11. Rumah Raka

827 91 0
                                    

Happy reading....

*****

"Bunda mana, Bi?"

"Ada, Den. Di dapur. Lagi masak."

Raka yang tengah melepas sepatunya berdecak kesal, "Itu kerjaan Bibi. Kenapa Bunda mulu yang lakuin?"

Bibi menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Gimana ya, Den. Nyonya sendiri yang mau. Masak saya pembantu berani larang-larang majikan."

Raka beranjak berdiri, "Kalau saya yang perintahin?"

"Jangan buat Bibi dilema atuh, Den. Yang satu gak mau dilarang, yang satu suruh ngelarang. Kalau Bibi dipecat Nyonya gimana?"

"Kalau saya yang pecat Bibi?"

Bibi gigit jari, bingung harus menjawab apa. Posisinya serba salah. Jangan dikira dia enak hati melihat majikannya melakukan aktivitas rumah tangga sendiri.

Lalu apa gunanya Bibi di sana? Terkadang Bibi sampai bingung sendiri harus mengerjakan apa. Hampir keseluruhan sudah dikerjakan oleh majikannya.

Raka menggelengkan kepala. Dia beranjak meninggalkan Bibi, berjalan menuju dapur untuk menemui sang Bunda yang tengah memasak.

"Hei... Anak Bunda udah pulang. Tumben jam pulangnya gak molor sampai jam sembilan malam?" Bunda meniriskan satu masakan di atas meja makan.

Raka menarik kursi lalu mendaratkan pantatnya di sana, "Lagi jaga amanah, Bun."

Bunda Riana menepuk jidat, "Oh iya, Bunda lupa."

Wanita paruh baya itu mematikan kompor, menunda acara masaknya yang masih kurang satu menu lagi dan memilih duduk di samping sang putra untuk mendengarkan ceritanya.

"Gimana Cherry di sekolah?" tanya Bunda Riana.

Raka melepas semua kancing kemejanya, "Hampir buat Raka stroke."

"Kok bisa?"

Cowok itu mendengus kasar, "Di sekolah banyak yang lirik dia. Rasa-rasanya Raka ingin congkel tuh mata."

Bunda Riana terbahak. Rupanya Raka tengah cemburu. Putranya itu memang duplikat dari Firman, suaminya. Cemburuan, posesif, agresif, dan masih banyak lagi.

Mengingat hal itu kadang Bunda Riana juga berpikir, apakah Cherry bisa sesabar dirinya? Bahkan dia sendiri sudah sampai tak terhitung berapa kali ingin mundur dan menyerah gara-gara keposesifan Ayah Raka.

"Kenapa Cherry gak ikut home schooling aja? Sepertinya Raka harus bilang sama Om Dirga nanti."

Bunda Riana memegang pundak putranya, "Kurang seru dong."

Raka terdiam menatap Bundanya, dahinya berkerut pertanda bingung dengan ucapan sang Bunda.

"Coba pikirkan. Banyak keuntungan yang bakal kamu dapat kalau Cherry sekolah di luar."

Raka masih diam.

"Marahnya kamu, cemburunya kamu bakal buat Cherry sadar kalau dia penting untuk kamu."

"Kalau Cherry digoda cowok lain dan kamu menjadi yang terdepan menolong, dia pasti akan merasa menjadi gadis yang paling beruntung karena memiliki kamu."

Raka mengusap dagunya.

"Coba bayangkan kalau Cherry home schooling. Ya udah kisah kalian bakal datar saja. Gak ada tantangannya."

Cowok itu mengangguk paham. Beruntung dia memiliki ibu seperti Bundanya. Beliau selalu sabar dengan segala keluh kesahnya, memberikan saran yang tepat yang pastinya tak menyentil batinnya.

Kurang dari TigaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang