Bangun kesiangan membuat Seruni semakin malas untuk bangkit dari ranjangnya. Seperti biasa, hari Minggu menjadi sangat berharga bagi kakak Hastari itu.
Satu pesan masuk membuat dia mengusap-usap mata.
"Ini bos bisa nggak sih nggak ganggu aku!" gerutunya sembari meletakkan kembali ponsel ke nakas. "Untung dia bos, coba kalau bukan! Bisa kapok dia aku omelin!"
Dia lalu kembali membenamkan kepalanya ke bantal dan mencoba memejamkan mata. Namun, getar ponsel kembali mengganggunya.
"Halo, Pak. Ini hari Minggu, kan? Saya masih ngantuk. Lagi pula lukisan bunga Seruni itu bukan pekerjaan anak SD yang harus segera dikumpulkan, kan?" semburnya tanpa mendengar dan membaca terlebih dahulu identitas pemanggil.
Dia ingat semalam Banyu meminta lukisan bunga Seruni untuk Oma Rima.
"Runi? Lo kenapa?" Suara Wulan terdengar heran.
"Lo di telepon Banyu?" Kembali terdengar suara sahabatnya itu.
Sadar dirinya salah, Seruni menepuk dahinya kuat-kuat seraya meminta maaf.
"Gue kira dia yang telepon! Sumpah gue ngantuk banget, Lan! Apalagi semalam pulang udah agak malam terus gue disidang pula sama Mama Papa!" keluhnya.
"Hah? Pulang malam? Emang lo dari mana? Eum, maksudnya lo ke mana? Sama siapa, dan kenapa lo disidang?"
Seruni semakin membenamkan wajahnya di bantal.
"Udah, lo jangan tanya banyak-banyak! Gue ngantuk, Lan."
"Tapi, Run! Gue sama Tio mau ngajakin Lo jalan!"
Berusaha membuka mata yang seolah lengket, Seruni berkata, "Lo berdua aja deh ya. Gue minta mentahnya aja kalau lo berdua makan-makan! Bye, Lan!"
Mematikan daya ponsel, Seruni kembali terpejam.
**
Banyu mengusap peluh yang membasahi keningnya. Olahraga adalah rutinitas setiap paginya. Setelah jogging di sekitar komplek, kemudian dilanjutkan beraktivitas di tempat gym pribadinya.
"Maaf, Mas Banyu, ditunggu Oma di ruang makan," Inah pembantu rumah tangga berkata sopan.
"Bilang sama Oma, saya nanti aja sarapannya, Mbok." Banyu masih sibuk dengan treadmill-nya.
Inah masih berdiri di pintu depan wajah ragu.
"Kenapa lagi, Mbok?"
"Eum ... maaf, Mas, tapi Oma bilang ada hal penting yang mau dibicarakan."
Banyu menarik napas dalam-dalam kemudian mengangguk.
"Oke, saya ke sana."
Wajah perempuan paruh baya itu berseri seraya mengangguk dia berkata, "Baik, Mas. Permisi."
Tak ingin Oma menunggu terlalu lama, gegas Banyu menyudahi aktivitasnya. Meneguk segelas lemon hangat yang diberikan Mbok Nah lalu mengeringkan keringat kembali kemudian meninggalkan ruangan itu.
Perempuan sepuh itu duduk di ruang makan sendiri. Di depannya ada segelas susu yang sudah tinggal separuh dan sandwich yang belum tersentuh.
"Pagi, Oma."
"Pagi, Banyu."
"Mama sama Papa mana?"
"Papamu masih tenis sama Pak Broto, kalau Mamamu masih di kamar. Sini duduk!"
Mengangguk, pria yang masih mengenakan kaus tanpa lengan itu mengangguk.
"Ada apa, Oma? Sepertinya serius?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Deadline untuk Seruni (Tamat -segera terbit)
General FictionBercerita tentang seorang perempuan yang memutuskan untuk berhenti menjalin hubungan dengan lawan jenis karena luka masa lalu. Namun, keluarganya justru tak henti mendesak agar dia segera menemukan jodoh dan menikah sebelum usia tiga puluh. Saat dia...