heart of gold

623 70 1
                                    


"If I was dying on my knees, you would be the one to rescue me. And if you were drowned at sea, i'd give you my lungs so you could breathe"

_________________________________________

Harum bumbu dapur yang sudah tidak lama mampir di hidung Nalu membuat anak itu cepat membuka mata.

Hampir lupa jika sekarang ada tante Nash di rumahnya.

"Zra"

Nalu menepuk pundak pemuda yang sekarang tidur pulas disampingnya.

Ah iya, meskipun sekarang mereka sudah punya kamar masing-masing, Ezra tetap tidur ditempat yang sama dengan Nalu. Kamarnya hanya ia pakai untuk meletakkan barang-barang dan pakaiannya.

"Hmm? Aku masih ngantuk Nal"

"Aku turun duluan, ingin ke dapur. Mencicipi makanan tante Nash"

Tanpa sempat Ezra menjawab, Nalu sudah turun dari ranjang dan langsung melesat menuju dapur.

Sedangkan di dapur sudah ada tante Nash. Baju wanita itu sudah dilapisi menggunakan apron abu-abu, dan tangannya terlihat sibuk ke sana-kemari.

Tapi ternyata tante Nash tidak seorang diri, ada dua pemuda bertubuh tiang sedang duduk santai di meja makan. Satu sibuk dengan handphone ditangannya, satu lagi sedang mengobrol dengan tante Nash.

"Wah, ternyata tante Nash sudah ada pelanggan"

Tiga pasang mata itu menoleh bersamaan ke arah Nalu. Nash tersenyum manis.

"Pasti, harum masakan tante selalu bisa menggait pelanggan dengan cepat" Jawab wanita itu bangga.

"Mau minum?" Geva menawarkan, Nalu hanya mengangguk. Ia mendekat, menarik kursi dan duduk di sebelah Geva persis diseberang Alaska.

"Hari ini kuliah jam berapa?" Alaska bertanya setelah meletakkan handphonenya di atas meja makan.

"Libur bang. Tapi Ezra katanya kuliah"

Alaska hanya bertanya tentang Nalu, bukan Ezra. Tapi anak itu melibatkan Ezra dalam jawabannya seolah-olah mereka selalu terikat.

"Ezra orangnya gimana sih Nal? Gw udah lama gak sama dia, jadi gak tahu sekarang dia gimana"

Suara piring yang beradu dengan meja makan menandakan masakan tante Nash sudah siap.

Wanita itu tentu mendengar pertanyaan Alaska. Dan sama, ia juga ingin tahu mengenai sudut pandang Nalu tentang Ezra. Meski bertahun-tahun bersama, Nash tidak sedekat Nalu dengan pemuda itu.

"Dulu Ezra dingin dan pemarah. Dia sering marah saat aku minta ajari menggambar. Padahal gambarannya juga jelek, " Mereka terkekeh mendengar pernyataan polos Nalu, air di dalam mulut Geva bahkan hampir menyembur keluar, "Tapi sebenarnya dia baik, cuma tidak pandai menunjukkannya. Atau mungkin tidak tahu kepada siapa ia bisa menunjukkan itu."

"Ezra dulu memang anak yang pemarah. Waktu kecil dia sering mengalami tantrum karena gelombang emosi yang kacau. Tante Karina juga bingung bagaimana cara mendidiknya. Dia tumbuh menjadi dingin, dan tidak pandai berekspresi. Ezra seperti sebuah rumah yang dibangun tanpa rencana"

Nalu hanya diam mendengarkan Alaska. Ia dan tante Nash sudah tidak kaget, karena Ezra datang kepada mereka memang dengan keadaan seperti itu. Anak itu seperi orang kebingungan.

"Aku tahu. Ezra sama seperti aku. Kita sama-sama seperti sebuah rumah yang dibangun tanpa rencana. Pondasinya kacau, dindingnya rapuh, dan atapnya bocor"



THE WIND Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang