruntung posisi mereka tidak tertukar.
"Hai," Nalu menoleh. Seseorang dengan senyum manis dan sumur kecil di pipi sebelah kiri sedang mengulurkan tangan,"Namaku Alta, Alta A-da-ra."
Nalu terkekeh saat pemuda itu mengenalkan diri dengan menekankan nama akhirnya.
"Aku Nalu, Nalu Alundra" Sebelum membalas uluran tangan Alta, Nalu mengusap dulu telapak tangannya yang penuh keringat di kemeja putihnya.
"Salam kenal Nal"
Nalu hanya mengangguk sebagai jawaban. Ternyata mencari teman tidak sesulit yang ia pikirkan selama ini. Mereka akan datang dengan sendirinya, dan selanjutnya tergantung bagaimana ia, menerima atau tidak.
"Kau tahu Nal, kata teman-temanku, kakak pendamping kita orangnya pemarah dan suka menghukum. Meskipun hukumannya hanya seputar bernyanyi di depan peserta lain, tapi itu tetap saja memalukan. Jadi, jangan sampai kita membuat kesalahan"
Alta berucap tiba-tiba seperti bermonolog, karena tatapan hanya tertuju ke depan tanpa melirik Nalu sedikitpun.
"Yang mana orangnya Ta, yang menjelaskan materi itu?" Bisik Nalu penasaran. Ia mendekatkan kepalanya ke arah telinga Alta, teman baru yang sekarang berhasil menakutinya.
"Bukan!," Alta menggeleng cepat "Itu, yang duduk dipojok kiri!" Lanjutnya dengan bisikan nyaring dan sorot mata yang berpindah ke pojok kiri ruangan.
Nalu melirik sebentar dan mulai menelisik. Sepertinya cerita dari teman-teman Alta itu benar. Mata tajam itu seakan-akan sedang mencari mangsa untuk dipermalukan di depan peserta lain.
"Apa lagi yang kau tahu Ta? Apa saja yang tidak boleh aku lakukan disini!?" Alta menatap tubuh kecil Nalu yang sekarang menatapnya gusar dengan berbagai pertanyaan. Ia meras bersalah sudah membuat anak itu ketakutan.
"Tenang Nal, ia tidak akan menghukum jika kau tidak melakukan kesalah-"
"Hei, Kalian berdua!!"
Belum sempat kalimat Alta terucap sempurna, suara bass dari orang yang mereka bicarakan akhirnya terdengar nyaring.
Gema yang berhasil mengisi seluruh ruangan itu sontak membuat jantung Nalu berdetak cepat, memikirkan ia akan disuruh maju dan dipermalukan di depan peserta lain membuat tubuh kecilnya kaku. Adrenalinnya terombang-ambing dan detak di dada kirinya semakin menggila. Bahkan untuk melihat reaksi Alta saja ia tidak berani.
Sedangkan Alta yang merasakan perubahan pada wajah Nalu akhirnya hendak memberanikan diri untuk menjawab.
Tapi terlambat, suara nada dering handphone dari kakak dampingnya itu lebih dulu berbunyi nyaring. Mata tajamnya seketika berhenti menyorot Alta dan Nalu, berganti dengan langkah besar menuju pintu keluar.
"Ini menakutkan, orang-orang di kota besar dengan segala keangkuhan mereka sangat mengerikan, Zra"
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WIND
Teen FictionFatamorgana tidak hadir diantara angin dan embun, dan bentala tak pernah tidur jika daksa yang layu tidak pulang.